6 :: Andini ::

1163 Words
"Dah Yah, hati-hati ya." Ajeng melambaikan tangannya dan senyuman yang diberikan Ajeng benar-benar sangat lebar. Dia tidak malu sama sekali ketika turun dari angkutan umum di saat siswa dan siswi lainnya menggunakan mobil-mobil mahal mereka dan juga beberapa supir membukakan mereka pintu hal yang juga terjadi pada pria menyebalkan bernama Ibra. Ajeng memasang wajah malasnya ketika dia berpapasan degan Ibjra di pintu gerbang sekolah. "Lo ga pakai parfume ya mau ke sekolah ?" tanya Ibra padahal saat ini Ajeng berjalan jauh di depannya, hal itu membuat beberapa murid melihat ke arahnya dan Ajeng yang berhenti berjalan. Ajeng menatap ke belakang penuh kebencian namun Ibra mendekatinya dan merangkul bahu Ajeng layaknya mereka teman dekat. "Ih lepasin apaan sih lo !" Ajeng berontak namun Ibra tidak memperdulikannya. Dia juga mengambil dengan paksa barang yang Ajeng bawa lalu tersenyum. "Sini gue bantu," ujar Ibra dengan senyum manisnya namun Ajeng mendengus lalu kembali menarik tas pelastik yang dia bawa. "Tidak perlu ! lo urus aja sendiri mulut dan wajah songong lo itu." Ajeng pergi begitu saja setelah mengatakan kalimat pedasnya itu Entah mengapa dia sangat tidak suka melihat wajah Ibra dan untungnya Wita segera menghampirinya dan menanyakan perihal Ibra sambil mereka berjalan ke kelas mereka, wajah Andini yang tiba-tiba muncul di depan pintu kelas membuat Ajeng dan Wita sangat terkejut. "Ya ampun lo ngagetin banget sih !" gerutu Wita dan Andini langusng meminta maaf terlihat wajahnya sungguh merasa menyesal. "Ehm ...gue mau bilang terima kasih sama kalian berdua." Andini perlahan memberikan senyumnya dan Wita serta Ajeng terpana pasalnya baru kali ini mereka melihat Andini yang berbicara dengan orang lain dan juga tersenyum. "Astaga gue makin kaget lihat lo senyum kaya gini," ucap Wita dan mereka bertiga tertawa. "Woi Ajeng mana nasi gorengnya gue udah lapar nih !" salah satu suara dari teman sekelas mereka mengintrupsi ketiga wanita itu dan mereka segera masuk kedalam kelas dan membagikan jualan Ajeng dibantu oleh Andini yang mulai membaur dengan teman di kelasnya. Bel sekolah berbunyi tapi Ajeng buru-buru keluar kelas dengan membawa satu kantong membuat Wita dan Andini heran dibuatnya. Ajeng buru-buru berlari ke ruang guru hingga salah satu guru menegurnya namun karena buru-buru Ajeng tidak menjawab pertanyaan guru itu. Setelah sampai di depan ruang guru Ajeng melihat tidak ada Radit di mejanya Ajeng Kemudian meletakkan begitu saja nasi goreng buatannya dengan tersenyum lebar dan untungnya tidak ada siapa-siapa disana. Dia kembali berlari untuk masuk kedalam ruang kelasnya karena takut guru mata pelajaran lebih dulu masuk daripada dirinya dan benar saja didalam kelasnya sudah ada guru yang mengajar. "Kamu dari mana Ajeng ?" "Maaf bu tadi saya ke toilet," bohongnya padahal guru itu jelas melihat Ajeng lari ke arah ruang guru. Tapi karena Ajeng adalah murid yang tidak pernah membuat masalah guru fisika-nya itu pun membiarkan saja Ajeng dengan alasannya. **** Berkutat dengan fisika pasti membuat sebgaian orang lelah sehingga saat jam istirahat Ajeng dan Wita langusng merebahkan tubuh mereka di tempat biasa mereka menghabiskan waktu di jam istirahat, Andini saat itu menyusul mereka setelah hampir sepuluh menit menyusuri kantin dan tidak menemukan mereka. "Kalian disini ternyata, tidak makan ?" tanya Andini dan Ajeng yang bergumam mengatakan jika mereka tidak pernah makan siang jika jam istirahat tiba. "Ini aku bawa bekal makanan mau membantu ku menghabiskannya ?" ajak Andini lalu langusng dudu di sebelah Ajeng yang tengah berbaring namun ketika Andini membuka kotak makanannya Ajeng dan Wita serempak melihat. Mereka menatap Andini tidak percaya dan saling melempar tatapan satu sama lain. "Ada apa ? apa kalian tidak suka ?" Giliran Andini yang bingung melihat dua orang temannya itu. "Kau setiap hari membawa makanan seperti ini Ndin ?" kata Wita namun kemudian mengambil satu potong sandwich dari kotak makanan itu. Ajeng juga bergantian mengambil meski dia tidak yakin akan suka. "Aku setiap hari membawa makanan karena malas ke kantin sekolah namun menu-nya berbeda setiap harinya." Andini tersenyum melihat dua teman baru yang ingin dia dekati. Awalnya Andini tidak ingindekat dengan siapa pun namun perkataan seseorang yang berarti dalam hidupnya membuat dia tersadar kalau dia tidak harus menghabiskan masa-masa SMA hanya dengan buku saja. Lagi pula Ajeng dan Wita adalah anak yang baik, Andini diam-diam sudah lama memperhatikan mereka. Disaat wanita lain sibuk mencari perhatian para pria di sekolah mereka hanya menikmati kebersamaan mereka berdua dan berteman dengan siapa saja, disaat wanita lain sibuk memamerkan hiasan terbaru dan masuk ekstra kurikuler terfavorit di sekolah mereke berdua tidak mengikutinya dan bagi Andini itu membuat mereka berbeda dari yang lainnya. "Nyokap lo pasti rajin banget buatin lo bekal enak-enak dan mahal begini ya," ujar Wita membuat sedikit cerah di wajah Andini meredup. "Mama ku sudah lama meninggal." Ajeng menepuk paha Wita yang kini juga merasa menyesal. "Andini sorry gue gak maksud buat lo sedih." Sesal Wita dan Andini dengan kembali tersenyum lembut mengatakan kalau tidak masalah untuknya. Ajeng Kemudian mengatakan jika ibunya juga sudah meninggal dunia dan kini ia hanya tinggal bersama saudara perempuannya dan juga ayah yang sangat dia sayangi. Tapi sepertinya Andini tidak begitu karena wanita itu mengatakan jika ayahnya hanya sibuk bekerja dan sempat menikah dengan orang lain. Hal itu membuat Ajeng dan Wita turut prihatin, kondisi keluarga mereka ternyata tidak jauh berbeda. Wita juga tahu jika ayahnya diluar sana mengkhianati ibunya. "Well kisah kita hanya beda-beda tipis ya," kata Wita dan dia tertawa diikuti yang lainnya. Disaat mereka tertawa tiba-tiba bole mengenai kepala Ajeng lagi membuat wanita itu berteriak keras. "Hei siapa lo !" Ajeng sampai berdiri karena kesalnya dan kali ini si pembuat ulah keluar dari persembunyiannya. "Hehehehe...sorry ya Jeng gue gak sengaja." Ibra memperlihatkan senyum pura-pura menyesalnya. "Jeng..jeng...lo kata gue temen arisan lo ! gak usah sok dekat lo ya," kata Ajeng dan berjalan cepat menuju tempat dimana Ibra berdiri. Ajeng dengnan kuat menyerahkan bola ke arah perut Ibra dan di yakin Ibra merasakan sakit di perutnya dan benar saja wajah Ibra memerah meski hanya sedikit. "Itu bukannya adik kelas kita ya ?" tanya Wita dan Ajeng yang sudah bergabung dengan kedua temannya hanya menaikkan bahu acuh. "Iya itu Ibra, keluarganya salah satu donator di sekolah ini dan katanya sih penyumbang terbanyak." Andini yang tahu pria itu menjelaskan. "Pantesan songong !" celetuk Ajeng. "Loe kenal sama dia Ndin, ganteng loh. Mau dong kenali." Genit Wita membuat Ajeng tidak percaya temannya itu bisa semenggelikan ini. "Gak kenal sih cuma tahu aja sedikit tentang keluarganya, dari nama belakangnya aja kalian bisa cari info dia di internet. Dia juga kan pemenang olimpiade sekolah tahun ini, kalian gak tahu ?" Andini menjelaskan lagi dan Wita serta Ajeng benar-benar tidak tahu. "Bodo amat sama itu manusia ! yuk balik ke kelas udah mau masuk nih." Mereka pun sama-sama pergi ke kelas dan semenjak saat itu mereka bertiga tidak lagi bisa dipisahkan, kemana-mana pasti bersama dan Andini membuat suasana persahabatan mereka lebih menyenangkan. Mereka berbagai banyak hal bersama-sama dan menjadi saling mengerti satu sama lain. Sahabat bukan hanya ada saat kita membutuhkan atau bahagia Namun juga dia yang mengerti kita tanpa diminta. Bersambung Bantu nadra tekan love ya dan jangan lupa komentar ya sayang-sayang ku...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD