8 :: Cinta Pertama ::

1007 Words
Ajeng kali ini pergi ke panti asuhan bersama Radit seperti biasanya Radit membawa banyak sekali belanjaan dan juga mainan, mereka tidak begitu lama berada di sana karena Radit masih ingin mengajak Ajengn untuk makan malam. Radit mengatakan dia juga belum sempat makan dari siang tadi karena banyak sekali pekerjaan terlebih dia sedang menyiapkan beberapa soal untuk ujian murid-muridnya. Ajeng dan Radit akhirnya makan di sebuah warung makan pecel lele di dekat pasar dimana Ajeng akan berbelanja tapi bukan untuk berjualan karena Besok adalah hari minggu jadi sekolah libur dan jualannya juga libur. "Kamu ngapain kalau hari minggu dirumah ?" tanya Radit sambil memasukkan suapan pertama kedalam mulutnya. "Tidak ada sih Pak, paling bersihin rumah sama nyuci dan setrika sudah itu saja." Ajeng juga melakukan hal yang sama namun tiba-tiba Radit mengulurkan tangannya membersihkan nasi yang ada di dagu Ajeng membuat tubuh Ajeng menegang dan Radit menyadari apa yang dia lakukan. "Ah Ajeng maafkan saya, tadi itu ada nasi jadi___," katanya ingin menjelaskan lebih tapi melihat Ajeng yang tertunduk malu Radit tidak ingin melanjutkan kalimatnya. Mereka Kemudian melanjutkan makan sambil berpikir masing-masing di dalam hati mereka hingga kemudian Ajeng yang tidak ingin terlihat canggung bertanya kepada Radit. "Bapak kalau hari minggu ngapain ?" "Saya, tidak ada. Paling hanya pergi bersama teman atau hal lainnya." Ajeng mengangguk mendengar jawaban Radit dia berpikir tadinya mungkin Radit akan mengajaknya pergi jalan-jalan namun hingga mereka selesai makan dan Radit mengantarkan Ajeng pulang ajakan yang di harap Ajeng itu tidak ada. Ajeng mulai merasa dia terlalu percaya diri dan hanya bisa galau di dalam hati. "Wajah lo kenapa sedih gitu, padahal baru jalan sama wali kelas pujaan hati." Tika yang melihat wajah adiknya murung penasaran. "Gak ada sih !" jawab Ajeng karena dia tidak ingin malu menceritakan kepercayaan dirinya jika Radit ingin mengajaknya jalan namun ternyata salah. Lagian kenapa juga pria tampan dan mapan seperti Radit mau mengajaknya jalan apalagi sampai suka dengannya. Ajeng yang gundah gulana lalu langusng masuk kedalam kamarnya dan menuliskan semua kegelisahan hati kepada diary yang selalu dengan baik menampung isi hatinya. Terkadang gue berpikir diri ini siapa dan dia siapa Tapi jika melihat rumus cinta yang tidak memandang fisik dan harta Sah-sah aja kan kalau gue merasa dia suka atau mungkin membalas cinta Ajeng menutup buku diary miliknya dan kemudian membaringkan tubuhnya menatap langit-langit kamarnya. Dia tersenyum membayangkan wajah Radit dan mengingat dalam satu bulan ini sudah dua kali dia dan Radit pergi bersama, tiba-tiba dalam pikiran Ajeng dia tahu jika perasaan yang dia rasakan itu adalah cinta dan dia harus memperjuangkan cintanya. Dia harus menarik perhatian Radit agar bisa melihat kearahnya. Ajeng kembali merasa sangat bersemangat dan dengan riang dia menutup mata. *** Minggu adalah waktu ternikmat untuk Ajeng bersantai dan bermalas-malasan, dia bangun siang dan Tika sudah memasak. "Lo hari ini kerja kan ?" tanya Tika dan Ajeng mengangguk. "Gue temenin ya." Tika memang biasa menemani Ajeng jika hari minggu itu sudah biasa dia lakukan dan Ajeng sangat suka ditemani oleh Tika karena dia memiliki teman untuk dia ajak bicara. "Tapi mulai bulan depan kayanya gue gak bisa nemenin lagi," kata Tika. "Memanya kenapa ?" Ajeng sedikit heran. "Gue udah dapat kerja sambilan ngajar anak les private dan setiap sabtu sore dan minggu sore jadi ya gue gak bisa nemenin loe lagi." Tika tersenyum dan Ajeng juga begitu. Kemudian Tika menceritakan jika tadi subuh saat dia bangun dia melihat ayahnya batuk-batuk dan mengeluarkan darah dia sudah meminta ayahnya tidak menarik angkot namun ayahnya mengatakan bahwa jika tidak bekerja dia tidak memiliki uang untuk membayar upah sewa dan setoran perharinya kpada pemilik mobil. Mendengar cerita itu Ajeng menjadi sangat sedih, dia sebenarnya sedang mengumpulkan uang untuk bisa membuat usaha warung makan di pinggir jalan saja tidak masalah asal ayahnya tidak lagi bekerja kepada orang lain dan hanya mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan jerih payahnya namun uang itu belum cukup maka dia harus bersabar. "Lo udah tau mau kuliah dimana ?" tanya Tika dan Ajeng menggelengkan kepalanya. "Kalau ga masuk negri ya gue gak kuliah, daripada berenti ditengah jalan." "Gak lo harus kuliah mau di negri atau swasta. Sekarang itu yang bergelar sarjana aja susah cari kerja, pokoknya lo harus kuliah. Gue kan nanti kerja gue bakal bantu uang kuliah lo dan gua janji gak bakal nikah sebelum lo tamat kuliah." Ajeng terharu mendengar apa yang Tika katakana kepadanya. "Yakin lo ya gak bakal nikah sebelum gue lulus kuliah." "Ya makanya lo jangan dodol-dodol banget, fokus dan rajin itu aja kuncinya biar lo cepat tamat." "Siap bu bos," ujar Ajeng. Dia tahu Tika sangat ingin mereka berdua berhasil agar kehidupan mereka juga ada kemajuan. Semangat Ajeng tentu ada pengaruh dari ayah dan kakaknya yang terus semangat menghadapi cobaan hidup mereka. Ajeng kemudian bersiap untuk pergi bekerja begitu juga dengan Tika yang akan ikut bersama adiknya itu. Saat mereka ingin keluar dari rumah ada Wita dan Andin yang datang bersamaan. Ajeng yang merasa tidak bisa bolos kerja meminta maaf karena dia tidak bisa ikut pergi bersama teman-temannya namun Wita memberikan ide kalau mereka akan ikut Ajeng juga ke mini market tante Lidya. Maka mereka pergi bersama-sama. Tadinya Andini yang datang menjemput Wita yang juga tidak ingin lama-lama berada di rumah, mereka bermaksud mengajak Ajeng untuk nonton film ke bioskop tapi karena Ajeng ada pekerjaan jadi mereka hanya akan pergi menemani Ajeng saja. Tante Lidya yang melihat ada tiga orang pekerja tambahan tentu senang dan dia juga sudah mengenali Tika dan juga Wita meski baru pertama bertemu Andini tapi dia yakin kalau Andini yang berwajah lembut itu tidak akan membuat masalah di mini marketnya. "Jeng kira-kira Pak Radit datang gak malam ini ?" tanya Tika dan Wita serta Andini yang mendengarnya sangat terkejut karena selama ini Ajeng belum menceritakan apapun kepada mereka. Terlebih Andini yang sepertinya tidak menyukai wali kelas mereka itu. "Oh jadi Pak Radit sering ngapelin lo disini dan lo gak cerita-cerita ya Jeng sama kita ! oh gitu !" Cerca Wita membuat Ajeng menggelengkan kepalanya panik. "Hati-hati sama Pak Radit, dia itu gak sebaik yang kalian lihat !" kata Andini membuat semua terdiam tidak mengerti. Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD