Bab Empat

2125 Words
Skandal Garrix dan Aileen sudah sampai ke telinga keluarganya, salama ini ayahnya Garrix terlihat biasa saja menanggapi skandal putranya, tetapi kali ini berbeda. Pascanya, Fahreza memang cukup mengenali Aileen karena dia adalah cucu kesayangan dosennya dulu. Saat Aileen masih umur beberapa tahun sering dibawa oleh Yusuf ke kampus dan tak jarang Fahreza menggendong Aileen. Dulu gadis itu memang sangat menggemaskan membuat para mahaiswa kakeknya menjadi tertarik untuk bermain dengannya. Di beberapa kesempatan juga, Fahreza masih bertemu dengan mantan dosennya itu, dan Yusuf selalu bercerita apa pun tentang Aileen. Makanya sedikit banyak Fahreza mengetahui tentang Aileen. Meskipun Aileen itu cucu dosennya tetap saja Fahreza tidak suka kalau Garrix berhubungan dengan Aileen, bukan karena apa, ia hanya tidak suka kalau putranya menjalin hubungan dengan perempuan yang usianya terpaut jauh dari Garrix. “Ga, gosip itu benar?” tanya Fahreza tiba-tiba di saat mereka sedang sarapan. “Papa harap kalau skandal itu tidak benar. Papa cukup tahu tentang Aileen, karena dia adalah cucu mantan dosennya papa dulu. Kamu tahu kenapa papa tidak setuju? Itu semua karena umur kalian yang terpaut jauh, di saat papa masih kuliah dan belum bertemu dengan mama, Aileen sudah lahir dan papa sudah menggendongnya. Sekarang usia Aileen sudah 25 tahun dan kamu SMA pun belum lulus,” ujar Fahreza panjang lebar. Ia sama sekali tidak setuju jika Garrix menjalin hubungan dengan Aileen. Walau tak bisa dipungkiri kalau Aileen memang cantik dan seorang wanita mandiri, yang mampu membangun usaha yang cukup sukses di usianya yang masih muda. Garrix meneguk s**u putih di hadapannya. “Pa, kenapa kalau umur beda jauh? Enggak masalah, Pa. Age just a number, bukan sesuatu yang penting dalam hubungan, yang penting aku dan Aileen saling mencintai. Dia cantik, dia mandiri, dia cerdas, dan dia menggemaskan. Enggak ada alasan buat aku menolak pesonanya Aileen. I love her at first sight. Papa enggak ada hak buat larang aku pacarana sama dia. Wait, tadi papa bilang kalau Aileen itu cucu mantan dosennya papa, berarti bagus dong, papa udah tahu latar belakang keluarga dia gimana, jadi enggak ada alasan buat dia enggak bisa diterima di keluarga ini.” Garrix mengatakan hal itu dengan sangat lancar, tanpa memikirkan ekspresi sang ayah yang seperti ingin menerkam Garrix saat ini juga. “Garrix Kalandra! Tahu apa kamu tentang mencintai hah? Lebih baik kamu belajar yang benar, biar jadi orang sukses! Kalau papa bilang tidak setuju ya tidak setuju, kamu jangan membantah.” Fahreza benar-benar tidak bisa menahan emosinya. “Gaga, kenapa kamu tidak bisa menjadi kakakmu yang selalu menjadi penurut? Kenapa kamu ini sangat berbeda sama kakakmu? Ale kalau papa larang ini itu dia pasti tidak pernah membantah! Tidak seperti kamu, ajak debat papa adalah hobimu. Papa ini ayahmu, sudah seharusnya kamu menuruti apa yang papa katakana. Jangan membantah!” Fahreza selalu membandingkan Garrix dengan Jeffrey Aleandra yang saat ini masih menempuh pendidikan magister di salah satu universitas di Amerika. “Ale lagi Ale lagi, bandingin aja terus aku sama anak kesayangan papa itu!” Garrix pun langsung beranjak dari tempatnya. “Aku berangkat.” Ia pun langsung meninggalkan ruang makan