Joshua, si koko alias china indo, kini berada di rumahnya Garrix, tujuannya adalah untuk memberikan tas temannya itu kepada sang ibu. Sebelum bolos, tadi Garrix sudah berpesan kepada Joshua untuk mengantarkan tasnya ke rumah.
Rinjani mengernyitkan keningnya seraya menerima tas Garrix yang diberikan oleh Joshua. “Kok tasnya Gaga sama kamu? Dia ke mana, Jo?” Tidak biasanya Garrix seperti ini, senakal-nakalnya anak itu, ia tidak pernah bolos sekolah.
Joshua mengendikkan bahunya. “Kurang tahu, Tan, tadi pas jam istirahat pertama dia langsung cabut, dan dia cuma pesan tasnya diantar ke rumah,” ujar Joshua apa adanya dengan logat Jawa yang masih terdengar jelas.
“Anak itu benar-benar ya. Dia udah berapa kali bolos, Jo?”
“Baru kali ini, Tan. Sebelumnya enggak pernah.”
“Itu anak cari mati kalau papanya sampai tahu. Ya udah, Jo, terima kasih ya, udah antar tasnya Gaga.” Meskipun masih kesal dengan kelakuan Garrix, Rinjani tetap menampilkan senyuman kepada teman anaknya itu.
Joshua mengangguk. “Kalau begitu aku langsung pamit ya.” Setelah pamit, ia pun langsung menghilang dari rumah itu.
Kemudian, Rinjani pun langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi Garrix, tetapi setelah tersambung, deringan ponselnya terdengar dari dalam tas Garrix. Wanita itu pun langsung merogoh tas itu, ternyata Garrix tidak membawa ponselnya. “Astaga, anak itu ya, benar-benar biar enggak ada yang bisa lacak keberadaan dia. Kalau sampai papa tahu, mama enggak tahu lagi harus gimana.” Dari dulu Fahreza memang tidak mempermasalahkan anak-anaknya main ke sana ke mari, bergaul sana sini, asal tahu batas dan tidak mengganggu pendidikan, apalagi sampai bolos seperti ini.
***
Biaya liburan ke Bali ini ditanggung semua oleh Garrix. Ia memang sengaja tidak membawa ponselnya, tetapi ia tetap membawa dompet. Garrix memang sengaja tidak membawa ponsel, karena paling malas ditelepon orang rumah kalau tahu ia bolos. Garrix hanya memesan satu kamar tanpa sepengetahuan Aileen. Untuk reaksi Aileen biar jadi urusan nanti, yang penting ia bisa sekamar berdua, walau tidak sekasur. Saat ini mereka baru saja sampai di bandara Ngurah Rai, kemudian taksi membawa mereka ke hotel yang dituju. Tempat yang dipilih oleh Garrix adalah di Nusa Dua, karena di situ daerahnya masih asri dan cocok untuk melepas penat. Taksi yang mereka tumpangi pun akhirnya sampai di tempat tujuan. Setelah membayar sewa, keduanya langsung mengeluarkan barang dan masuk ke hotel. Sebenarnya yang membawa barang hanya Aileen, sedangkan Garrix hanya baju di badannya, yang ia beli saat masih di Jakarta untuk menggantu seragam. Untuk masalah pakaian nanti, ia bisa beli di sini. Hidup Gaga memang sesimple itu.
Resepsinosis memberikan satu kunci kamar kepada Garrix, membuat Aileen jadi bingung. “Ini kok cuma satu kunci ya? Maksudnya apa?”
Tanpa aba-aba, Garrix mengandeng tangan Aileen menuju kamar mereka. “Udah nanti aku jelasin.” Garrix membuka pintu dan mempersilakan Aileen untuk masuk, di dalam kamar itu ada twin bed. “Inia da 2 kasurnya, kamu enggak perlu takut gitu, aku juga enggak bakal apa-apain kamu, just sleep. Oke? Boros tahu kalau sewa 2 kamar untuk seminggu, mending 1 kamar aja, kan? Lagipula aku enggak bakal apa-apain kamu sebelum nikah, tunggu pas kita udah nikah, Tan?”
