BAB 13. JADI BENAR KITA MENIKAH?

1114 Words
. . "Jadi kamu sopir pribadi atau driver ojol?" Tanya Bulan begitu lelaki itu duduk di balik kemudi. "Nggak sabaran hmm? Sama seperti malam itu," goda lelaki itu sembari membuka masker dan kaca mata hitamnya. Begitupun topi yang menutupi rambut lebatnya. Lelaki itu membalik wajah menghadap ke arah Bulan. Bulan menatap wajah itu, seakan meyakinkan dirinya kalau lelaki itulah yang sudah merenggut keperawanannya. Kilasan malam itu kembali memenuhi isi kepala Bulan. Wajah itu. Benar wajah yang sama. Jadi benar lelaki itu yang sudah membersamainya malam itu. Laki-laki yang menabur benih di rahimnya hingga sekarang Bulan hamil anak lelaki itu. "Kamu juga gigolo? Kata Sekar dia menyewa seorang gigolo untuk merusak nama baikku di depan keluarga besarku. Dan dia berhasil, dia sukses membuatku tercoret dari nama Kusuma," sahut Bulan sarkas. Dia melirik jengah ke arah lelaki itu yang terkekeh geli mendengar pertanyaan Bulan yang di luar ekspektasinya. "Gigolo? Yang benar saja. Aku bahkan tidak bisa bersentuhan dengan wanita manapun. Tapi anehnya denganmu kelainan aku tidak berpengaruh," sahut Lelaki yang bahkan tidak Bulan ketahui namanya. "Jadi yang dikatakan Sekar bohong?" Selidik Bulan tak percaya begitu saja. "Dia tidak bohong, wanita licik itu memang benar menyiapkan gigolo untuk menjebakmu. Tapi aku menukar mu dengan nya," sahut Lelaki itu mulai menyalakan mesin mobil dan perlahan melajukan mobil keluar dari area parkir. Bulan melihat keahlian mengemudi lelaki yang mengaku ayah anaknya itu ternyata lumayan juga. Seakan memang dia sudah terbiasa membawa mobil sekelas fortuner. "Kalau kamu nggak percaya, aku punya rekaman mereka berdua. Awalnya dia meminta merekam kamu dan gigolo itu siapa sangka dia sendiri yang bercinta dengan gigolo yang dia sewa untuk kamu," kekeh lelaki itu seakan apa yang terjadi pada Sekar memang sebuah lelucon yang patut ditertawakan. "Bisa gitu ya? Baguslah," gumam Bulan sedikit tersenyum. Memang hal itu patut ditertawakan bukan? Bukankah selama ini dengan pongahnya Sekar mengejeknya bercinta dengan gigolo siapa sangka dialah yang menghabiskan malam dengan gigolo tersebut. "Memang bagus. Aku yang mengaturnya," sahut lelaki itu tetus terang. "Kamu? Kok bisa?" Tanya Bulan penasaran. "Kamu mungkin nggak ingat, pas kamu datang kita nyaris tabrakan. Nah dari situ tak sengaja kita bersentuhan. Anehnya aku nggak alergi atau muntah darah. Padahal biasanya badanku pasti keluar ruam-ruam gatal kalau parah bisa juga muntah darah." Bulan terpana mendengar cerita lelaki itu. Hal apa ini? "Serius? Emang kamu sakit apa? Kok baru dengar ada penyakit aneh begini," sahut Bulan bingung. "Bukan sakit, tapi kena tulah omongan orang tersakiti. Apa ya namanya? Kutukan mungkin," ucap lelaki itu menjelaskan. Lucu sekali intonasinya. Diam-diam Bulan tersenyum mendengarnya. "Kutukan? Seriusly di jaman sekarang?" Tanya Bulan tak percuma di era modern begini masih ada saja yang percaya dengan kutukan. Emang ada? "Beneran sayang. Ih kok nggak percaya sih," gerutu lelaki itu dengan wajah cemberutnya. Sungguh menggemaskan, batin Bulan ingin mencubitnya. "Iya iya percaya," sahut Bulan tak mempermasalahkan panggilan sayang lelaki itu padanya. "Namamu siapa? Apa benar inisialmu J?" Tanya Bulan yang mengingat nites yang ditemukan Bulan pagi itu. "Iya sayang. Namaku Jonatan, maaf ya waktu itu aku langsung pergi karena bosku sudah manggil. Jangan sampai aku dipecat. Bisa-bisa batal menikah dengan kamu kalau aku jadi pengangguran," sahutnya dengan senyuman lebar menghiasi wajah tampannya. Bulan akui wajah lelaki yang ternyata bernama Jonatan itu tampan. Bahkan lebih tampan dari lelaki yang pernah ditemui Bulan selama ini. Eh menikah? "Bentar. Kamu tadi bilang kita suami istri. Bahkan kata kamu kita ada surat nikahnya. Kok bisa?" Tanya Bulan penasaran. Dan sebelum menjawab Bulan, Jonatan mencari sesuatu di dasboard. Tangannya keluar dengan dua buku kecil. Bulan sangat tau buku apa itu. Benarkah dia sudah menikah? "Itu tinggal tanda tangan kamu saja. Ayah kamu sudah setuju. Bahkan dia yang menjadi wali nikah kita," sahut lelaki itu sembari memberikan dua buku nikah itu ke arah Bulan. "Jadi jangan khawatir, kamu sekarang istriku. Dan anak kita akan punya ayah. Meski nanti tetap bernasab padamu. Tapi kalian tetap tanggung jawabku," ucap Jonatan panjang lebar sebelum Bulan bertanya. Bulan membuka buku nikah itu dengan tangan bergetar. Jadi sekarang dia punya suami. Anaknya tak akan dilabeli anak haram. Meski pada kenyataannya anak yang dikandungnya tetap tak bernasab pada ayahnya. Tapi setidaknya anaknya tak akan malu. Biarlah ini tetap jadi rahasia mereka berdua dan juga Tuhan. "Selama ini kamu kemana saja? Kenapa baru sekarang kamu datang?" Tanya Bulan dengan mata berkaca-kaca. "Maaf karena aku baru datang. Banyak hal yang harus aku kerjakan sebelum menemui kamu. Termasuk pernikahan kita. Kamu nggak keberatan kan kita menikah?" Tanya Jonatan menoleh sebentar ke arah Bulan kemudian kembali fokus ke jalan raya yang memang padat merayap. "Aku nggak keberatan. Emm setelah ini, kita tinggal bersama?" Tanya Bulan menoleh ke arah Jonatan. "Kalau kamu nggak keberatan kita tinggal bersama. Nanti kita undang tentangga dekat untuk merayakan kepulangan suamimu ini dari luar negri jadi TKI. Biar aku yang urus ke pihak Rt dan kelurahan. Kamu terima beres saja hmm?" Ucap Jonatan memberi sosuli. Tak ada yang sulit baginya. "Baik. Tapi kamar di kontrakanku cuma dua. Apa tidak masalah emm tinggal sekamar?" Tanya Bulan salah tingkah. Entah kenapa dia merasa malu membayangkan mereka berdua tinggal berdua di kamarnya. Wajah cantiknya merona malu. Dan Jonatan mengetahui hal itu. Rasanya bahagia sekali akhirnya dia bisa dekat dengan wanita yang lambat laun membuatnya jatuh cinta padahal baru dua kali bertemu. "Tak masalah. Nanti kalau kamu terganggu, aku bisa tidur di sofa atau lantai," sahut Jonatan santai. Dia memang terlahir dari keluarga berkecukupan tapi untuk wanitanya dia rela tidur di manapun. Asal wanitanya nyaman. Bulan tak menjawab, dia hanya mengangguk pelan. Dia mau menjawab kalau dia tak masalah bila Jonatan tidur di kasur berdua dengannya tapi dua malu mengatakannya. "Emm Jo. Kamu emang tau rumah kontrakan aku? Kok kamu nggak nanya alamat ke aku," tanya Bulan karena sejak semula Jonatan tak bertanya alamatnya. Hanya bertanya dikirim kontrakan kamu dan kita pulang ke kontrakan kamu. Seakan Jonatan memang sudah tau tujuannya. "Aku tau semua tentang kamu sayang," sahut Jonatan sembari membelai pucuk kepala Bulan dengan sayang. Bolehkah Bulan baper guys? Bulan tersenyum malu-malu mendapatkan perlakuan semanis itu. Sudah lama dia mendamba ada tangan yang membelai rambutnya dengan sayang. Sejak kecil Aji selalu mengacuhkannya padahal dia adalah anak kandungnya. Tapi entah kenapa lelaki yang harusnya jadi cinta pertamanya itu malah terlihat membencinya. Jonatan kembali fokus menatap jalan karena sudah memasuki jalanan yang lumayan arus lalu lintasnya lancar. Tak lama mereka tiba juga di kontrakan Bulan. Mereka melihat ada satu mobil pick up dengan kap belakang yang tertutup seperti mobil khusus pengiriman barang. Entah Jonatan dapat dari mana mobil seperti itu. Akhirnya Bulan bisa bernapas lega karena sedari tadi dia penasaran di mana barang-barang jualannya Jonatan simpan. Karena di dalam mobil tak ada satu kardus pun di sana. Sepanjang jalan tadi sebenarnya Bulan ingin bertanya tapi dia begitu sungkan untuk sekedar bertanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD