Ardina berlari-lari menyusuri koridor sekolah. Suasana sekolah tampak sepi karena sudah dimulai mata pelajaran. Ya, kali ini dia terlambat lagi. Bahkan hampir tiap hari dia terlambat datang ke sekolah, sampai security dan guru BK hafal dengan perilakunya, sebagai gadis bandel dan juga usil. Keusilannya bukan tanpa alasan. Ardina susah sekali bangun pagi, tak ada yang memperhatikan, di rumah ia hanya bersama sang kakak yang kerja paruh waktu. Sementara orang tuanya sibuk dengan bisnisnya di luar kota, jarang pulang ke rumah. Beberapa kali surat panggilan dari sekolah ditujukan pada wali Ardina, tapi yang menyempatkan hadir lagi-lagi sang kakak.
Ardina, si gadis tomboy itu bahkan mendapati julukan Miss dindin dari teman-temannya.
Tiba-tiba ...
Bruukk ...!
Larinya terhenti ketika menabrak seseorang. Seketika buku-buku itu terjatuh di lantai. Ardina berjongkok dan berusaha mengambil buku-buku itu. Sesaat ia terpana saat melihat laki-laki di hadapannya. Laki-laki yang baru ditemuinya pagi ini.
'Ganteng sekali' puji Ardina dalam hati.
Ia senyum-senyum sendiri melihat laki-laki di hadapannya. Kalau diperhatikan ia bukan seorang murid, cara berpakaiannya seperti seorang guru.
'Jangan-jangan dia guru baru disini?' tanya Ardina lagi dalam hati.
Setelah selesai mengumpulkan buku-buku dan kertas yang berserakan itu, Ardina menyerahkan buku-buku itu padanya.
"Ini Pak, maaf saya tidak sengaja."
Lelaki dihadapannya hanya mengangguk. Ia sempat heran menatap Ardina, karena masih berkeliaran di luar kelas sambil membawa tas.
"Jam segini kamu masih keliaran di luar kelas?" tegurnya.
"Hehe ..." Ardina hanya menyeringai sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Pak, bisa mundur sedikit lagi?" tanya Ardina usil.
"Kenapa?"
"Bapak gantengnya kelewatan, xixixxi" timpal gadis itu cengengesan. Ia berlari begitu saja meninggalkan laki-laki itu.
Sampai di kelas beruntung belum ada guru yang mengajar. Suara sorak sorai terdengar memenuhi seisi ruangan kelas. Ardina melenggang masuk.
"Wuiiih Miss Dindin baru dateng," celetuk seorang siswa meledeknya.
"Telat teruuus siang teruuus, untung aja gurunya belum dateng," celetuk yang lain.
Ardina hanya mengedikkan bahunya lalu menaruh tas diatas kursinya dengan santai.
Suara langkah kaki mendekat, seketika suasana kelas menjadi hening saat seseorang masuk ke dalam kelas.
"Whoaaa ganteng banget," bisik-bisik para siswi mengagumi makhluk yang ada di depan ruangan kelas.
"Waaah, ganteng deh ganteng! Jadi itu pak guru baru?" bisik-bisik yang lain.
Mata Ardina membulat, ia tidak menyangka, laki-laki yang tadi ditabraknya ternyata justru guru baru yang akan mengajar di kelasnya.
"Ehem-ehem!" Guru itu berdehem untuk menenangkan suasana ruang kelas. Dia mengetukkan penghapus ke meja supaya kondisi kelas terkendali.
Pak guru itu mengenakan kemeja putih lengan panjang, tapi ditekuk sampai siku, menambah pesona dalam dirinya. Kacamata yang ia kenakan pun makin menambah kadar ketampanannya.
"Assalamualaikum ..."
"Waalaikum salam warahmatullahi wa barakatuh ..." jawab para murid dengan kompak dan antusias.
"Selamat pagi anak-anak ..."
"Pagi, pak ..."
"Pagi, pak guru ganteng ..."
"Ehemm. Perkenalkan saya Andra, guru baru yang akan menggantikan Pak Ihsan mengajar Fisika. Apa ada pertanyaan?" Perkenalan guru baru itu membuat riuh suasana, apalagi para murid perempuan yang tampak histeris dan antusias dengan kehadirannya.
Ardina tidak pernah menyangka kalau pelajaran yang sangat ia benci sekarang akan diajarkan oleh Pak Andra. Guru yang menurutnya paling ganteng di sekolahnya saat ini.
"Pak, rumahnya dimana?"
"Pak, udah punya istri belum?"
"Wei, Pak Andra kan masih muda masa dah punya istri, paling juga pacar."
"Pak, makannya apaan kok bisa ganteng banget ..."
"Pak, mau dong jadi pacar bapak."
Suara riuh memenuhi seisi ruang kelas.
Tuk ... Tuk ...
Andra mengetuk meja dengan penghapus agar suasana kembali tenang.
"Baik, sudah pertanyaannya?"
"Beluuuum, Pak ...!"
"Sudah, sudah, bapak tidak akan menjawab pertanyaan seperti itu. Sekarang bapak ingin tahu tentang kalian. Kita mulai absensinya ya, yang dipanggil silahkan acungkan jari."
Andra mulai mengabsen murid-muridnya.
"Ardina?"
"Hadir, Pak!"
Andra memandangnya. "Kamu yang tadi terlambat kan?"
"Hehe, maaf pak, khilaf."
"Oke. Besok-besok jangan diulangi lagi ya."
"Siap, bapak ganteng!" celetuknya.
"Ciee cieeee ...."
Andra kembali mengabsen anak-anak yang lain sampai selesai.
"Oke. Masih ada waktu, kita mulai saja pelajarannya," ucap Andra dengan tegas.
"Tunggu dulu pak," tegur Ardina sembari mengacungkan tangannya. Gadis itu tampak senyam-senyum sendiri. Tingkah usilnya mulai merebak lagi.
"Ya, ada apa?"
"Saya tidak akan bertanya pak, saya ingin memberikan sebuah pantun untuk bapak," jawab Ardina.
"Asseeeek"
"Uhuuuyyy"
"Cuiitt cuiiitt"
Seketika ruang kelas riuh kembali.
"Hei, diem dulu, gue belum mulai dodol," tukas Ardina yang disambut kekehan tawa yang lain.
"Makan roti campur kurma, aku jatuh hati pada pandangan pertama," gombalan Ardina keluar dari mulutnya.
Seketika semuanya bersorak-sorai, mengapresiasi keberanian Ardina.
"Acieeee cieeee ..."
"Anjaaayy ... Suiiitt suiiitt"
"Bisa aja lu, buaya betina!"
"Hahaha ..."
"Dinaaa ... Ajarin gua ngegombal dong!'
"Pepet terooosss! Sik asiiiikk ...!
Andra hanya geleng-geleng kepala.
"Hehe, becanda pak, becanda, peace," seru Ardina masih cengengesan sambil mengacungkan dua jarinya.
Gadis itu memang suka usil, apalagi melihat orang baru di sekitarnya. Terlebih dengan guru itu. Ekspresinya shock terlihat lucu.
Andra, guru muda tampan penuh pesona. Sorot mata tajam tapi mampu menghipnotis para wanita. Tingkah angkuh dan dinginnya bahkan tak mempengaruhi kesempurnaannya itu. Bahkan tiap wanita ingin melakukan apapun demi mendapatkan perhatiannya. Termasuk Ardina walaupun dia baru pertama kali melihatnya. Seperti jatuh cinta pada pandangan pertama.
Usai sorak riuh para siswa, akhirnya pelajaran dimulai dengan tenang. Walaupun Fisika, pelajaran yang paling dibenci oleh beberapa murid, tapi kali ini berbeda. Mungkin karena Pak Andra-lah yang mengajarnya hingga dua jam pelajaran rasanya berlalu dengan cepat.
"Baik anak-anak Bapak cukupkan sampai disini. Tapi sebelumnya, apa ada yang ingin bertanya?"
Hening. Mungkin karena ini pelajaran Fisika, banyak yang gak ngerti tentang rumus-rumus dan asal manggut-manggut saja saat dijelaskan.
"Baik jika tak ad---,"
"Pak!" Ardina kembali tunjuk jari.
"Iya, kamu?"
"Ehem-ehem. Pak, tau gak bedanya bapak sama rumus fisika?" tanya Ardina, gak nyambung sama sekali.
"Apa bedanya?"
"Kalau rumus fisika susah dihafalin
kalau bapak susah dilupain," ucap Ardina sambil terkekeh.
Lagi-lagi semuanya bersorak-sorai, riuh memenuhi ruang kelas.
"Aseeeek. Bisa aja lu Dindin!"
"Astagaaa, Dindiin, benar-benar buaya lu!'
"Aseeeekk, pepet terooosss!"
"Cuiiitt cuiiitt."
"Ciieeeeeehh."
Andra mengulum senyum, baru kali ini dia dikerjai habis-habisan oleh seorang siswi. Tapi itu membuat hari pertamanya mengajar tidak membosankan.
***
Jam pulang sekolah berbunyi. Mereka berhamburan ke luar kelas, begitupun dengan Ardina, ia mulai menyampirkan tas ke pundaknya. Saat berjalan bersama teman-teman yang lain, tiba-tiba ia berpapasan dengan Andra yang baru selesai mengajar di kelas lain.
"Pak, pak, tunggu, Pak!" cegah Ardina.
Andra menghentikan langkah. "Ya, ada apa, Dina?"
Karena keusilan gadis itu membuat Andra cepak mengingat namanya.
"Nanti pulangnya lewat selatan aja," ucap Ardina dengan nada serius.
"Lho, kenapa memang?" tanya Pak Andra tanpa curiga.
"Soalnya perasaan saya ke bapak tidak bisa diutarakan."
Hahahaha, bisa aje lu Dindin ...!