Aileen memutar bola matanya. “Nikah gundulmu, siapa juga yang mau nikah sama kamu, pikiran saya itu masih normal, ya kali saya mau nikah sama kamu yang masih bau kencur. Pipis aja kayaknya belum lurus.”
Garrix langsung memelototkan matanya. “Enak aja, dikata aku bocah SD apa. Jadi gimana, enggak keberatan kalau kita sekamar?”
“It’s okay, selama kamu enggak macam-macam, tapi awas aja kalau kamu berani, saya lapor kamu ke orang tua kamu.” Aileen jadi teringat sesuatu. “Ga, ini kamu ke sini udah kasih tahu orang tua kamu?”
“Menurut, Tante? Ya, jelas belumlah, kalau papa aku tahu, bisa digantung aku. Eh tapi, katanya papa aku itu mantan mahasiswanya kakek kamu ya, Tan?”
Aileen mengangguk. “Iya, kakek juga cerita. Udah ah, aku mau mandi dulu.”
“Oke, nanti malam, temenin cari baju ya buat seminggu di sini.”
“Iya, bawel.”
Aileen pun langsung bergegas ke kamar mandi, sementara Garrix pun langsung merebahkan badannya di kasur. Bosan juga tidak pegang ponsel, kemudian mata Garrix tertuju pada ponsel Aileen yang tergeletak di atas meja. “Ai, boleh pinjam HP gak? Aku enggak bawa HP nih bosan banget!” ujar Garrix dengan suara yang sedikit meninggi agar Aileen bisa mendengar.
“Jangan! Kamu enggak ada hak buat sentuh barang saya.” Aileen pun menjawab dengan suara yang agak meninggi.
“Ya ampun buat main game doang.”
“Di HP aku enggak ada permainan.”
“Nanti aku download, ayolah. Memori HP kamu enggak akan habis kalau buat download satu permainan.”
“Ya udah terserah kamu.”
Garrix langsung tersenyum senang. “Berapa Passcodenya?”
“Tanggal lahir aku.”
“Berapa tanggal lahir kamu?”
“Cari aja sendiri. Udah aku mau fokus mandi, jangan tanya-tanya lagi.”
Garrix pun langsung mencari tahu tanggal lahirnya Aileen lewat KTP yang ada di dompetnya. “Ai, aku lihat KTP kamu ya, buat lihat tanggal lahir.” Tidak ada jawaban, akhirnya Garrix pun langsung mencari dompet Aileen di dalam tas, dan mengeluarkan sebuah KTP. Garrix tersenyum tipis. “Benar-benar, beda 7 tahun.” Kemudian Garrix pun langsung mengetikkan 6 digit angka di layar ponsel Aileen, dan benar ponselnya bisa terbuka.
Kemdian ia kembali rebahan dan mengunduk aplikasi game di Appstore, tiba-tiba muncul chat dari Dinda. Gaga tidak membuka karena tidak mau melanggar privasi, tetapi chatnya muncul di notifikasi.
Dinda: Kak Ai, kata Kak Sarah lo lagi di Bali? Ih nyebelin banget tahu enggak! Liburan tapi enggak ngajak-ngajak. Eh, Kak. Hubungan lo sama Gaga gimana? Gue udah suka sama dia dari kelas 1, tapi dia malah suka sama lo yang umurnya jelas-jelas lebih tua 7 tahun dari dia. Capek tahu, suka sama orang yang enggak suka sama kita. Mau nyerah tapi hati minta terus berjuang. Lo balik cepat ya, enggak ada lagi yang gue ajak berantem
Tak lama kemudian muncul Aileen yang baru kelar mandi, tentu saja sudah berpakaian lengkap. “Eh, Tan, si Dinda pernah cerita tentang aku?” Garrix menunjukkan notifikasi chat di ponsel ke Aileen.
“Sering sih enggak, cuma ya dia pernah bilang kalau dia suka sama the most wanted, dari kelar 10, tapi cowok itu enggak pernah lirik Dinda, atau mungkin tahu Dinda hidup aja enggak. Cuma pas dulu dia cerita enggak pernah spill nama. Sekarang aku baru tahu ternyata yang Dinda maksud itu kamu.”
Garrix hanya manggut-manggut, seraya login ke aplikasi game yang baru saja ia download.
“Lagian, Ga, kamu enggak tertarik sama dia? Seumuran kamu, dia sayang sama kamu, dia juga cantik.”
Garrix mengalihkan pandangannya dari ponsel ke wajah Aileen. “Enggak, aku tertariknya sama kamu, tante-tante nyebelin yang berani usir aku dari kafenya, yang enggak tertarik dengan seorang Garrx Kalandra.”
“Ga, umur aku itu udah enggak muda lagi. Kakek selalu maksa saya buat nikah, jadi stop kejar-kejar saya, saya hanya menerima yang pasti bukan yang hanya penasaran.”
Aileen langsung berdiri di depan cermin, seraya memakai pelembab wajah.
“Emang kenapa kalau umur kita beda jauh? Aku bisa---”
Aileen langsung menyela ucapan Garrix, ia malas kalau membahas hal yang enggak penting. “Ga, sana mandi. Sebentar lagi gelap.” Bagi Aileen segala rayuan dan perkataan yang keluar dari mulut Garrix itu hanya angin lalu. Ia ingin menjaga hatinya agar tidak baper dengan laki-laki itu. Biarlah ia menjaga perasaannya sampai ada yang benar-benar serius, bukan hanya main-main.
***
“Gaga mana? Enggak ikut makan malam?” tanya ayahnya seraya melihat ke sekeliling karena tidak melihat Garrix. Mereka memang memiliki tradisi, sarapan dan makan malam harus sama-sama kalau tidak ada acara masing-masing, mereka jarang bisa berkumpul karena kesibukan satu sama lain, jadi diusahakan saat pagi dan malam mereka bisa berkumpul.
“Pa, Gaga lagi ada acara bareng teman-temannya di luar kota, jadi dia beberapa hari ini enggak ada di rumah.” Rinjanji terpaksa berbohong karenatidak mau suaminya sangat murka kalau tahu anaknya hilang tanpa kabar, bahkan ia bolos sekolah, tapi sati yang Rinjani tahu pasti Garrix baik-baik saja.
Fahreza mengernyitkan keningnya. “Ada acara sama teman-temannya? Kenapa enggak izin dulu sama papa? Dia sekarang mau jadi pembangkang? Pergi seenaknya! Di rumah ini ada aturan, jangan seenaknya sendiri. Mau jadi apa anak itu?” Nafsu makan Fahreza pun hilang karena mengingat kelakuan putranya itu. “Kapan dia bisa kayak Ale?!” lanjut Fahreza dengan tatapan menyalang.
Rinjani menghela napas pelan. “Pa, nilai Gaga di sekolah cukup baik, dia cukup berprestasi, dia bisa punya uang sendiri, apa pernah dia minta uang ke kita lagi, Pa? Kenapa selalu membanding-bandingkan antara Gaga dan Ale, mereka jelas beda! Ale punya kelebihan sendiri, begitu juga dengan Gaga, jadis top bandingkan antara Gaga dan Ale.” Rinjani paling tidak suka jika Fahreza sudah membandingkan kedua putranya itu.
“Papa rasa papa enggak pernah sebutin lagi apa perbedaan Gaga dan Ale. Jelas, Ale jauh lebih baik dari Gaga!” Fahrexa pun langsung beranjak dari tempatnya. “Didik anak kamu, biar tidak seenaknya sendiri.” Fahreza pun langsung ke kamar karena ia tidak berselera makan.
***
Setelah shopping di pusat perbelanjaan yang ada di Bali, Garrix dan Aileen pun langsung menuju restoran yang lokasinya tak jauh dari pantai dengan view yang cukup bagus. Suasananya cukup menenangkan.
“Ga, kamu ke sini enggak bawa HP, enggak izin, ini serius kamu enggak bakal dicariin sama orang tua kamu? Atau kamu mau hubungi mereka pakai HP saya?” ujar Aileen seraya menunggu pesanan mereka datang.
Garrix menggeleng. “Iya paling, nanti pas pulang dihajar sama papa,” ujar Garrix dengan senyuman tipis seolah itu adalah hal yang biasa saja.
“Papa kamu keras?”
Garrix terkekeh pelan. “Sejak kecil selalu dididik keras. Gaga, kamu harus rajin belajar! Gaga, kamu enggak bolah main! Gaga, kamu harus contoh kakak kamu, Ale! Gaga, kamu itu harus ini itu! Gaga, kamu enggak boleh ini itu!” Garrix terikat betapa kerasnya didikan Fahreza. “Aku punya abang namanya Ale, sekarang dia S2 di Amerika, sebentar lagi selesai. Ale itu tipe yang penurut. Ale, kamu harus ini itu, dia oke aja, walaupun kadang apa yang papa minta itu bukan hal dia suka. Makanya dia jadi anak kesayangan papa banget, papa selalu bandingin aku sama dia. Sedangkan aku itu, bisanya cuma lawan papa.”
“Lawan papa? Kamu pembangkang?”
Garrix menaikkan sebelah alisnya. “Enggak juga kalau aku pembangkang, aku bisa aja milih hidup sendiri di luar sana dan ninggalin keluarga aku. Apa ya, aku tipe orang yang kalau aku enggak suka ya enggak suka, kalau aku suka ya jangan dilarang. Contohnya, pas aku awal masuk SMA, Papa minta aku buat masuk SMA negeri favorit, tapi aku enggak mau, cukup aku tertekan di SMP, aku sekolah sama orang ambis itu enggak bisa, lama-lama aku bisa gila. Makanya aku milih buat masuk swasta dan akhirnya papa enggak mau biayain aku sekolah, but it’s no problem, aku punya pilihan sendiri. Aku masih sering main keluyuran dan papa enggak suka, beda sama Ale yang di rumah aja, temanan sama buku. Ya intinya, papa pengin aku lakuin apa yang dia mau, sedangkan aku masih mau bebas.”
Aileen bisa lihat dari tatapan mata Garrix kalau dia benar-benar tidak bahagia. “Kamu bahagia?”
Garrix terkejut dengan pertanyaan Aileen. “Bahagia? Maybe, seenggaknya aku masih punya mama, yang jadi alasan aku untuk tetap bertahan di rumah itu. Ya aku sabar-sabarin aja sikap papa.”
“Ga, gimana pun papa kamu dia tetap ayah kamu, kamu harus bersyukur masih punya ayah. Banyak orang di luar sana yang orang tuanya pergi lebih dulu dan bahkan mereka belum bisa membahagiakan orang tuanya.”
Gaga tersenyum tipis. “Of course, babe.”
Tanpa sadar di tempat tak jauh dari Garrix dan Aileen dan para gadis yang memotret dan mengambil video mereka secara diam-diam. Apalagi Garrix dan Aileen saat ini sedang viral. Mereka akan posting di sosial media, lumayan untuk menaikkan konten. Pasti dunia maya akan kembali heboh jika tahu kalau Garrix dan Aileen liburab berdua ke Bali.
“Gue yakin, pasti bakal FYP konten ini,” ujar salah satu gadis kepada kedua temannya.
“Jelas,” balas salah satu temannya.
Temannya yang lain menimpali. “Ayo, cepat diposting, gue enggak sabar lihat respons netizen.”
Tak lama kemudian video Aileen dan Garrix pun sudah diposing di akun TokTok.
***