Merangkai Mimpi

1088 Words
Berbeda dengan Affandi yang saat ini begitu khusyuk menikmati dunia malam yang dipandang bisa memberi kebahagiaan, Amanda justru kini mulai mewujudkan mimpinya. "Selamat pagi, Ma." seperti biasa, Amanda menyapa perempuan yang melahirkannya hampir seperempat abad yang lalu. "Pagi juga, Sayang. Tumben udah rapi bener. Bukannya kamu masuk—" Amanda tersenyum tulus. Perempuan itu meletakkan segelas air lalu menyambung omongan Fida yang sempat terpotong. "Iya, Ma. Aku masuk siang sih. Cuma hari ini ada temen aku yang mau grand opening kedai kopi gitu," terang Amanda panjang kali lebar seraya kembali mengangkat gelas beningnya. "Oh ya. Wah, hebat juga teman kamu, Mand. Teman kerja atau teman di mana nih? Wah, pasti dia dapat income gede tuh. Nyatanya ada modal buat membuka warung berkonsep kekinian," selidik Fida yang disusul oleh komentarnya yang sepertinya cukup bahagia dengan bualan Amanda. “Ehehehe, iya Ma. Yah, namanya roda kehidupan itu ‘kan terus berputar,” sahut cepat Amanda, seraya menyunggingkan senyum palsunya. “Begitupun juga dengan roda kehidupan Yogi yang saat ini mulai merangkak naik, Ma,” ucap Manda yang tak ia lisankan pada Fida. Yah, akan lebih baik jika Manda saat ini rela menyembunyikan sesuatu yang bisa saja menghentikan sikap Fida yang begitu memandang Yogi sebelah mata. Tanpa banyak kata, Manda mempersilakan Yogi untuk mengembangkan diri. Ya bisa dibilang mirip dengan ungkapan talk less do more, gak cuma NATO alias banyak ngomong tapi gak kunjung direalisasikan. “Yaudah, Manda cabut sekarang yah, Ma. Jaga diri baik-baik selama di rumah. Kalau ada apa-apa, tinggal hubungi satpam kompleks aja yah,” pinta berantai Amanda namun malah membuat Fida tertawa lepas. “Hahaha. Beres komandan. Kamu juga hati-hati nyetirnya. Fokus, jangan kebanyakan melamun,” sahut Fida yang tak kalah kocak namun ada benarnya juga. Spontan, Amanda terkekeh mendengar pesan mamanya. Perempuan itu menautkan ujung jari jempol dengan telunjuknya. Lalu gegas berjalan menuju ke garasi. “Bye ma,” ucap Amanda seraya melajukan sedan hatchbacknya yang pelan-pelan bergerak menjauh dari rumahnya. Menuju ke tempat di mana peresmian outlet kopi digelar. Jalanan di kota metropolitan yang lumayan padat membuat Amanda hanya mampu melajukan kuda besi best buy-nya dengan kecepatan di bawah standar. Banyaknya kendaraan yang saling menyerobot jalan kian memperparah kemacetan. Yang akhirnya menambah durasi terhambatnya kendaraan yang terjebak di lubang kemacetan. Termasuk sedan yang saat ini Amanda tumpangi. Amanda melirik jam yang digital yang ada di dashboard. Lima menit lagi acara akan dimulai. Namun, posisi Amanda masih jauh dari tempat tujuan. Momen macet parah ini nyatanya tak membuat Amanda menyerah pada keadaan. Ia berusaha mencari jalan alternatif, termasuk jalur tikus sekaligus. Ia buka aplikasi penunjuk jalan yang biasa menyediakan jalur tercepat. Tidak ingin terlalu lama terjebak dalam kemacetan parah itu, tanpa menunggu waktu, Amanda memutar balik kendaraannya. Ia pun menempatkan gawainya di phone holder yang sengaja ia pasang di sisi kanan dashboard. Agar memudahkan ia ketika bernavigasi. Semesta tampaknya merestui Amanda untuk tiba di acara Yogi tepat waktu. Hanya dalam waktu kurang dari setengah jam, wanita berhijab kuning mustard ini pun tiba di tempat acara. “Loh cepet banget sih! Katanya tadi macet parah, Mand.” teman-temannya berkomentar ketika Manda menyalami mereka satu persatu. “Ehehehe. Iya. Biasa, lewat jalur tikus tadi,” sahut Manda seraya tersenyum. “Oh gitu ya. Sip lah kalau begitu. Kan kita gak boleh nyerah gitu aja pada keadaan. Ya ‘kan, Mand?” tukas kolega Yogi dan Manda. Amanda hanya tersenyum tipis menanggapi komentar rekannya. Ia kini melangkahkan kaki jenjangnya menuju ke dalam coffee shop. Bermaksud menemui si owner kedai kopi bernuansa modern ini yang barangkali berada dalam bangunan minimalis itu. Kali ini Amanda bernasib mujur. Belum sampai ia melangkahkan kakinya hingga ke dalam bangunan bercat putih itu, dari kejauhan radarnya menangkap sosok pria yang begitu familiar di benaknya. Begitupun dengan Yogi. Setelah ia beberapa kali menengok ke luar, akhirnya manik coklatnya melihat sosok belahan jiwanya hadir di acara yang teramat penting. Yogi menyunggingkan senyum terbaiknya. Lantas memperpendek jaraknya dengan Amanda. “Ah, gila. Keren banget ini, Hon. Selamat ya, finally your dreams are come true,” pekik Amanda seraya menghambur ke pelukan Yogi. “Sama-sama, Sayang. Thanks banget yah. Uda mau datang ke sini. Yah, meski cuma buat minum kopi gratis sih.” Yogi berkelakar seraya membalas pelukan Amanda. Bahkan kali ini lelaki penyuka kemeja slimfit ini merekatkan dekapannya. “Sama-sama, Babe. Makasih ya udah membantu aku berjuang. Karena aku gak mau kamu terus-terusan dibantai sama mama,” balas Amanda tanpa merenggangkan pelukan Yogi sedikitpun. “Iya,” balas lirih Yogi seraya mengelus lembut pucuk kepala Amanda yang tertutup jilbab. Pasangan sejoli itu seakan lupa bahwa kini tengah berada di tempat umum. Cukup lama mereka saling berpelukan dan melemparkan pujian. Hingga akhirnya celetukan salah satu temannya sukses menjeda kegiatan yang membuat iri para kaum jomblo. "Haddeh. Dunia milik berduanya dipause dulu kenapa. Kalau diterusin bisa-bisa malah jadi wedding ceremony, bukan lagi grand opening ceremony deh," celetuk Ruli yang kebetulan hadir juga di acara pembukaan outlet Yogi. Amanda pun bersegera melepas dekapan hangat Sang Kekasih. Perempuan itu membisiki Yogi agar segera memulai acara. "Calon konsumennya segera disambut gih. Siapa tahu aja diantara mereka ada penikmat kopi yang bisa diajak kerja sama nantinya," bisik Amanda. Yogi pun tersenyum mendengar ucapan Manda. Lelaki itu kini memandang gadis yang dipacarinya selama tiga tahun ini dengan penuh kekaguman. Ternyata, di balik sikap polos yang sering ditunjukkan, jarang berjanji ini itu, nyatanya ada bakat yang terpendam dalam diri Amanda. Yah, bakat untuk membaca celah kesempatan. "Semakin ke sini, aku semakin bangga padamu, Beb. Beruntung aku mendapatkanmu." Yogi kini meraih punggung tangan halus Amanda. Lalu meremas jemari lentik perempuannya. "Ah, jangan terlalu tinggi memujiku lah, Beb. Nanti kalau aku lupa diri terus lupa jalan pulang gimana? 'Kan nanti malah kamunya yang repot." Amanda menjeda omongannya sejenak. Ia sempatkan minum kopi racikan Yogi hingga tandas. Lalu melanjutkan perkataannya yang sempat tertunda. "Sorry ke-pause deh. Habisnya tergoda sama aroma kopi yang menggoda taman. Eh salah maksudnya iman." kekeh Amanda. "Kalau aku hilang, pasti kamu bakal ngomel-ngomel gak jelas kayak lebah yang siap menyerang mangsa," sahut Amanda yang sengaja merendah namun dibungkus dengan kalimat yang sukses membuat Yogi terkekeh. Amanda sukses membuat Yogi geleng-geleng kepala. Bisa-bisanya momen romantis sedemikian rupa ia sisipi dengan hal yang membuat perut Yogi yang gagal sixpack bergerak naik turun. "Yah, begini deh nasib punya pacar yang gagal jadi komedian. Momen sayang-sayangan justru disisipi jokes receh," celetuk pria berkumis tipis seraya mencubit gemas pipi Amanda. "Sabar yah, Pak. Hehehe. Aku berharap semoga usaha kita untuk merangkai mimpi bisa membuahkan hasil," tukas Amanda yang kini memasang wajah serius. Seraya tetap menatap teduh pria yang memberinya kenyamanan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD