“Kenapa kau sangat yakin akan hal itu? apa Rein bukan lagi menjadi ancaman buatmu?” Erwin tidak serta menjawab tanyaku yang sarat akan tantangan. Sebaliknya pria itu malah meraih salah satu anak rambutku yang menjuntai lalu menyelipkannya dibelakang telingaku. “Tidak. aku sama sekali tidak khawatir. Sebab aku adalah pria yang paling sempurna untuk mendampingimu. Dan kau mencintaiku,” caranya berucap benar-benar penuh dengan arogansi. Aku sempat menyesal mengakui bahwa aku jatuh hati padanya. Sebab aku merasa bila aku mengekspos perasaan itu secara gamblang aku akan kembali diperbudak dan dibodohi. Menjadi perempuan yang sekali lagi harus tersakiti dan lemah. Aku sangat tahu diriku sendiri yang mendadak linglung dan bodoh saat jatuh cinta. Dan bila untuk kesekian kalinya kurasa aku tidak