Ambigu

1525 Words
Hari-hari sudah berlalu semenjak Luna meminta Bibi Olin menghubungi orang yang pertama kali membawa pria bernama Tirta itu ke Neo Paradise. Namun sampai hari ini, Bibi Olin belum juga memberikan jawaban yang memuaskan hati Luna. Sementara pria bernama Tirta itu belum juga muncul. Selama empat hari ini Luna datang pagi-pagi sekali. Membantu mengganti perban di kepala David bersama Bibi Olin hingga menyambutt kepulangan Mentari dari rumah sakit. Luna duduk seharian di ruang tamu dan mendengarkan cerita Mentari selama berada di rumah sakit. Dokter bilang, jantungnya harus diganti dengan yang baru kalau tidak mau terus-terusan dirawat di rumah sakit. Anak-anak yang berada di sini adalah anak-anak istimewa dengan bakat yang luar biasa, anak-anak yang ditelantarkan orangtuanya namun, tidak sedikit di antara mereka yang ditelantarkan karena sakit parah. Neo Paradise sendiri di bangun 12 tahun lalu oleh almarhumah nenek Luna, entah karena apa almarhum neneknya membangun panti asuhan itu lantas menamakannya dengan nama Neo Paradise. Mungkin neneknya menyisipkan nama tersebut agar anak-anak tak beruntung itu dapat menikmati rumah yang seperti surga. Setelah menyuruh Mentari makan siang dan minum obat, Luna pergi ke halaman belakang tempat anak-anak bermain dan bench favoritenya. Suasana senyap karena anak-anak masih di sekolah. Hanya terdengar suara kicauan burung yang berterbangan liar juga hembusan angin yang berdesir, dilingkupi rasa kesepian membuat Luna kembali memikirkan TY, Tirta atau siapa pun dia, ke mana laki-laki itu? Kenapa dia belum muncul juga? “Luna?” Luna terhenyak saat ia mendengar suara Annisa disusul oleh suara langkah menuju tempatnya. Annisa pasti baru saja pulang dari rumah sakit. Dua tahun belakangan Luna memang meminta Annisa untuk melakukam apapun yang Annisa mau, Luna tidak tega jika harus menahan Annisa untuk selalu mengawasinya. “Aku mencium bau jeruk nipis,” ucap Luna sembari mencoba mencari sesuatu di sisi kanannya. Sayangnya Annisa sudah meletakkan plastik itu di pangkuan Luna. “Makan siang.” Annisa tertawa lantas membantu Luna untuk menggenggam sendoknya. “Terima Kasih, kamu enggak makan Annisa?” Annisa menatap bungkusan itu sekali lagi, sebelum ia keluar dari dalam mobil. Jay memberikannya tadi sebelum ia berangkat ke lokasi shooting tanpa mengatakan untuk siapa makanan itu. Annisa tersenyum kecut, baginya dulu atau sekarang Jay tetaplah Ambigu dan ia tak bisa menyalahkan siapapun untuk itu. Suasana panti asuhan itu masih sunyi. Ia baru saja melihat beberapa anak berseragam merah putih turun dari mobil jemputan. Annisa pun menarik napas panjang lalu memutuskan untuk membawa bungkusan itu ke dalam. Saat pertama memasuki halaman belakang objek yang pertama kali ia lihat adalah bench alumunium favorit Luna. Luna duduk di sana dengan kaki terayun dan kepala merunduk. Melihat punggung Luna dari jauh membuat Annisa mengingat saat pertemuan mereka pertama kali lima tahun yang lalu. Punggung yang dilihat Annisa saat pertama kali memasuki kamar Luna. Saat itu Luna masih menggunakan kursi roda karena tak mampu berjalan dengan baik, saat itu pula ia masih beberapa kali check up karena luka dalam yang parah paska kecelakaan. Butuh waktu yang sangat lama agar mereka berdua menjadi akrab, Annisaa yang memang orang periang dan humoris sesekali menceritakancerita lucu agar Luna bisa tersenyum dan akrab dengannya. Tapi, usaha tetaplah sia-sia sampai akhirnya sosok TY datang dengan berbagai cerita menarik untuk Luna. Beberapa bulan setelah pertemuannya dengan Jay barulah Annisa merasakan banyak perubahan pada dirinya, Entah karena ia terlalu sering bersama Luna berdiam diri di dalam kamar dan mendengarkan rekaman dari TY atau karena perasaan terhadap Jay yang mulai tak terkendali. Jay terluka dan kesepian juga dilingkupi rasa bersalah yang tak kunjung usai. Awalnya Annisa hanya merasa kasihan dengan pria malang itu. Sampai kemudian pertemuan mereka yang terlalu sering membuat atmosfer di antara keduanya berubah. Pita itu adalah kekasih Luna namun sekarang Annisa malah berpacaran juga dengannya. Ia mungkin sudah gila karena melakukan ini tapi, ia sadar bahwa dirinya membutuhkan Jay dan sebaliknya Jay juga membutuhkan dirinya. Annisa tau Luna dan Jay pacaran sejak sebelum kecelakaan beruntun itu terjadi. Siapa yang tak mengenal Luna Respati sang model muda yang selalu memenangkan ajang kecantikan di Asia? Lantas, Jay Rayunda? Bahkan sebelum ia masuk ke dunia entertainment, Annisa sudah lebih dulu mengenal ayahnya yang seorang CEO hotel ternama juga pemilik saham terbesar di salah satu perusahaan. Annisa dulu hanya pernah membaca beritanya di koran atau menonton mereka di televisi namun, sekarang ia berada di antara kedua orang itu dengan kacau. Annisa sudah tidak bisa mencerna siapa yang menyakiti siapa saat ini, ia tau Luna pasti akan memakinya karena perbuatan ini begitupun Pak Arjuna yang sudah mempercayakannya untuk Luna. Tapi, ia harus bertahan untuk pria yang dicintai menjadi pacar orang lain di saat yang sama ... bukankah itu sama menyedihkannya? Awalnya Annisa berpikir bahwa ia pantas dihukum seberat mungkin karena telah lancang menjadi orang ketiga di antara Jay dan Luna. Tapi, bagaimana dengan Luna? Apakah ia tidak bersalah juga dalam hal ini? Apakah pantas seseorang yang sudah berpacaran selama enam tahun memuja pria lain yang tiba-tiba datang dengan nama TY itu? Annisa tau semua ini cukup membingungkan. Dirinya, Jay, Luna, juga TY. Mereka sama-sama terjebak dalam hubungan ambigu ini, lantas bagaimana lagi? Mereka bisa apa? Annisa menarik napas panjang, lantas memantapkan langkahnya untuk menghampiri Luna sebelum makanan pemberian Jay itu menjadi dingin dan tak enak dimakan. *** Mungkin itu adalah salah satu alasan kenapa Tirta tidak berminat menjadi seorang aktor, ia sama sekali tidak pandai berakting, bahkan kejadian di Neo Paradise beberapa waktu lalu adalah bukti nyata kepayahannya dalam dunia akting. Tak seharusnya ia meninggalkan gadis itu begitu saja. Gadis itu mengenali suaranya. Tirta tau itu. Tirta tau betapa besar usaha Luna untuk mencari tahu identitas TY yang sebenarnya. Tirta juga masih menyimpan tumpukan surat balasan dari gadis itu. Dan ia sangat mengerti bahwa Luna mengenali suaranya sebagai suara TY. Itu sebabnya saat ini Tirta kembali ke panti asuhan itu setelah ribuan sms yang diterima oleh Doni dari Bibi Olin. “Ini adalah kesempatan bagimu, Tirta,” Tirta bergumam kecil sembari membenarkan topi yang ia kenakan lantas ia membuka pagar besi yang dihiasi tanaman merambat itu. “Wah! Kakak tinggi itu datang lagi!” “Benarkah? Mana?” Tak butuh waktu lama, anak-anak itu sudah mengerumuni Tirta. Tirta mengulas senyum kepada anak-anak itu, di sana pun ada anak yang berkuncir dua dengan poni pendek seperti dora. Ya, Tirta ingat anak itulah yang meminta bantunya