itu, padahal Garrix masih lapar. Tidak apa-apa, nanti bisa makan di sekolah. Rinjani pun pun langsung beranjak dari tempatnya dan menyusul putranya yang sudah berada di atas motornya. “Ga, kamu itu kalau papa bilangin ya nurut aja, jangan buat papa marah. Lagipula apa susahnya cari cewek lain? Kamu itu terkenal, kamu ganteng, kamu pintar, kamu banyak uang. Kamu bisa dapatin cewek mana pun yang kamu mau. Jangan Aileen, benar kata papa kalau Aileen itu ketuaan buat kamu. Nurut ya?” Rinjani hanya tidak mau jika Garrix dan Fahreza terus berselisih paham, mereka sama-sama keras, jadi harus ada salah satu yang mengalah. Dalam hal ini, Rinjani setuju dengan Fahreza, ia tidak mau kalau pasangannya Garrix lebih tua. Rasanya tidak pantas saja. Garrix mengembuskan napasnya. “Kalian sama aja. Aku berangkat dulu, nanti telat.” Garrix pun langsung menyalakan mesin motornya dan melaju keluar dari pelataran rumahnya menuju sekolah. *** Skandal asmara Garrix dan Aileen masih jadi topik hangat di sosial media, di internet, bahkan di sekolahnya. Pascanya, nama Garrix memang sedang naik daun saat ini, diidolakan oleh banyak orang, terutama anak-anak dan remaja. Banyak netizen yang tidak suka dengan  hubungan mereka, tetapi tak jarang juga banyak yang mendukung. Namun, tidak bisa dipungkiri banyak penggemarnya yang patah hati karena Garrix akhirnya memiliki kekasih setelah sekian lama ia malas berkomitmen. “Gaga, aku enggak suka ya kalau kamu punya skandal sama cewek itu. Pokoknya kamu klarifikasi kalau kamu sama dia enggak ada hubungan apa-apa!” ujar Felicya saat Garrix baru masuk ke kelasnya. Felicya ini adalah gadis yang berciumann dengan Garrix beberapa hari yang lalu di kafenya Aileen. Garrix menyimpan tasnya di atas meja, lalu menaikkan sebelah alisnya. “Maaf, lo siapa? Emang ada hak apa lo larang-larang gue?” Garrix paling tidak suka kalau dirinya diatur oleh siapa pun, apalagi orang itu tidak ada kontribusi apa pun dalam hidupnya. “Minggir gue mau ke kantin. Oh iya, gue ingatin sama lo, gue sama lo enggak ada hubungan apa pun, kita jalan bareng, kita ciuman karena lo yang ajak. Yakali, kucing nolak ikan. Jadi, lo enggak ada hak buat atur-atur gue, lo bukan siapa-siapa di hidup gue, paham?” Garrix langsung meninggalkan Felicya yang mematung karena mendengar perkataan Garrix yang begitu menyakitkan. Dinda menatap Garrix dari kejauhan seraya tersenyum. Teman-temannya Dinda juga tahu kalau ia menyukai Garrix sejak kelas 10, tetapi Dinda sadar diri kalau ia tidak secantik perempuan-perempuan yang dekat dengan Garrix selama ini, ia juga tidak menonjol di sekolah ini karena tidak punya prestasi apa pun. Kemarin saat Garrix mencarinya, Dinda bahagia sekali, tetapi ternyata Garrix hanya menanyakan tentang Aileen, kakaknya. Terlebih lagi skandal itu membuat Dinda muak. Ia tidak setuju jika Garrix menjalin hubungan dengan Aileen. “Din, mau sampai kapan lo cuma stuck sama cowok yang jelas-jelas enggak tertarik sama lo?” ujar Rachel seraya memperhatikan mata Dinda tertuju kepada Garrix yang sedang menikmati sepiring nasi goreng. “Iya benar, kata Rachel. Mending lo nyerah aja. Dia mana tertarik sama cewek biasa aja macam kita ini. Lagipula ini udah mau 3 tahun, masa lo cuma stuck sama dia dan enggak pernah pacarana, mending lo cari cowok lain aja, kayak gue sama Rachel,” ujar Briana meyakinkan Dinda. “Bahkan, kemarin Garrix nyariin lo cuma mau tanya tentang kakak lo, kan?” lanjut Briana lagi. Dinda menggeleng. “Gue enggak akan nyerah, selama ini gue enggak tahu caranya buat gue dekat sama dia, tapi sekarang gue tahu caranya.” Dinda pun beranjak dari tempatnya, dan membawa segelas es jeruk menuju meja Garrix. “Ga, gue boleh gabung?” ujar Dinda yang kini berada di hadapannya Garrix. “Itu juga kalau lo mau tahu tentang Kak Ai sih,” lanjut Dinda lagi. Mendengar nama Aileen membuat Garrix jadi tertarik, laki-laki itu mengangguk. Kemudian Dinda pun langsung duduk di hadapannya Garrix, dan meletakkan es jeruknya di atas meja. “Pertama-tama, gue mau minta maaf buat soal yang kemarin. Mungkin gue enggak bisa kasih nomor dia ke lo, karena gue enggak mau langar privasi, tapi gue bisa jawab semua pertaanyan apa pun yang lo mau tanyain tentang dia. Gue akan bantu kalau lo mau dekat sama dia,” ujar Dinda dengan senyuman manis. Ini adalah satu-satunya cara biar Dinda bisa dekat dengan Garrix. Garrix menghentikan aktivitas makannya, dan meneguk segelas air di hadapannya. “Enggak perlu, gue bisa cari tahu sendiri tentang dia.” Garrix pun langsung beranjak dari tempatnya dan kembali ke kelas, meniggalkan Dinda yang masih terpaku di tempat. Benar-benar menyebalkan. Rachel dan Briana langsung menghampiri Dinda yang sedang kesal. “Masih enggak mau nyerah?” ujar Rachel. “Yakin mau bertahan? Dapat sakitnya doang,” lanjut Briana. Dinda menggeleng dengan senyuman manis. “Enggak, gue harus berjuang! Semangat, Dinda!!!” “Terserah lo deh,” ucap Rachel dan Brian bersaamaan. *** Semenjak ada skandal itu kafenya Aileen langsung ramai dari hari biasanya. Aileen senang karena kafenya tidak pernah sepi lagi, tapi kadang kalau ingat hal yang membuat kafenya ini rame rasanya Aileen ingin marah. Ia tidak suka jika dirinya jadi pusat perhatian, bukan hanya di dunia nyata, tapi juga di dunia maya. Followers sosial medianya Aileen jadi meningkat pesat, bahkan banjir komentar, entah itu positif atau negative. Aileen malas juga membacanya. “Kayaknya kafe ini mesti ditutup untuk sementara deh, Sar, sampai orang-orang lupa sama skandal gue sama si Garrix, mending gitu kan? Gue enggak mau kalau kafe gue ini rame karena skandal itu, tapi gue mau rame ya karena mereka suka sama kafe ini. Lagipula gue butuh istirahat, capek banget rasanya, gue butu healing beberapa saat,” ujar Aileen kepada Sarah. Sarah menggeleng. “Jangan, kalau lo tutup sementara sama aja nolak rezeki. Gini aja, lo healing aja berapa lama yang lo mau, biar kafe ini gue yang handle.” “Lo serius? Lo juga kan lagi hamil, Sar. Lo jangan terlalu capek, kasihan sama kandungan lo.” Sarah ini memang sudah menikah sejak setahun lalu, tapi tahun ini baru dikasih kepercayaan untuk hamil, usia kandungannya juga baru satu bulan, jadi masih rentan, harus dijaga ekstra. “Jangan deh, gue enggak setuju, suami lo bantu gue di kafe ini aja udah enggak setuju karena lo lagi hamil muda, masih rentan, Sar. Kalau lo handle sendirian, pasti capek banget. Gue enggak mau lo kenapa-napa,” lanjut Aileen. Sarah menggeleng. “Enggak, Ai. Lagian gue juga cuma mantau, kan ada koki, ada pelayan. Lo tenang aja ya, lo butuh liburan. Tapi lo liburan sendiri enggak apa-apa, kan?” “Benar enggak apa-apa?” Aileen memastikan. “Asli enggak apa-apa,” jawab Sarah meyakinkan. Aileen beranjak dari tempatnya. “Thanks ya, ya udah gue balik dulu. Mau siap-siap. Paling nanti gue liburannya seminggu doang. Lo baik-baik ya, kalau ada apa-apa kabarin gue.” “Siap. Hati-hati ya, selamat liburan.” Saat Aileen sudah berada di mobilnya, tiba-tiba ada seseorang yang ikut masuk dan duduk di jok penumpang. Siapa lagi kalau bukan Garrix. “Garrix!” ujar Aileen dengan terkejut. Garrix langsung menyahut. “Gaga aja, biar akrab.” “Tante mau ke mana? Buru-buru amat.” “Bukan urusan kamu. Saya minta kamu keluar. Kamu itu jangan muncul di hadapan saya. Bisa? Sejak skandal sialan itu hidup saya tidak tenang, Gaga!” “Gaga? Berarti Tante mau akrab sama aku? Emang sih pesonanya aku itu luar biasa. Tante-tante kayak kamu aja bisa suka sama aku.” Kesabaran Aileen benar-benar teruji, ia harus sabar menghadapi Garrix yang selalu bersikap semaunya sendiri. “Terserah kamu deh, tapi saya minta kamu keluar dari mobil saya. Saya buru-buru.” Garrix menggeleng. “Mau pergi ke mana pun tante pergi. Lagipula kalau aku turun, nanti aku bakal bilang sama media kalau sebentar lagi kita bilang kalau dalam waktu dekat ini kita nikah karena kamu ngandung anak kamu.” “Sinting, kurang ajarr kamu, Garrix Kalandra! Terus apa mau kamu?” Rasanya Aileen ingin menghilang saja dari bumi ini. Ia malas berhubungan dengan manusia menyebalkan macam Garrix. Sangat menyebalkan. “Aku mau ikut ke mana pun Tante pergi.” Percayalah Garrix saat ini sangat terlihat manja, seperti balita yang sedang membujuk ibunya biar dibelikan mainan, sangat berbanding terbalik dengan badan dan wajahnya Garrix. “Saya mau ke ujung dunia. Mau ikut?” “Of course.” “Gilaaaa!” “Karena kamu.” “Saya serius, saya mau liburan karena saya lelah. Kamu mesti sekolah.” “Sama aku juga bosan, makanya aku bolos sekolah. Eh bukan bosan sih, aku kangen sama kamu. Aku tadi kabur lewat tembok belakang, ke sini pakai taksi dan enggak bawa tas pun, itu udah nunjukin kalau aku nekat karena kamu. Eh pas sampai sini, aku lihat kamu masuk mobil. Ya udah aku ikut aja.” “Ga, belajar yang pintar jangan bolos. Sana balik ke sekolah.”  Garrix menggeleng. “Pecuma dong aku ke sini kalau disuruh balik. Lagipula aku pintar, jadi enggak usah khawatir nilai aku bakal jelek kalau bolos.” “Kamu benar mau ikut?” Garrix mengangguk. “Saya mau ke Bali selama seminggu, dan kamu mau ninggalin sekolah kamu selama seminggu? Kamu itu kelas 12, bentar lagi ujian, enggak baik kalau bolos terlalu lama.” “No problem. Kan tadi aku udah bilang, kalau aku itu pintar, enggak akan b**o tiba-tiba kalau bolos.” “Oh ayolah, Ga. Saya butuh healing, butuh sendiri, jangan ganggu saya.” “Kalau aku turun sekarang berarti Tante rela kalau aku klarifikasi ke media Tante hamil anak aku dan beberapa hari lagi kita nikah.” Aileen mengacak rambutnya frustasi, daripada Garrix bertindak lebih jauh, lebih baik ia mengalah. “Iya kamu boleh ikut, tapi kamu jangan macam-macam. Awas aja!” “Siap Tante Aileen Arabella, kesayangannya Garrix Kalandra.” Aileen menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkahnya Garrix, benar-benar Ajaib tidak seperti bocah 18 tahun. Lebih mirip bocah 2 tahun. *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD