"Lukas! Cepat jelaskan padaku kenapa kamu memanggil nama wanita rendahan itu di depanku?"
Helena berdiri dengan raut wajah bercampur kecewaan tatapannya mengarah tajam kepada Lukas yang masih menunjukkan wajah bingungnya.
Kemarahan Helena terpancing setelah mendengar Lukas menyebut nama Veronica tanpa sadar saat mereka sedang berbincang. Lukas segera menyadari kesalahannya. Namun terlambat, kemarahan Helena sudah memuncak.
"Helena, aku tidak sengaja. Kamu tahu sendiri 'kan kalau aku udah nggak ada perasaan apa-apa lagi sama wanita pengkhianat itu."
Lidah Lukas terasa kelu saat melontarkan alasan itu. Sebenarnya di dalam hati Lukas, perasaannya untuk Veronica belum sepenuhnya hilang, meski ia tak mau mengakuinya.
Luka dari masa lalu dan keyakinannya jika Veronica telah mengkhianatinya, membuat Lukas hanya ingin membalas dendam kepada wanita itu.
"Kamu pikir aku akan percaya begitu saja? Aku tahu kamu belum bisa benar-benar melupakan dia! Bisa-bisanya kamu menyebut namanya saat bersamaku!" bentak Helena yang tak dapat menahan kekesalannya.
Lukas merasa terpojok, berusaha membela diri. "Helena, sudah kubilang aku nggak ada perasaan lagi sama wanita pengkhianat itu! Dia itu masa laluku, bukan masa depanku ...."
"Kalau benar begitu, kenapa kamu diam-diam sering melihat foto wanita itu di ponselmu? Dan itu bukan hanya sekali dua kali. Lukas! Terus juga saat sama aku, kamu nyempatin diri untuk melihat foto wanita itu sekilas. Kamu anggap aku ini apa?" Helena memotong perkataan Lukas dan tertawa sinis, lalu menyilangkan tangan di d**a.
"Ya, untuk apa lagi kalau bukan mengingat penghianatan yang telah dia lakukan kepadaku," ucap Lukas dengan nada dingin.
"Helena, aku tidak akan pernah memaafkan dia. Sekarang yang aku inginkan adalah dia merasakan hal yang sama dengan apa yang kurasakan," ujar Lukas dengan tegas.
"Jadi itu cara kamu untuk menutupi perasaanmu sama wanita itu? Dengan membalas dendam? Ingat Lukas, meskipun hubungan kita hanya formalitas saja, tapi aku harap kamu benar-benar serius menjalaninya."
Helena tersenyum dingin saat mengatakan kalimat itu, membuat Lukas terdiam dan wajahnya pun terlihat tegang.
Di dalam hatinya, Lukas tidak bisa menyangkal pernyataan Helena bahwa sebagian dari dirinya masih merindukan Veronica. Hanya saja rasa sakit yang dia rasakan membuatnya tak bisa memaafkan wanita itu.
Melihat keraguan di wajah Lukas, Helena menghela napas dan melangkah pergi meninggalkan pria itu untuk pulang dan mengistirahatkan tubuhnya dari segala kepenatan.
Meskipun dirinya dan Lukas hanya menjalin hubungan tanpa perasaan, entah mengapa Helena tidak menyukai fakta jika ada wanita lain yang masih bertahta di dalam hati Lukas.
Karena itu Helena sengaja membuat fitnah kepada Veronica, menyebarkan gosip di kantor sang tunangan. Dia ingin memastikan Veronica dihindari dan dibenci oleh semua orang dan membuat mantan kekasih Lukas itu semakin menderita.
Setelah Helena pergi, Lukas duduk dengan perasaan kalut. Perkataan Helena barusan terngiang-ngiang dalam benaknya. Dia memang membuat kesepakatan dengan Helena sesaat setelah Karmila mengenalkannya dengan wanita itu.
Lukas merasa wanita itu cocok dengan prinsipnya yang tidak ingin menikah buru-buru, Helena menawarkan agar mereka menjalin hubungan dengan status palsu.
Lukas mau menerima kesepakatan itu agar kedua orang tuanya, terutama Karmila tidak mendesaknya untuk berkenalan dengan orang baru yang pastinya akan menguras emosi dan tenaga. Dia juga bersyukur karena Helena tidak menuntut yang aneh-aneh dalam hubungan mereka ini.
"Sialan! Seharusnya aku membenci Veronica, tapi kenapa aku sempat luluh saat melihat wajahnya yang menangis itu." Maki Lukas pada dirinya sendiri.
Tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, membuat Lukas mencoba untuk menyibukan diri dengan pekerjaan yang menumpuk.
Kekosongan posisi GM selama 5 bulan membuat Lukas harus bekerja lebih keras untuk membereskan ulah sang GM yang kabur dengan membawa sejumlah uang perusahaan.
"Apa ini hukuman dari Papa karena aku meminta pulang, sementara bisnis Papa di London mulai berkembang?" gumam Lukas saat mulai memeriksa dokumen.
***
Sementara itu Veronica yang sudah tiba di rumah, semakin merasa lemas sehingga membuat Simon khawatir untuk meninggalkan sang sepupu sendirian. Kalau saja di rumah Veronica ada om atau tantenya, Simon tidak akan resah seperti ini.
Tapi nyatanya keadaan rumah Veronica memang sunyi pada saat jam kerja seperti ini. Om dan tantenya sibuk di toko material, sementara ketiga adik Veronica masih berada di sekolah.
"Wajah kamu semakin pucat, Vero. Kita ke klinik, ya? Biar kamu diperiksa dokter dan dapat obat," bujuk Simon yang tak jadi membuka pintu rumah Veronica.
"Tidak perlu sampai ke dokter, Simon. Aku hanya butuh banyak istirahat. Mulai besok kehidupanku di kantor pasti akan sangat berat dan sulit untuk dilalui ...."
Veronica menatap wajah Simon dengan sendu lalu kembali melanjutkan perkataannya.
"Aku jadi merasa bersalah sama sama kamu, Simon. Aku nggak berani membayangkan reaksi Mbak Dina saat tahu ada rumor yang menjelekkan kekasihnya," tutur Veronica dengan menahan tangisannya.
"Sejak awal aku berkenalan dengan Dina, aku sudah mengatakan kepada dia jika aku melindungi kamu dari mantan pacar kamu dengan beralibi menjadi selingkuhan. Dan dia tidak keberatan, tapi sepertinya aku harus menjelaskannya terlebih dahulu sama Dina agar dia tidak salah paham dan mengamuk hebat," ucap Simon disertai tawa kecil.
"Terima kasih banyak, ya, Simon. Andai nggak ada kamu, aku nggak tahu harus berbuat apa untuk menghadapi masalah besar seperti ini," ucap Veronica menahan rasa haru yang ada pada dirinya.
"Sama-sama. Itulah fungsi keluarga saling menjaga dan melindungi di saat apapun," sahut Simon yang kini berinisiatif memapah Veronica kembali ke motornya.
Simon tidak mau mengambil resiko jika menahan Veronica lebih lama di rumah, dia takut terjadi sesuatu hal yang serius pada sang sepupu.
"Mbak Veronica hanya terlalu stress jadi asam lambungnya naik dan membuat lemas," ucap seorang dokter sembari memeriksa Veronica dengan stetoskop.
Simon yang melihat apa yang dilakukan oleh sang dokter kepada Veronica langsung memasang tanda bahaya. Pasalnya apa yang diucapkan oleh sang dokter dengan raut wajahnya sangat berbanding terbalik.
"Apakah Veronica bisa mendapatkan izin beberapa hari, Dok? Saya yakin kalau dia masuk kerja dalam keadaan seperti ini malahan akan memperparah tingkat stressnya," pinta Simon setelah menghela napas panjang.
Sang dokter mengangguk dan segera menulis surat izin sakit dan menuliskan beberapa resep obat yang harus ditembus oleh Simon.
"Simon Aku masih benci sama rumah sakit," ucap Veronica saat keduanya menunggu obat.
"Tapi ada beberapa penyakit yang memang harus ditangani oleh dokter, Veronica," ucap Simon dengan lembut.
"Jadi menurut kamu penyakitku ini sudah tidak bisa ditangani oleh orang awam lagi?" tanya Veronica dengan nada lirih.
Simon yang mendengarnya, hanya dapat menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Veronica sudah mulai tidak nyambung saat diajak bicara, sepertinya obat disuntikkan oleh dokter baru bereaksi saat ini. Tinggal menunggu sedikit lagi dan Veronica benar-benar akan terlelap.
Simon hanya dapat menghela napas kasar, tidak menyangka jika mantan kekasih Veronica tak lain adalah GM mereka yang baru.
'Semoga saja mereka tidak akan mengerjai kamu habis-habisan di kantor besok,' gumam Simon di dalam hatinya.