9 :: Kehangatan Keluarga ::

1403 Words
"Hati-hati sama Pak Radit ?" tanya Ajeng ulang yang tidak mengerti maksud Andini mengatakan hal itu. "Lo kenal dekat sama Pak Radit ya Ndin ?" tanya Ajeng lagi namun Andini menggelengkan kepalanya. "Enggak sih ! gue cuma nebak aja kayanya orangnya gak baik aja." Ajeng yang mendengar jawaban itu merasa lega begitu juga Tika dan Wita. Jika hanya tebakan belum tentu benar, lagi pula dia melihat sendiri bagaimana dermawannya Radit mana mungkin dia pria yang jahat. Tapi kenapa Andini berpikrian seperti itu. Wita Tika dan Andini sudah mengobrol masalah lain sambil mereka membantu Ajeng membersihkan setiap rak di dalam toko dan menyusun barang-barang jualan lagi karena ini hari minggu jadi toko juga lumayan ramai dari biasanya untung ada tiga tenaga yang membantu Ajeng sehingga pekerjaannya terasa lebih ringan. Selepas maghrib Andini dan Wita pulang dengan di jemput oleh supir Andini Ajeng berjanji jika libur akan pergi menghabiskan waktu bersama mereka. Selepas Andini dan Wita pergi ada Ibra yang datang ke mini market itu sikunya terlihat ada luka dan darah terlihat sangat banyak keluar sehingga Ajeng yang melihat itu ikut panik. "Ibra lo kenapa, sini deh gue bantu." Ajeng membuka semua peralatan yang tadi Ibra beli dan belum sempat pria itu melakukan p********n Ajeng sudah membantu Ibra terlebih dahulu membuat senyum di wajah Ibra terbit. "Ini lo kenapa ? bisa luka kaya gini ?" tanya Ajeng lagi masih fokus membersihkan luka lalu membalut luka itu. "Tadi ada orang nyebrang jalan sembarangan jadi gue menghindar gitu dan jatuh deh dari motor." Ajeng mengangguk mengerti dan ternyata memang ada sedikit luka-luka lain di tangan dan juga lutut Ibra yang Ajeng juga bantu obati. "Oh ya makasih ya udah bantuin gue," kata Ajeng tulus dan Ibra mengangguk lagi dengan senyumannya. Ibra memang tampan, wajahnya yang seperti memiliki darah campuran seperti pria-pria Turki dan postur tubuhnya yang tinggi tegap. Meski wajahnya terlihat dingin dan sombong namun ternyata ketika pria ini tersenyum kadar ketampanannya meningkat drastis membuat Ajeng saja sampai terpukau. Tentu saja wanita mana yang tidak terhipnotis dengan wajah pria yang sangat tampan, namun bukan berarti perasaannya menjadi lebih kepada Ibra tidak ! hatinya sudah jatuh pada pesona seorang Radit. Ajeng kemudian mengenalkan Tika kepada Ibra, dan mereka pun berbicara banyak hal dan setelah mendapatkan telpon Ibra segera pamit pulang ke rumahnya meninggalkan Ajeng dan Tika yang juga Kemudian bersiap akan menutup toko. Di perjalanan Tika bertanya apakah semua teman-teman Ajeng di sekolahnya anak-anak orang kaya dan Ajeng mengatakan iya hanya dia saja yang anak seorang supir angkutan umum. Tapi dia bersukur masih banyak orang yang baik padanya seperti Wita Andini dan sekarang Ibra juga teman lainnya meski ada beberapa orang yang selalu menganggap dia wabah tapi Ajeng tidak kecil hati karena menyukai atau membenci seseorang adalah hak semua orang dia hanya bisa terus berbuat baik seperti biasanya. Tika setuju dengan apa yang adiknya itu katakan, dia juga sama saja nasibnya dengan Ajeng meski di berkuliah di negri tapi dia tahu ada beberapa orang yang tidak menyukainya dan orang-orang itu juga sering mencemooh Tika di depan umum. Tika memilih tidak perdului dan hanya terus menutup telinganya. "Lo gak punya pacar kak di kampus ?" tanya Ajeng tiba-tiba dan Tika menaikkan satu alisnya. "Ada sih yang mau deket tapi gue mau fokus sama kuliah aja habis itu kerja biar bias buat ayah dan kamu pindah dari rumah reot kita itu." Mereka berdua tersenyum dan saling berpelukan di dalam angkot yang mereka tumpangi. Singgah di pasar dan membeli semua kebutuhan mereka, Ajeng menceritakan jika dia memiliki uang lebih maka malam ini ingin memasak ayam untuk mereka sekeluarga santap. Bagi Tika dan Ajeng yang hidupnya sangat menghemat makan daging Ayam sangat jaranng mereka lakukan. Seringnya untuk menghemat uang Ajeng dan Tika memasak telur dan juga tempe tahu serta sayur saja untuk mereka makan, ingin makan ikan asin juga ikan asin dan teri harganya mahal sekarang jadi mereka hanya makan telur dan tempe serta tahu dan juga ikan yang harganya terjangkau. Mereka pulang segera tidak sabar untuk memakan ayam yang akan mereka goreng dengan tepung dan Tika memasak sayur asem, sayur kesukaan ayah mereka. Dimas pun pulang dan dia sangat terkejut karena harum masakan kedua putrinya. "Kalian masak apa ini harumnya sampai keluar rumah ?" tanya Dimas lalu Ajeng segera menarik ayahnya untuk duduk dan Tika mengambilkan satu piring nasi yang sudah lengkap dengan sayur asem dan jug tempe ada sambal terasi juga yang sudah mereka masak bersama-sama. Dirumah mereka tidak ada meja makan jadi mereka hanya bisa makan di ruang tamu yang sekaligus menjadi ruang tv untuk mereka. Dimana ada sofa dan tv dan di depan ruangan itu ada dua pintu kamar dan belakangnya dapur serta kamar mandi. Rumah mereka yang hanya sepetak itu sudah sangat nyaman untuk keduanya. Dimas bertanya sambil makan kenapa kedua putrinya tiba-tiba memasak menu special seperti ini dan jawaban Ajeng adalah dia hampir lupa rasanya makan ayam jadi kebetulan uang tabungannya ada sedikit sehingga dia dan Tika sepakat untuk makan daging ayam malam ini dan mereka juga akan makan ayam sampai besok. Mendengar hal itu Dimas sangat sedih, dia tidak mampu memberikan uang yang banyak setiap harinya kepada Tika dan Ajeng sehingga membuat kedua putrinya harus hidup dengan keterbatasan. Bahkan Ajeng saja membiayai sekolah dengan jerih payahnya sendiri. Dia benar-benar bangga dengan kedua putrinya dan meski dalam keterbatasan ekonomi kasih sayang yang Dimas berikan untuk anak-anaknya sangat melimpah. Bagi Tika dan Ajeng Dimas adalah ayah terbaik mereka, meski hujan badai serta panas ayahnya itu tidak pernah lelah untuk bekerja apa saja demi menyekolahkan mereka dan mengisi perut mereka agar tidak kelaparan. Di saat makan malam itu juga Tika mengatakan kalau bulan depan dia akan menjadi guru les private dan gajinya lumayan sehingga ayahnya tidak lagi perlu bekerja begitu keras. Tika juga meminta ayahnya untuk pulang lebih awal agar bisa istirahat dengan cukup, Dimas mengangguk saja agar putrinya itu senang namun dalam hatinya dia harus bekerja lebih keras karena satu putrinya masih akan masuk kuliah tahun depan. *** Di tengah Ajeng yang hidup serba terbatas, ada orang lain yang ekonomi keluarganya jauh dari Ajeng, pria itu adalah Ibra adik kelas Ajeng yang suka menjahilinya. Wajah Ibra yang menatap makanan di hadpaannya tanpa ada rasa selera membuat sang Tante menghembuskan napas. "Aunty memang tidak pandai memasak, tapi kau tenang saja karena ini di pastikan enak." Suara Viza membuat Ibra tersenyum, Ibra sebenarnya adalah pemuda yang ramah dan suka tersenyum berbeda dengan sepupunya yang lain, namun karena satu kesalahan dia harus berpindah sekolah, dari London ke Jakarta. Hal ini membuat Ibra sempat marah dan menyalahkan kedua orang tuanya yang dia anggap sangat keras terhadapnya padahal anak seusia dia wajar jika bolos sekolah. Ya, Ibra di pindahkan karena sering bolos sekolah dan tidak tanggung-tanggung Ibra bolos karena dia pergi berlibur ke kota-kota indah di belahan bumi ini bersama sepupunya yang lain. Namu sialnya orang tua Ibra malah menghukumnya dengan memindahkan sekolah Ibra. Dia yang menjadi murid baru di sekolah yayasan milik keluarganya itu lalu kesulitan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya bukan karena dia tidak bisa berbahasa Indonesia, melainkan karena cara berteman yang menurut Ibra sangat berbeda di tempatnya bersekolah. Awalnya Ibra tidak betah dan ingin memohon kepada kedua orang tuanya untuk segera memindahkannya lagi, tapi pada pagi hari genap satu bulan dia disana Ibra melihat satu wanita yang membuatnya sangat ingin mengenal wanita itu namanya, Ajeng. Kakak kelas Ibra yang suaranya nyaring serta selalu banyak bicara, anehnya Ibra menyukai hal itu. "Ibra," panggil Viza lagi. Viza merupakan sepupu dari Ibunya dan wanita ini sungguh cantik dengan darah bangsawan yang juga melekat dalam diri Viza. Tapi tantenya ini tidak bisa memasak, sehingga setiap masakan yang ada dirumah itu dipastikan dibeli dari restoran atau dibuat oleh asiten rumah tangga. "Ya aunty," jawab Ibra sambil tersenyum. "Makan, nanti jika berat badanmu turun selama disini Harlein akan mengomeli ku." Ibra tertawa dan dia memakan apa yang ada dimeja makan itu. "Uncle belum pulang ?" tanya Ibra, karena biasa suami Viza yang bernama Banu sudah dirumah dari sore hari. "Belum, dia ada urusan di rumah keluarganya. Oh ya, besok aunty dan uncle akan ke London. Setidaknya selama satu minggu, kau bisa mengurus dirimu sendiri kan ? Aunty akan meminta bi Tinah memasak." "Tidak perlu aunty, Ibra bisa mengurus makan dengan aman." "Tidak boleh ! pokoknya kamu tidak boleh makan sembarangan." Ibra hanya bisa pasrah saja, Viza memang selalu memastikan makanan di rumah itu sehat. "Ibra kamu sudah punya pacar belum ?" pertanyaan Viza itu membuat Ibra tersedak seketika. Bersambung Ku tunggu komentar dan vote kalian ya...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD