EPISODE ||Kedatangan Kylie

2794 Words
EPISODE  8  ________________________________________________________________________________________                     Cukup cepat Noah dan Zelia tiba di lingkungan apartemen di mana Kylie tinggal. Setelah memarkirkan mobilnya, mereka turun dan memandangi area apartemen itu dengan saksama. Sekilas Noah melirik jam tangan yang menunjukan pukul 10 tepat.  Yaps, jika Noah berangkat kerja pasti Ellards akan memarahinya karena tiba di saat oang-orang bersiap untuk makan siang.             “Jadi, di sini kita akhirnya? Bukankah seharusnya kau pergi bekerja karena jika Ayahmu tahu, kau akan---”             “Sssst! Jangan membahas Ayahku karena aku sedang tidak ingin mendengarnya,” tegur Noah. Untuk membuat Noah tenang, Zelia memilih tidak membahas tentang itu. Diam-diam, dia tahu bahwa hubungan ayah dan anak itu kurang baik.             “Lalu, untuk apa kita kelingkungan apartemen ini? Apakah ada pertemuan dengan seseorang?” Mata Zelia tidak berhenti memandangi bangunan apartemen yang menjulang tinggi beserta fasilitas outdoor yang mewah. “Atau kau tahu bahwa aku punya satu unit di sini sehingga secara diam-diam kau mengajak-ku ke sini karena ingin berduaan denganku?” god aperempuan itu dengan gelagat gemulainya.             Merasa tidak ada respon, Zelia menoleh cepat ke arah pria yang diajaknya mengobrol. Sayangnya, pria itu sama sekali tidak menanggapi dan justru fokus pada bangunan di depan sana.  Tentu saja, itu membuatnya kesal.             “Jika kau memang ingin ke unitku. Aku akan menyuruh salah satu ajudan untuk membawakan kartunya agar kita bisa masuk.”             Saat Zelia berulang tahun yang ke 17 ayahnya membelikan salah satu unit apartemen di sini. Dan beberapa penthouse di bangunan yang lainnya. Sebenarnya, unit itupun bukan permintaannya. Entah mengapa Rovandi memberikan itu untuknya.             Bangunan tinggi yang jumlahnya ada beberapa itu menyita perhatian Zelia. Satu telapak tangannya menutupi wajahnya dari sinar matahari yang menerpa. Zelia sangat kesal pada Noah yang sejak tadi fokus pada ponselnya. Pria itu kini duduk di mobil dengan pintu terbuka. Sembari memangku satu kotak bewarna putih.             “Kau terlihat seperti menunggu seseorang? Dari pada tersengat matahari bagaimana jika kita ke apartemenku saja?” bujuk Zelia tidak kenal lelah.             Noah mendongakan kepalanya, lalu alisnya bertautan. “Aku penasaran, mengapa kau begitu kukuh mengajak-ku ke apartemenmu. Apa yang sebenarnya kau rencanakan?” Noah menaruh curiga pada perempuan yang kini terlihat gelagapan.             ‘Ti—tidak ada. Hanya saja aku juga tersengat matahari. Kau tahu, aku tidak bisa berlama-lama di bawah sinar matahari,” jelas Zelia terdengar tidak masuk akal.             “Apakah kau sejenis es krim? Akan meleleh jika terkena panas?” kesal Noah.             Zelia mencebikan pipinya. Noah memang tidak bisa memahaminya. Dia hanya ingin punya waktu romantis dengan pria itu. Jangankan romantis, setiap detik selalu terisi perdebatan yang tidak berbobot dan masalahnya hanya satu yaitu karena Noah tidak menyukainya.             Perlukah Zelia menjadi seseorang agar Noah menyukainya? Tetapi seseorang seperti apa yang Noah sukai pun, Zelia tidak tahu.             “Noah, berapa lama orang itu akan datang? Ini sudah 15 menit sejak kita tiba di sini. Aku sudah kepanasan,” oceh Zelia mengibaskan tangannya agar tidak merasa gerah. “Kau tidak tahu Noah, berapa biaya yang kukeluarkan untuk perawatan tubuhku ini!”             “Tidak. Dan aku tidak peduli,” jawab Noah acuh tak acuh.             Di dalam mobil yang pintunya terbuka, Noah masih duduk di kursi. Kue dalam kotak di pangkuannya ini harus dicek lagi. Tidak ada yang berulang tahun dan alasan Noah membawa kue bukan untuk itu. Dia juga sengaja mengabaikan Zelia. Pura-pura tidak mendengarnya dan menganggap Zelia tidak ada.             2 tahun adalah waktu yang cukup untuk Noah mengetahui apa yang Kylie sukai. Dia tahu, selain perhiasan Kylie juga menyukai makanan manis dan salah satunya adalah kue. Noah sengaja memberhentikan diri di toko kue ibu Elan untuk membeli buah tangan yang akan diberikan pada Kylie.             Sepertinya, kejutan untuk perempuna tidak melulu tentang perhiasan, bukan? Sesuatu yang sederhana pun terkadang mampu mendebarkan jantung dan menyemburatkan pipi.             Satu hal yang sama antara Noah dan Kylie. Mereka sama-sama menyukai sesuatu yang manis. Kue adalah makanan kesukaan mereka.             Tidak jarang, mereka menghabiskan waktu bersama di toko kue atau restoran yang menyediakan banyak menu kue. Biasanya mereka juga pergi ke kedai kue ibu Elan. Sangat jarang tidak ada kue ketika mereka makan bersama.             Lima belas menit menunggu karena Noah tidak langsung menuju unit Kylie . dia harus memastikan di mana perempuan itu sekarang.             “Noah! Kau tidak mendengarku?!” Zelia berdiri di hadapan Noah sambil berkacak pinggang. Wajahnya yang putih itu berubah merah. Mungkin karena marah dan juga sinar matahari. “Ini sungguh menyiksaku. Belum lagi orang-orang menatapku aneh karena gaun ini!”             Benar sekali, Zelia masih memakai gaun semalam. Merah menganga.             “Aku tidak bisa langsung ke unitnya karena aku tidak tahu dia sedang di mana! Tidak bisakah kau diam saja?! Lagi pula, siapa yang menyuruhmu ikut denganku, huh?!” Noah keluar dari mobil dan menutup pintu dengan  membantingnya. Zelia terkejut mendengar suara itu.             “Mana aku tahu jika kau akan ke sini! Jika tahu, aku akan menghubungi supir untuk menjemputku.”             “Lalu, mengapa tidak kau lakukan sejak tadi?” tukas Noah.             “Aku penasaran siapa yang akan kau temui,” jawab Zelia datar. “Dari pada kita menunggu di sini, lebih baik ayo ke apartemenku saja.” Gerakan tiba-tiba saat Zelia menarik tangan Noah langsung mendapat sentakan dari pria itu.             Bola mata Noah melebar. “Aku tidak mau. Jujur saja, aku menaruh curiga padamu. Untuk berjaga-jaga, lebih baik matahari menyengatku daripada aku pergi ke apartemenmu,” jawabnya, masih setia membawa kotak kue.             Pikiran negatif Noah itu mendapat respon Zelia. “Bagaimana bisa kau mengira seperti itu, Noah?! Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan tentangku!”             Noah mengernyit. Mengapa justru Zelia yang marah? Namun Noah hanya mengendikan bahunya tak acuh.             “Ayo Noah! Sekalian kita bisa mencari restoran untuk makan siang. Aku sudah melewatkan sarapan pagi dan aku tidak mau melewatkan makan siangku.” Zelia melingkarkan tangannya ke perut, seolah melilitnya sambil membungkuk kecil.             “Pergi saja sendiri! Sungguh, aku  malas melihat wajahmu. Pergi denganmu hanya akan membuatku malu. Aku tetap akan menunggunya di sini. Hush, sana pergi!” Noah memberi gestur mengusir dengan menganyunkan tangannya.             Zelia mencebik, merengut dan merengek seperti bocah. “Ayolah Noah, bagaimana aku bisa mencuri hatimu jika kau saja selalu menolak?” Wajah Zelia memelas. “Kali ini saja, kumohon. Kau siap menggendongku jika aku pingsan karena tidak makan siang?” ucap Zelia menakuti Noah. Pria itu terdiam, dari ekspresinya terlihat berpikir.             “Ayolah Noah, birkan aku memberimu sesuatu yang akan membuatmu menyukaiku. Aku bisa memberimu perhatian, kasih sayang dan cinta. Sekali saja tidak menolakku. Bagaimana aku bisa mendapatkanmu jika kau selalu berusaha menjauhiku.”             Noah menurunkan kepalanya. Sejajar dengan wajah perempuan di hadapannya. “Dan bagaimana aku bisa tertarik padamu jika kau saja selalu memaksaku untuk melakukan semua hal yang kau mau?” Noah menyeringai. “Dengar, aku tidak suka diatur. Oleh siapapun termasuk, kau, Zelia!” Terkahir, Noah mengangkat  jari telunjuk di depan wajah Zelia. Sebagai tanda peringatan bahwa dia tidak main-main dengan perkataannya. ______________________________________________________________________________________________             Sayang sekali Noah tidak menghitung waktu selama dia menunggu Kylie sampai matahari naik ke atas langit menyengat ubun-ubun kepalanya dua kali lipat lebih panas.  Dan sayangnya lagi, Noah masih bersama wanita menyebalkan yang sejak tadi tidak mau mengatupkan bibirnya di halaman apartemen.             Berulang kali satpam yang berdiri tidak jauh dari mereka melirik curiga, hingga akhirnya menghampiri karena mungkin rasa curiganya sudah memuncak. Noah tidak takut karena sudah sering ke sini. Dan harusnya satpam itu sudah menghafal wajahnya.             “Siang!” Satpam itu berhormat, dengan gestur tegap. “Tuan mencari siapa?”             “Bukankah Anda sudah mengenal saya? Saya berulang kali ke apartemen ini.” Senyum Noah mengembang sebagai bentuk keramahan.             Satpam itu mencoba mengenali Noah dan Zelia yang tampak kebingungan.             Mendengar kata  Berulang kali semakin membuat rasa penasaran Zelia menjadi-jadi.  Siapa yang sebenarnya Noah temui di apartemen ini. Jika rekan bisnis harusnya Noah tidak membawa buah tangan kue semacam itu dan tidak perlu susah payah menunggunya sampai kepanasan.             Menanyakannya sekarang hanya akan membuat Zelia mendengar bentakan lagi. Dia sudah kenyang dibentak oleh Noah yang tidak pernah menghargainya itu.             “Sebentar … sepertinya Tuan memang sering ke lingkungan ini.” Pria dengan badan kekar itu mencoba mengingat wajah Noah.             Noah mengangguk, mengebangkan senyumnya. “Benar sekali.” Dan setelah mengatakan itu, tanpa mengintrogasi lagi pria petugas itu mempercayainya.             Noah hanya bisa menghela napas kecewa ketika tidak menemukan dan tidak bertemu Kylie di unit perempuan itu. Meskipun dia belum menganggap usahanya ke sini sia-sia—Noah sempat merasa pasrah. Alhasil, Noah memutuskan untuk tetap menunggu perempuan itu di tempat yang sama seperti semula.              Jika pulang, Noah tidak yakin besok atau bahkan nanti malam dia masih punya pemikiran dan niat yang sama untuk meminta maaf pada Kylie. Hati manusia mudah sekali berubah-ubah begitupun dengan keputusan yang dibuatnya. Hari ini dia mengatakan A besok bisa jadi dia mengatakan B.             “Noah ayolah kita pulang saja. Aku kelaparan …,” rengek   Zelia yang duduk di dalam mobil dengan pintu yang terbuka.             Oh ya, dan satu lagi! Noah masih menunggu kedatangan Kylie dengan manusia yang sama.             “Aku sangat lapar. Andai saja kau tidak melarangku memanggil para ajudan aku akan menyuruh mereka membawakan makanan untuk kita. Agar hal konyol yang kita lakukan ini bisa berjalan lebih maksimal dan andai saja aku tidak mencintaimu mungkin aku ….”             Betapa sadarnya Noah bahwa perempuan yang duduk di dalam mobil itu sedang kelaparan. Dan betapa kesalnya Noah mendengar Zelia yang tidak berhenti berbicara sampai mulutnya berbusa. Persis seperti orang keracunan.             Noah menghela napas lelah. “Entah kau ini manusia apa, Zelia,” jengah Noah, “kapan aku melarangmu untuk meminta ajudan membawakan makanan untukmu?  Aku bahkan sudah menyuruhmu pulang yang mana nada suaraku sudah seperti pengusiran tetapi kau sama sekali tidak mendengarkanku! ” Jika sedang kesal, Noah tidak irit bicara lagi. Mulutnya sudah hampir berbusa sama seperti Zelia.             Bibir Zelia mengerucut. Di mata Noah itu sama sekali tidak menambah kadar kecantikan atau kelucuan perempuan itu. Justru sebaliknya.             Noah menghela napas lelah. Mengalihkan wajahnya ke arah lain. Tidak jauh di sebelah kanannya ada dua orang sedang berbincang.             “Cobalah ingat-ingat, kita dulu bertemu di sini. Kau yang menyapaku lebih dulu,” ujar perempuan itu dengan ekspresi serius dan tak kenal lelah. Ada gurat harapan di wajah cantik itu.             Anehnya, Noah yang masa bodoh atas urusan orang lain, kali ini justru ingin tahu apa yang dua sejoli itu bahas. Diam-diam, dia menajamkan pendengarannya, walaupun pura-pura tidak melihat. Oh, serius. Noah kadang-kadang pandai berakting hanya saja wajah datarnya itu sering sekali membungkus sehingga tidak begitu kelihatan.              “Maafkan aku. Tetapi sungguh, aku tidak mengingat semuanya kecuali adik-ku sendiri. Maaf, aku bahkan belum bisa mengingatmu. Jika kau ada di masalaluku maka, bantu aku untuk mengingatmu kembali.” Pria yang bersamanya menjawab dan terlihat sedih, begitupun perempuan yang bersamanya.             Bahu perempuan itu turun. “Apa yang bisa kulakukan selain hanya berdoa? Aku bahkan tidak bisa memaksamu untuk mengingat semuanya ….” Kepalanya jatuh, bersamaan dengan tetesan air dari matanya yang bening.             Oh …. Noah menangkap sesuatu dari pembicaraan itu. Jadi, pria itu mungkin mengalami Amnesia dan si perempuan yang kemungkinan adalah kerabat dekatnya mencoba membantu memulihkan ingatan pria itu. Sayangnya, Amnesia tidak bisa disembuhkan dalam sekejap. Karena bukan seperti lupa menaruh sesuatu. Bahkan tidak jarang sebagian ingatan masa lalunya pun hilang.             “Usaha yang bagus,” komentar Noah. Tidak lagi ingin menguping. “Setidaknya, sampai Tuhan benar-benar memberikan kesempatan pada kalian untuk tetap saling mengingat.”             “Noah!”             Akhir-akhir ini Zelia memang selalu menjadi penganggu. Andai saja ada obat pembasmi seperti pembasmi serangga. Noah akan membelinya. Berapapun harganya.             “Untuk apa mengamati mereka? Lebih baik kita pergi ke restoran daripada memperhatikan dua manusia yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kita!” Zelia menggeram, “cepat! Aku sudah lapar …,” rengeknya seperti sepupu Noah yang usianya baru 4 tahun.             Secara spontan, Zelia meraih lengan Noah. Bersamaan mereka menuju restoran di sekitar apartemen. Walaupun tampak jelas Noah tidak suka dan terus berusaha menolak. Kesusahan karena masih membawa kotak kue. Tetapi, sepertinya akan semakin menyusahkan Noah jika tiba-tiba Zelia pingsan. ______________________________________________________________________________             Rasa lelah dan nyeri menyerang tubuh perempuan 25 tahun dengan tinggi 1,79 m tersebut. Dia tidak menyangka pemotretan 4 jam bisa membuat seluruh sendi tubuhnya mengalami nyeri.  Padahal dia hanya melakukan sesi pemotretan untuk dua produk yaitu pakaian dan tas.             Yang Kylie inginkan saat ini adalah turun dari mobil sesegera mungkin. Lalu, menuju ke apartemen miliknya. Dia butuh membersihkan diri dan butuh istirahat, juga butuh makanan untuk mengganjal perutnya yang mulai kelaparan.             Menjadi seorang model yang hidup sendirian, tanpa seseorang pun di sisinya sangatlah sulit. Kylie tidak punya asisten karena belum mampu membayarnya. Jangankan membayar asisten, untuk kehidupan sehari-haripun tidak jarang Kylie meminjam uang pada temannya termasuk Samantha.             “Ah … akhirnya. Aku bisa mengistirahatkan tubuhku. Menjadi model tidak semudah kelihatannya. Berpose pun ternyata menguras tenaga. Benar kata pepatah, tidak ada pekerjaan yang tidak punya resiko.” Kylie memejamkan kedua matanya. Rasa lelah perlahan menguap bersamaan tubuhnya yang akhirnya dapat dibaringkan di ranjang.             Helaan napas kesal keluar begitu saja dari bibir wanita itu. Lantaran suara getaran ponsel tidak berhenti sejak dia mengaktifkannya. Kylie memang selalu menonaktifkan ponselnya dalam keadaan bekerja. Untuk menjadi pekerja yang profesional, Kylie rasa harus melakukan itu.             Tetapi sayangnya, orang yang menghubunginya seperti tidak punya rasa putus asa.  Bagaimana bisa orang itu terus mengiriminya pesan sedangkan satupun tidak dibalas olehnya.             Hanya terdiam tanpa ekspresi setelah Kylie mengetahui siapa di balik rentetan getaran ponselnya.             “Huh! Untuk apa dia menghubungiku setelah dengan terang-terangan menolak-ku.” Lalu, dia mengabaikannya karena harus ke kamar mandi dan harus membersihkan tubuh sesegera mungkin agar tubuhnya terasa lebih segar. Mungkin setelah mandi, Kylie harus mencari makanan untuk mengisi perutnya yang kosong. _____________________________________________________________________________________________             “Tidak buruk hidangan di restoran ini,” komentar Noah ketika dia  baru saja menelan makanan di dalam mulutnya. Sempat menyesal karena berulang kali menolak ajakan Zelia dengan keyakinan. Mengabaikan rasa lapar yang sebenarnya juga dirasakan olehnya.             Zelia tersenyum mendengar komentar positif dari Noah. Itu berarti, usahanya untuk membujuk pria itu tidak sia-sia. Sekaligus, bukankah itu artinya sedikit demi sedikit dia bisa mengambil hati Noah. Setidaknya, masih ada harapan untuknya.             “Kau harus berterima kasih padaku.” Hanya candaan dan tidak sungguh-sungguh. Lagi pula, bisakah seorang Noah mengatakan hal basa-basi seperti itu? Tentu saja jawabannya tidak. Untuk hal ini, Zelia tidak mau berharap. Tidak sedikit pun.             Dalam hati Noah tertawa. Ada-ada saja perempuan di depannya ini. pantas saja mudah dibodohi.             Noah mengambil serbet makan, mengelap ujung bibirnya. “Tentu saja.” Bibir Noah merekah simpul. Rupanya telinga Zelia menangkap suara itu. Dia sudah percaya diri dan jantungnya sedikit berdebar. Tidak percaya Noah akan mengatakan itu, tidak percaya Noah mewujudkan kemauannya.                 “Terima kasih untuk siapapun yang memasak ini. Kau sungguh hebat!” Dengan wajah tanpa rasa bersalah, Noah kembali menyantap hidangan di depannya.                 Sementara Zelia, sepertinya tidak perlu ditanya lagi karena dia terdiam dengan wajah datar sekaligus menahan malu. Di dalam hatinya juga mengumpat, andai saja dan andai saja …. Hanya itu yang dia katakan.                 Jangan pikir Noah akan merasa bersalah. Dia bukan pria seperti itu terhadap Zelia. Meskipun Noah tidak memperhatikan Zelia.  Dia tahu bahwa perempuan itu sedang menahan kesal. Hinga kekesalan itu sepertinya lenyap bersamaan dengan keheningan di meja mereka yang bercampur dengan keramaian di restoran ini. Mereka hanya fokus pada makanan dan suara musik yang semakin meramaikan restoran bertema klasik ini.                 Tidak begitu lama, Zelia menyelesaikan makanannya.                 “Jika kau ingin lagi, aku bisa memesankannya.”                 “Tidak perlu.”                 Zelia mengangguk. “Baiklah.” Makanan Noah tinggal setengah, itu karena dia terlalu lapar. Hanya dalam beberapa menit dia berhasil menghabiskan makanan itu. Lalu, sekarang dia beralih menghabiskan minuman dan berakhir mengelap bibirnya.                 Pemandangan itu sangat Zelia sukai. Ada sesuatu yang memuaskan melihat Noah menikmati santapan yang Zelia pilihkan. Terasa seperti menemani suami makan.                 Tetapi tiba-tiba Zelia melihat sesuatu yang cukup menarik perhatiannya.                 “Noah, bukankah itu model yang sekarang sedang naik daun?” Karena menunjuk orang asing itu tidak sopan, dia hanya diam-diam memperhatikan wanita dengan pakaian santai sedang mencari tempat duduk. “Jika tidak salah dia mengiklankan merek ternama dengan gaya yang sangat bagus dalam pemotretan majalah terbaru untuk merek tersebut.”                 Noah tidak menanggapi bahkan menoleh pun tidak. “Untuk apa mengurusi hal yang bukan urusan kita?” sindiran itu untuk Zelia yang juga menasihatinya ketika dia memperhatikan dua sejoli di parkiran.                 Walaupun Zelia kesal tidak menghentikannya untuk membahas model itu lagi. “Lihatlah, beberapa orang seperti mengenalnya. Apakah dia juga tinggal di apartemen ini?” Jika Zelia tidak mengatakan itu, mungkin Noah tidak akan meletakan alat makannya, lantas menoleh mengikuti arah pandang perempuan itu.                 Terdiam sebentar ketika Noah mengetahui siapa yang Zelia bahas sejak tadi.                 “Kylie ….”                 Suara Noah bisa dikatakan pelan. Tidak tahu mengapa, perempuan di jauh sana seakan mendengar panggilan itu hingga mata mereka saling bertemu. Noah tidak mau menyia-nyiakan waktu, lantas bangkit, menyambar kotak kue dan menyusul Kylie yang entah mengapa dia justu menjauhinya.                 “Noah! Kau mau kemana?!” Zelia buru-buru mengejear Noah dengan meninggalkan uang di meja mereka.  ______________________________________________________________________________________________ Sampai jumpa di episode 9  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD