Tika dan Ajeng seperti biasa akan pergi bersama ayah mereka, namun kali ini sepertinya mereka sedang sial karena mobil ayah mereka tiba-tiba mogok sehingga terpaksa mereka harus menunggu angkutan umum lain yang melewati tempat mereka masing-masing. Namun saat Tika sudah mendapatkan angkotnya Ajeng belum juga beranjak dari sana.
"Kamu naik ojek aja pesan," kata Dimas dan seketika wajah Ajeng cemberut.
"Ajeng kan gak punya ponsel ayah," jawabnya lesu lalu kemudian Ajeng berpamitan dengan Dimas dia terpaksa berjalan kaki sambil Sepanjang jalan menunggu jika ada angkutan umum yang lewat. Ajeng melihat jam tangan yang sudah tidak layak yang dia pakai dan untungnya masih berfungsi, di jam itu menunjukkan sepuluh menit lagi bel masuk sekolah akan berbunyi membuat Ajeng pasrah akan nasibnya.
Tiba-tiba ada sebuah motor yang lewat dan suara mesinnya sangat berisik, Ajeng menoleh dan Ternyata Ibra yang mengendarai motor sport berwarna biru itu. Dia memberhentikan motornya mengajak Ajeng untuk ikut bersamanya agar tidak telat namun karena gengsi Ajeng tidak mau.
"Terserah lo mau ikut atau enggak yang pasti kalua lo ikut gue lo gak bakal telat," kata Ibra dan dia sudah siap untuk pergi dari sana dengan motornya Ajeng yang melihat Ibra ingin pergi lalu menahan lengan Ibra dan mengatakan dia ingin ikut. "Gitu dong masih muda mikirnya udah kaya nenek-nenek lama," ujar Ibra yang Rasanya ingin Ajeng cekik.
Ibra mengemudikan motornya dengan baik membuat rasa benci di benak Ajeng untuk pria itu sedikit berkurang, mereka pun sampai tepat waktu di sekolah. Ibra ikut membantu Ajeng mambwakan dagangannya agar Ajeng tidak terlambat sampai di kelasnya, melihat Ibra dan Ajeng yang berlari bersama-sama melewati lorong sekolah banyak murid yang melihat dan mereka mulai membicarakan Ajeng dengan Ibra. Mereka tentu bertanya-tanya apa hubungan Ajeng dengan Ibra sampai Ibra mau membantu wanita yang menjadi kakak kelasnya itu.
Sesampainya di pintu kelas Ajeng dengan senyumnya mengucapkan terima kasih kepada Ajeng dan Ibra juga melambaikan tangannya sembari memberikan senyuman. Hal itu tidak luput dari perhatian Andini dan Wita yang sedang menunggu Ajeng di kelas mereka. "Sorry ya gue telat, angkot ayah gue mogok tadi untung ada Ibra lewat." Ajeng buru-buru mengeluarkan satu persatu pesanan teman-temannya dari dalam tas pelastik yang dia bawa.
"Gue pikir loe lagi PDKT sama tuh adik kelas, perasaan kemarin-kemarin udah kaya tom and jerry loe berdua." Wita dan Andini tertawa namun Ajeng melah merasa bersalah kepada Ibra karena selama ini sudah berkata kasar kepada pria itu.
"Eh hampir gue lupa, lo di cariin sama Pak Radit." Wita teringat pesan dari wali kelas mereka itu saat tadi dia bertemu di gerbang sekolah. Ajeng yang mendengar hal itu langusng tahu maksud wali kelas pujaan hatinya itu mencarinya. "Gue ke ruang guru dulu ya," katanya dan langusng pergi. Tapi sebelum ke ruang guru Ajeng ke bagian administrasi sekolah untuk membayarkan uang sekolahnya yang sudah dua bulan belum dia bayarkan. Tapi Ajeng terkejut karena Ternyata bagian administrasi sekolah mengatakan kalau uang sekolahnya tiga bulan kedepan sudah di bayar lunas. Dia menjadi bingung, ayahnya pasti akan memberitahu kepadanya jika sudah membayar uang sekolah tapi dia tahu sendiri uang setoran ayahnya saat ini sedang tidak banyak bahkan nyaris habis hanya untuk bayar sewa mobil yang di pakai setiap hari tidak mungkin jika ayahnya yang membayar.
Ajeng kemudian datang ke ruang guru dan ketika melihat Radit dia langsung memberi salam dan bertanya perihal uang sekolahnya. "Saya mencari kamu bukan karena ingin menanyakan perihal uang sekolah namun saya ingin mengajak kamu untuk ikut saya lagi nanti malam jika kamu tidak keberatan." Ajeng tersenyum malu mendengarnya namun kembali dua teringat masalah uang sekolahnya yang sudah dibayar.
"Ah tapi Pak itu uang sekolah saya kenapa Katanya sudah di bayar ya Pak ?" Radit tersenyum mendengar pertanyaan Ajeng itu. "Mungkin ada orang yang baik hati melihat kegigihan kamu, jadi dia membayarkannya," jawaban Radit membuat Ajeng yakin jika yang membayarkan uang sekolahnya adalah Radit, dia tahu benar bagaimana sikap dermawan Radit jadi dia sangat yakin dengan hal itu. "Oh iya terima kasih untuk nasi goreng yang kamu berikan untuk saya ya, tapi lain kali tidak perlu repot-repot."
"Saya tidak repot Pak. Terima kasih ya pak," ujar Ajeng lalu dia pergi dari hadapan Radit. Senyuman Radit membuat detak jantungnya tidak karuan dan wajahnya sangat panas, kenapa wali kelasnya itu sangat baik hati dan perhatian kepadanya ? apakah Pak Radit juga suka dengan dia. Bisakah Ajeng berharap lebih. Saat Ajeng ingin kembali ke kelasnya ada sekelompok siswi yang suka sekali membully-nya dengan sengaja berbicara dengan suara kuat.
"Muka gembel gitu paling juga Ibra kasihan makanya bantuin dia. Sekarang kayanya lagi deketin Pak Radit juga nih bau-baunya. Keliatan banget cewe gatel," seru salah satu siswi yang berambut pirang.
"Gatel kalau liat bentuk juga masih mending sih, ini dari jauh juga kecium bau keringet kemana-mana wajah gersang udah kaya p****t panic tau gak ! Ih.nyadar gak sih," ujar yang lainnya.
Entah kenapa kali ini Ajeng tidak sanggup membalas hinaan itu, ada sesuatu yang menyetil dirinya dan itu membuat dia ingin menangis saat ini. Namun di sebelahnya tiba-tiba dia melihat ada Radit yang sedang berjalan di sampingnya. "Jangan dengarkan, mereka hanya kerikil kecil dalam hidup mu sedangkan kamu adalah berlian yang sangat berharga. Semangat Ajeng," ujar Radit sambil mengepalkan tangannya dan Ajeng kemudian melepaskan tawa karena wajah lucu gurunya tersebut. Tidak jauh dari mereka ada seorang pria yang juga ikut tertawa memperhatikan keduanya.
Bersambung...
Hei ku tunggu vote dan komentarnya ya...