10 :: Semakin Sayang ::

1238 Words
Ketika pertama kali jatuh cinta memang akan terlihat seperti orang paling aneh di Dunia, orang lain akan melihat dirimu dengan konyol dan kau sendiri akan merasa kalau saat ini kau berbeda. Detak jantung mu tidak lagi beraturan dan pipi jelas terasa menghangat ketika melihat orang yang kau suka. Ajeng merasakan hal itu saat ini, dia tidak mendengar dengan jelas apa yang Radit jelaskan di halaman lapangan basket sekolah saat ini, dia hanya terus tersenyum melihat gurunya di tengah halaman dengan setelan olahraga dan sangat gagah. Ajeng Rasanya panas dingin ketika mata Radit menatapnya, hal itu berlangsung sudah lima belas menit dan berakhir ketika satu bola memantul tepat di kepala Ajeng membuat semua teman kelasnya tertawa. Ajeng memegang keningnya yang sakit dan dia di bantu oleh Wita juga Andini untuk bangkit. Radit ikut menghampiri bersama satu orang pria yang memang sengaja melemparkan bola kepadanya. "Ajeng sorry ya," ujar Ibra namun Ajeng dengan raut wajah kesal memarahi Ibra. "Lo tuh ya, kalau gue geger otak gimana ?" Ibra berbisik di telinga Ajeng membuat Ajeng terdiam "Muka lo jelek banget tadi waktu liatin wajah Pak Radit," ujar Ibra dan Ajeng langusng melihat ke arah Radit. "Kamu baik-baik saja Ajeng ?" tanya Radit kemudian dan Ajeng mengangguk. Ibra kembali memantulkan bola basketnya berjalan menuju arah kelas pria itu. Wita kemudian tertawa bersama Andini karena mereka cukup mendengar apa yang Ibra bisikkan kepada Ajeng tadi, pelajaran olah raga yang sangat menyenangkan itu kembali di lanjutkan. **** Hari bahagia Ajeng di sekolah berakhir, dia menuju mini market tempatnya bekerja bersama Wita sementara Andini sudah pulang di jemput supirnya karena kata Andini hari ini dia ada les tambahan di dirumahnya. Ajeng dan Wita hanya diam selama berjalan kaki mengingat percakapan mereka mengenai kampus mana yang akan mereka pilih, Wita sebenarnya sudah membuat keputusan namun dia masih ragu untuk mengatakannya kepada Ajeng. Sementara Ajeng masih belum tahu akan kuliah dimana setelah dia lulus, bulan depan ujian mereka akan di mulai dan dia belum tahu akan kemana. Dia memang menyukai Matematika dan sains maka dari itu dia masuk di kelas IPA namun tetap saja Ajeng belum tahu di bidang mana dia akan bekerja. "Lo mau kuliah dimana ?" tanya Ajeng tiba-tiba ketika hampir sampai di depan pintu mini market. Tapi belum Wita menjawab Ajeng kembali bergumam seolah dia sangat lelah. "Oh kenapa kita baru ketemu Pak Radit sekarang ya, gak bisa gitu kalau lulusnya tahun depan aja." Wita yang mendengar hal itu langusng menoyor kepala Ajeng. "Lo beneran suka ya Jeng sama Pak Radit ?" tanya Wita kali ini dan dia sangat serius, Ajeng memang belum menceritakan apapun perihal perasaanya untuk Radit dan sebagai sahabat Wita sangat penasaran akan hal itu. "Gimana yang bilangnya. Lo tau kan gue punya buku diary ? nah Pak Radit adalah pria kedua yang masuk di dalam sana, karena yang pertama ayah gue pastinya." Ajeng tertawa sambil pipinya merona dan Wita kini mengerti apa maksud Ajeng. "Tapi dia guru kita Ajeng, mustahil dia suka sama lo dan kalian jadi sepasang kekasih." Kemudian Wita teringat perihal tadi siang Ajeng keluar kelas dengan membawa satu kotak makanan. "Jangan bilang tadi siang lo ke ruang guru dan kasih kotak makanan ke Pak Radit ?" tanya Wita lagi dan Ajeng mengangguk dengan senyuman lebarnya. "Iya ! gue pernah denger kata orang kalau cara yang tepat membuat seseorang menyukai kita adalah memberikannya makanan yang kita buat sendiri dengan penuh cinta." Wita yang mendengar itu menggelengkan kepalanya tidak percaya jika sahabatnya ini sudah pada tahap jatuh cinta pada guru mereka sendiri yang mungkin umurnya sudah hampir kepala tiga sementara mereka masih sangat belia. "Lo dukung kan perasaan gue ?" tanya Ajeng lagi tiba-tiba kali ini sambil wanita itu membersihkan meja kasir. "Kalau lo bahagia ya gue bahagia, tapi gue juga mengingatkan kalau dia itu guru kita Ajeng. Umurnya sudah lebih jauh di atas kita dan mungkin dia sudah merencanakan pernikahan dengan wanita lain." Ajeng sejenak berpikir dan dia membenarkan apa yang Wita katakan tapi dia juga ingat kalau Radit selalu meminta dia menemaninya pergi. Jika memang Radit memiliki kekasih mengapa Radit mengajaknya ? Ajeng menceritakan semua yang sudah dia lewati bersama Radit kepada Wita dan kemudian mereka sepakat akan mencari tahu tentang wali kelas mereka itu lebih jelas lagi. Tidak butuh waktu lama Wita dengan ponselnya mengetikkan nama Raditya di halaman pencarian f*******: dan banyak sekali wajah pria tampak disana namun tidak ada foto wajah Radit. Mereka berpikir perlu tahu siapa nama lengkap Radit jadi mereka menghubungi sekertaris kelas untuk tahu nama lengkap Radit yang ada di buku absensi siswa yang di pegang sekertaris mereka. Wita dan Ajeng sama-sama terdiam ketika mengetahui siapa nama lengkap guru mereka itu. Nama itu sama dengan nama Andini Zigfrids, dan nama guru mereka adalah Raditya Zigfrids. Mungkin hal itu akan mereka tanyakan besok saja kepada Andini yang penting saat ini adalah mencari tahu lebih banyak tentang Pak Radit. Setelah mengetahui nama lengkap Radit tentu tidak mudah mereka menemukan sosial media milik pria itu dan hasilnya membuat Wita dan Ajeng tidak berminat karena di laman f*******: tidak pernah sekali pun Radit memposting apa pun dan tidak ada teman yang juga menandainya. Di i********: juga hanya ada foto-foto pemandangan juga anak-anak di jalanan dan juga banyak belahan dunia lainnya yang bisa mereka lihat tapi tidak ada satu pun postingan pribadi milik Radit, dan itu membuktikan bahwa Radit benar-benar orang yang tidak ingin privasinya di bagi di tempat umum. Selagi membahas masalah Radit pintu mini market terbuka dan wajah Radit yang muncul disana membuat keduanya berdiri dengan kaku bagai mereka melihat hantu. "Loh Wita ada disini juga ?" tanya Radit dengan ramah. "Hah ! oh i-ya Pak saya lagi nunggu supir jemput jad nemenin Ajeng dulu." Radit mengangguk mendengar jawaban itu lalu dia beralih menatap Ajeng. Radit sepertinya baru pulang dari sekolah karena saat ini masih memakai pakaian olahraga yang sama dengan saat mengajar tadi. "Bapak baru pulang ya ?" tanya Ajeng berbasa-basi sambil tersenyum ramah. "Iya saya baru selesai menyusun jadwal les tambahan untuk kalian yang akan di adakan mulai minggu depan." "Hah minggu depan ya Pak !?" tanya Ajeng dan Wita bersamaan dan Radit mengangguk. "Pak apakah bisa saya tidak ikut dalam les tambahan itu ?" tanya Ajeng dan Radit menggelengkan kepalanya. "Kamu harus ikut ! ini baik untuk kamu, nilai matematika kamu itu harus di perbaiki begitu juga dengan fisika, jadi kamu harus ikut. Terlebih les ini gratis untuk kamu dan beberapa siswa lainnya yang kurang mampu." Wita yang mendengar itu sedikit mengernyitkan keningnya karena dia tahu hanya Ajeng siswi yang kurang mampu di sekolah mereka. "Oh ya Ajeng ini saya kembalikan tempat bekal ini, pasti kamu yang memberikannya bukan." Ajeng menunduk malu karena Radit mengetahuinya. "Saya suka masakan kamu, tapi lebih baik jika kamu menggunakan sedikit saja minyak atau mungkin memakai minyal olive oil, itu lebih sehat." Setelah mengatakan hal itu Radit langsung pergi, Ajeng dan Wita lompat-lompat kegirangan tapi tak lama Kemudian Radit masuk lagi sehingga mereka salah tingkah. "Oh saya lupa besok malam kamu bisa ikut saya, saya membangun sekolah untuk anak jalanan bersama teman-teman saya yang lainnya jadi jika kamu mau kamu bisa ikut." "Saya mau Pak," jawab Ajeng langsung dan membuat senyuman Radit merekah begitu saja. Dia melambaikan tangannya  kali ini benar-benar pergi dari sana." Wita jelas melihat jika memang sepertinya guru mereka itu menyukai Ajeng dan dia mendukung sahabatnya itu untuk berjuang memikat hati Pak Radit. "Besok saatnya kita bertanya sama Andini ada hubungan apa dia sama Pak Radit !" tegas Wita dan Ajeng setuju. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD