"Om pernah ciuman?"
Uhuk!
Wala tersedak s**u vanila yang biasa dia minum kalau malam, suka disediakan oleh mami, tetapi sejak punya istri ... Flora mengambil alih tanggung jawab itu. Bikin s**u buat Wala.
Ya, ya, ya ... lumayanlah. Nggak buruk-buruk amat kehidupan after nikahnya.
"Santai aja kenapa minumnya! Nyembur ke aku ini, ih. Om jorok!" Flora misuh-misuh, gegas dia ambil tisu basah, betul-betul nyembur itu. Mau nggak mau jadi turun tangan buat bersihkan yang menyiprat ke lantai. Syukurlah, tidak banyak.
Sedang Wala masih mode syok berat. "A-apa tadi?"
Flora menoleh. Sebetulnya dia malas menanggapi, tetapi jujurly penasaran sekali. "Kiss. Om pernah?"
Pasti pernah, sih, ya. Kan, sudah 30 tahun ke atas!
Dasar Flora! Efek nonton drakor yang ada ciuman bibirnya, dia jadi kepo soal itu terhadap Om Wala.
Ya, Wala berdeham. "Kalau pernah, kenapa? Kalau nggak, kamu mau apa?"
Membuat Flora berdecak. "Pernah apa nggak? Jawabannya cuma itu, Om."
Kini, duduklah mereka di sofa kamar Wala. Sudah malam tentunya, sudah kembali ke kediaman Semesta, dengan meja rias Flora yang betul-betul dibawa.
"Iya, pernah."
Nah, nah ....
Mereka bertatapan.
Yang Wala lihat ... kok, mata Flora berbinar, ya?
"Gimana rasanya?"
Ampun, Cil, Cil!
Wala terkekeh geli. Ah, akan dia kerjai. "Enak, Ra." Meski ini asli, tetapi dengan jailnya Wala lanjut bilang, "Kenapa? Pengin?" Dengan kerlingan mata dan colekan di dagu.
Flora kicep detik itu. "Emangnya boleh?"
"Hah?"
Lho ...
Eh?
Gantian, Wala yang kicep.
Dan dengan semprulnya, Flora terbahak. Menunjuk wajah Om Wala sambil bilang, "Ih, komuknya mupeng! Haha!"
Fix, istri lucknut 2023!
Yang mana saat itu juga Om Wala menangkap Flora di sana, hendak kabur ketika sadar kelakuannya membuat Om Wala gemas padanya, ingin dikremes-kremes, dan itulah yang terjadi. Flora menggeliat dalam kungkungan tubuh Om Wala, tengah menggelitiki pinggangnya. Aduh!
"Canda, Om! Ampun ... geli!"
Namun, sudah telanjur Wala merasa tercoreng oleh kelakuan Flora, main-main dengannya, maka Wala nggak mau berhenti menggelitik selagi Flora belum nangis. Titik!
"Om ... ah, udah ... ampun! Om Wala!"
Sumpil, Flora cuma bercanda. Meski pertanyaan terkait cium itu asli dan dia benar-benar ingin tahu, tetapi omongan selanjutnya itu cuma iseng jailin om-om yang sedari dirinya kecil akrab dengan Flora.
"Om ... please!"
Makin menjadi, Wala membuat Flora tersudut di pojok sofa, dengan dia yang terus menggelitik. "Rasain! Nah, lihat ... komuk kamu yang sekarang--"
"Om!"
Nangis, nih!
Flora cekal dua lengan Om Wala, tubunya bersandar penuh ke sandaran sofa, area sudut, dengan posisi yang sudah agak rebah di sana, sedang Om Wala mengungkung di atasnya. Tak membiarkan Flora lolos.
Di mana saat itu ....
"Uda--ah!"
"Om ... geli--sssh."
"Mmh ... udah ... ah, Om ... please!"
"Ampun ... Om!"
"Akh--"
Sudah cukup, cukup sudah, Pemirsa! Hentikan kegiatan ini. Yang mana Alam Semesta sampai berpegangan di dinding, salah-salah dia melintasi kamar pengantin baru, niat hati mau mengajak makan malam bersama, ketika tangan sudah mencekal gagang pintu, tetapi urung dia buka sebab suara-suara dari dalam bocor sampai ke gendang telinganya.
Gila.
Wala yang gila.
Atau Alam di situ ... yang menguping kegiatan mereka?
"Lho ... kok, lemes, Pi?"
Iya.
Balik ke ruang makan, tampak Mami Rana sudah nyaris rampung menyiapkan hidangan malam.
"Wala sama Floranya mana?"
Papi Alam pijat-pijat kening.
Pusing.
Pusing banget!
Nggak tahu kenapa, padahal hal baik bilamana suami-istri, khususnya pengantin baru, kerja rodi bikin bayi. Ya, itu kalau pasangannya nggak setua Cakrawala dan se-kinyis-kinyis menantunya, alih-alih seru didengar, Alam justru keleyengan. Berasa ... ini nggak lazim!
"Papi?"
Oh.
"Iya, Mi ... eh, kita makan duluan aja."
***
Cakrawala, SMA kelas 3, dulu.
"Najis. Udah berapa bibir yang lo nodai, Wal? Lipstik Amel nempel-nempel, tuh!"
"Serius?" Wala langsung ambil ponsel, becermin di sana. Melihat bibir yang betul kata Agil, ada jejak merah hasil pagutan nakalnya dengan Amel di samping WC belakang sekolah.
"Dah kayak vacum cleaner, ya, Wal? Sedot terooos!" Ini Arief, cekakak weka-weka.
"Kayak lo-nya nggak aja, Rief," sambar Adit.
"Lha ... lo juga, kan, Dit? Beruntung aja cewek lo masih polos, gak pake lipstik-lipstikan kayak ceweknya Wala." Tentu saja yang ini Agil.
"Emang yang paling soleh gaya pacarannya itu cuma lo, Gil. Syakira mana mau diajak indehoy ngumpet-ngumpet kayak tadi, ya, kan? Betewe, thanks udah jadi satpam kami, Gil."
Semprul dasar. Wala haha-hehe.
"Kasian amat jodoh lo nanti, Wal. Dapet laki bekasan kayak lo. Duh, kasian, kasian, kasian."
Yeu!
"Dikata bekas, kualitas gue tinggi, lho! Justru demi jodoh, gue lagi belajar gimana cara nyenengin dia nanti, biar pas eksekusi sama jodoh, gue udah ahli."
"Haha! Sa ae tutup botol!" timpal Adit.
Agil mencibir. Kelakuan kawanannya memang begitu, minta banget dikatain binatang. Hhhh! Untung sobat.
Well, Wala itu murid paling digemari siswi-siswi. Sudah seperti tokoh utama dalam n****+ romansa-remaja, yang cowoknya itu pentolan sekolah, most wanted, ketua geng, ya, gitu, deh!
Bedanya, Wala cuma anak mami biasa, yang nggak punya geng, dan cuma punya sahabat; yakni Adit, Agil, dan Arief.
Usia se-Wala, pergaulannya, lintas jejaknya di dunia percintaan anak SMA, saat itu Wala kalau pacaran dia anggap wajar bila berciuman, pegangan tangan, paling banter, ya, cium sambil pelukan. Selain itu, Wala nggak pernah icip. Grepe saja tidak pernah, kecuali kalau ada satu-dua perempuan yang tidak Wala mengerti kenapa, kok, nggak malu minta dipegang-pegang? Ya, Wala disuguhi yang begituan, kenapa mesti nolak, kan?
Dulu.
Agil salah satu saksi Wala berikut kenakalannya.
Ehm.
Dan Agil pulalah yang mengingatkan Wala terkait batasan, dengan petuah Syakira yang kadang ikut nimbrung.
"Jodoh itu cerminan diri, Wal. Lo kalo mau dapetin cewek baik kayak Syakira gini, perbaiki dulu diri lo dari sekarang. Tobat."
"Ya elah, Gil ... masih SMA bahasan lo udah jodoh aja. Santai aja kenapa, sih?"
"Tapi Agil bener, lho, Wal. Eh, bukannya aku mengakui diri ini baik, ya. Maksudnya, yang kata Agil jodoh cerminan diri, terus biar dikasih yang baik, ya, kitanya mesti memperbaiki diri dulu dari sekarang, itu bener. Istilah lain, memantaskan diri. Nah, kalau kamu terus-terusan kayak gini, gimana kalo nanti Allah kasih perempuan yang ... kamu ngertilah, Wal."
Wala mencebik. "Nggak selalu jodoh itu cerminan diri, Sya, Gil. Ada juga orang baik-baik, dapetnya yang gak baik. Orang gak baik, dapetnya yang baik-baik."
Agil terdengar menghela napas. "Ya, deh. Ya, deh. Serah lo. Yang penting sebagai sahabat, gue udah ngingetin."
"Juga mendoakan, semoga jodoh kamu nanti adalah perempuan yang mendatangkan kebaikan," imbuh Syakira.
"Aamiin. Thanks, Sya." Wala meraup wajah khas mengaminkan doa. Sudah kronis semprulnya, Wala cengengesan.
Dulu.
Zaman putih abu.
Saat Wala masih senang memakai dasi di kepala. Iya, diikat kayak pendekar baja hitam. Eh, apa, deh, namanya? Pokoknya, dasi itu melintang di jidat ganteng Wala, membuat siswi-siswi makin mimisan gara-gara dia.
"Bicara soal jodoh, jodoh gue lagi apa, ya? Apa lagi tersesat di hati orang?" Wala cengar-cengir.
"Apa, Wal? Jodoh lo?" Arief datang dan langsung menyambar obrolan. "Nggak penting dia tersesat di hati siapa dan lagi apa, paling penting udah lahir aja dulu."
"Salah, Rief," tukas Adit, ikutan nimbrung. "Yang paling penting itu, jodohnya udah dibikin apa belum. Haha!"
Wala ingat betul kejadian itu, dulu. Sedangkan sekarang, Wala tercenung selepas tadi Flora tanya soal cium. Ya, gimana, ya ... mustahil kalau seorang Cakrawala si playboy cap buaya ini nggak pernah kisseu, kan?
Papa mertua--eh--Agil saksinya.
Kalau Flora ingin tahu, tanya saja sama Agil, yang selain cium ... tentu, Wala bukan lelaki seterjaga Bang Guntur, bukan pula pria seminus pengalaman macam Bang Langit, bahkan Bintang pun pasti pernah ciuman, apalagi Wala, kan? Expert dia mah.
Sekarang Wala malah nostalgia ke zaman SMA, tahu-tahu ingat soal obrolan jodoh yang--kok, omongan Arief dan Adit betul, sih?
Jodoh itu, yang paling penting, ya, sudah dibikin, sudah lahir dulu, daripada sedang apa dan nyangkut di hati siapa.
Duh ... gila.
Berarti waktu itu jodoh Wala sama sekali belum diproses, ya?
Tuh, lihatlah Flora. Anak Agil dengan Syakira. Nah, ini, nih ... ini dia. Jodoh Wala yang pernah dikasihani Agil--dulu--karena kelak mendapatkan lelaki seperti dirinya.
Kok, bisa, ya?
Gil, Gil ... jodoh gue anak lo ternyata.
Wala sampai membatin.
"Emang, sih, cewek cantik itu bawaannya pengin dipandangin terus, ya, Om?" Baru beres salat Isya, gara-gara nonton drakor, dia jadi mengulur waktu ibadah.
Astagfirullah Flora!
Untung Om Wala nggak ketularan kayak dia. Tadi Flora lihat Om Wala memilih salat duluan dibanding jemaah sama Flora, tetapi wait dia selesai 1 episode terakhir drama Koreanya.
Eh, Om Wala mencibir.
"Udah, kan, salatnya? Drakornya juga selesai, kan? Yuk, makan!"
"Bentar." Flora cekal lengan Om Wala.
Ditatapnya cekalan itu sama Wala. "Apa?"
Lalu Flora lepaskan tangannya dari sana. Menatap tepat di mata Om Wala seraya bilang, "Om beneran nggak mau cium ak--aw!"
Dibogem kepala Flora. Untung pelan! Belum genap tiga puluh hari, Om Wala sudah KDRT.
Dan, ya ... iya, sehabis digelitik tadi, Flora sempat nyeletuk, "Kiss, yuk, Om? Aku penasran banget, mumpung nggak dosa kalau ciumannya sama Om. Yuk?"
Kebayang gimana raut Wala setelahnya?
Ashsjskkak@^@&!hdhshk!!
Yang pasti tergambar dalam ekspresi itu, Wala nggak nyangka kalau ternyata Flora ... KOK, GINI, SIH, WOI?!