tempo hari. Kemudian matanya beralih kepada anak dengan rambut bob tipis. Anak itu tak berkedip saat mendongak menatap Tirta. Tirta berjongkok di hadapan anak itu. “Namamu siapa anak manis?” “Rambutnya keren,” kata anak berambut tipis itu. Tirta mengernyit bingung. Kemudian mengangkat bahu sembari tersenyum tipis. “Kamu juga keren.” Anak itu perlahan menyingkirkan tangan Tirta yang baru saja mengelus puncak kepala anak itu. Anak itu berlari menjauh dari Tirta. Anak kecil berkuncir dua itu menyilangkan kedua tangannya di depan d**a kesal. “Rambut Brian setiap harinya selalu rontok, kenapa memegang kepalanya?” “Maksudnya?” “Dia sakit! Dan susah sembuh!” cetus anak berkuncir dua itu. “Sakit?” “Sebagian anak di panti asuhan ini sakit parah dan mungkin tidak bisa tumbuh setinggi kamu,” kata anak itu sebelum akhirnya ikut pergi meninggalkan Tirta yang masih terbengong bingung. Tirta pun memanggil anak itu, “Hei!” Anak itu kembali menatap Tirta, dan memiringkan kepalanya. “Aku?” “Iya, kamu ... siapa namamu?” “Mimi.” “Nama yang bagus, eum ... kamu mau dengar cerita yang seru?” *** Annisa baru saja memasukkan bungkus bekas makan siang Luna ke dalam tong sampah saat anak-anak itu berlarian saling dorong menuju suatu tempat. Luna sendiri masih sibuk meminum air dari botol minumnya, agak terkejut juga. “Ada apa Annisa? Kenapa anak-anak berlarian?” Luna bertanya setelah mendengar David ikut tertawa bersama Mentari. Annisa sendiri masih belum bisa mencerna apa yang sedang terjadi sampai ia melihat seorang pria jangkung dengan rambut yang sengaja di semir blonde muncul di depan mereka. Mata Annisa bertemu pandang dengannya dan laki-laki itu tersenyum. Annisa mengalihkan matanya pada Luna. “Ada seorang laki-laki tinggi.” Luna tanpak terkejut ia pun menggapai tangan Annisa dengan cekatan. “Siapa?” “Aku juga kurang tau, Lun.” Tak menunggu lama Mimi muncul di depan mereka lantas mengatakan, “Kak Luna! Kak Annisa! Ayo, ikut!” “Mimi?” tanya Luna dengan wajah sumringah. “Ikut ke mana?” “Mendengar cerita seru.” Tanpa menunggu waktu lama Mimi memyeret paksa Luna bersama Annisa. Luna hanya bisa melangkah tergesa sekaligus bingung. “Kita mau ke mana, Mimi? Jangan berlari.” Mimi semakin berjalan dengan cepat hingga Luna berpikir mereka akan pergi lebih jauh lagi sebelum akhirnya Mimi berhenti dan menyuruh mereka berdua untuk duduk di atas karpet tamasya yang sengaja disediakan di sana. “Kita di depan ayunan itu ... ada seseorang di depan sana.” Annisa menjelaskan kepada Luna. Setelah itu Luna benar-benar memasang telinganya baik-baik sedetik kemudian anak- anak terdiam secara kompak. “Selamat Siang anak- anak, perkenalkan nama saya Tirta Revaga. Saya akan menceritakan sebuah cerita yang akan kalian sukai ....” Laki-laki itu menghentikan perkataanya untuk menarik napas panjang. Luna terdiam dan seketika membeku setelah suara berat itu masuk ke dalam gendang telinganya dan dengan kekuatan super cepat menggapi otaknya. Seperti sedang mencari data-data yang berhubungan dengan suara itu. Luna menggenggam ujung gaunnya erat-erat. Dan semuanya terkumpul. “Suaranya ...,” gumam Luna lirih. “Apa mungkin ....” Annisa terdiam saat Tirta kembali menyambung perkataannya yang terhenti tadi. “Long Flight.” Jantung Luna seperti ditabuh dengan kuat secara berulang kali. Wajahnya mendadak bersemu merah dan senyum merekah di wajahnya. “Dia TY, Annisa.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD