EPISODE || Kebaikan Dua Insan

2387 Words
Episode 9 ______________________________________________________________________________________________             “Kylie! Hei, tunggu! Mengapa kau menjauhiku?!”  Langkah Noah sampai terkantuk-kantuk di kaki meja dan kursi. Buru-buru mengejar perempuan yang terus menjauhinya.             Tentu saja Noah kebingungan. Malam itu  Kylie bahkan memintanya untuk tinggal dan mendengarkan semua penjelasannya. Hari ini, mengapa dia terlihat sama sekali tidak mau melakukan itu? Dari kecepatan larinya pun, Noah bisa mengambil kesimpulan bahwa perempuan itu berusaha menjauhinya.             Untuk orang yang sebenarnya tidak bersalah dan tidak melakukan apapun dalam bentuk kejahatan, terlihat aneh jika Kylie justru menjauhinya. Karena dia berusaha menyampaikan tekadnya untuk meminta maaf, Noah harus mengejarnya. Melewati lorong sempit di sela-sela meja restoran yang dipenuhi oleh orang-orang. Tidak keheranan jika semua orang memperhatikannya dengan rasa kesal.             “Hei! Ini bukan taman bermain!” teriak pria botak di salah satu meja.             “Kau bisa menabrak meja dan menganggu acara makan siang kami!” Salah satu perempuan di tengah ruangan berteriak.             “Di mana manajernya, mengapa kekacauan seperti ini tidak … Hei, berhati-hatilah!” pria botak itu mengomel lagi ketika Noah hampir menabrak seorang pembeli.             Noah mendengar semuanya tetapi mengabaikannya. Lagi pula untuk apa dia berhenti dan meladeni mereka yang hanya akan membuat kegaduhan karena Noah tidak yakin bisa menjaga amarahnya.             “Kau pikir aku tidak tahu,” gumam Noah tidak jelas karena dia terus berlari mengejar Kylie secepat yang dia bisa.             Harapannya, semoga saja dia tidak menyenggol apapun yang bisa berakibat fatal. Oh! Sayang sekali. Itu hanya sebuah harapan yang terkadang menghianati dirimu sendiri.             “Maaf,” ucap Noah cepat pada pramusaji pria yang ditabrak olehnya. Untunglah dia membawa nampan kosong. Pramusaji tersebut sempat terlihat kesal sebelum akhirnya Noah mengabaikan pria itu dan terus mengejar Kylie. Intinya, dia sudah meminta maaf, ‘kan?             Yaps, Noah memang sedikit arogan. Mungkin, sifat itu adalah turunan dari Ellards atau mungkin juga murni dari dirinya sendiri. Sifat yang seharusnya, tidak perlu dimiliki oleh manusia. Untuk apa? Untuk menyombongkan semuanya yang sebenarnya adalah milik semesta?             “Kylie!” panggil Noah dengan napas memburu. Perlahan-lahan Noah menghentikan langkahnya karena sudah tidak kuat lagi untuk berlari. Noah sebenarnya punya penyakit yang cukup menganggunya. Namun dia tidak akan selemah itu menghadapinya. Di tangannya masih ada kotak kue untuk perempuan itu.             Kini mereka di halaman luar restoran tersebut. Tetap saja masih banyak orang. “Mengapa kau menjauhiku?!” teriaknya. Tersengal-sengal.               Demi apapun, Noah tidak sekuat kelihatannya. Dia tidak kuat  berlari apalagi membawa sekotak kue yang harus ia jaga. Dahinya banjir akan keringat.             Satu, dua orang menatap aneh Noah yang berdiri dengan napas tersengal-sengal. Seperti baru saja berlari maraton. Sangat payah, bukan?                         “Apakah aku membuat kesalahan sehingga kau melakukan ini padaku? Aku tidak berhak mendapat perlakuan seperti ini!” Noah setengah berteriak. Masih mengabaikan tatapan semua orang. Bahkan ketika orang-orang itu mengabadikan momen ini dengan ponselnya.             Mereka berdua terlihat seperti drama-drama Korea.             Peduli setan, mereka hanya akan membuang waktu mengurusi urusan orang lain sementara mereka sendiri punya masalah yang belum diselesaikan. Itulah lalainya manusia.             Teriakan Noah tidak ditanggapi apapun oleh perempuan yang kini mulai berjalan, tidak lagi berlari.             “KYLIEEEE!!!” Noah geram, tangannya yang bebas terkepal, otot-ototnya tampak.             Satu, dua orang melihat ke arahnya lagi. Siapa peduli? Semua orang hanya berusaha ingin tahu sesuatu yang sebenarnya itu sama sekali bukan urusan mereka. Sama sekali bukan.             Diluar dugaan Noah, tiba-tiba Kylie berhenti. Kira-kira 10 meter di depannya. Perempuan itu membelakangi Noah dengan napas yang sama-sama memburu. Terdiam, matanya terpejam, hatinya bergumam. Kylie tidak tahu harus bagaimana. Perlukah dia berbalik untuk menatap wajah seseorang yang jelas-jelas sudah menolaknya? Atau terus berjalan dan mengabaikannya?             Memang tidak ada salahnya mengubah keadaan yang rusak kembali baik-baik saja. Masalahnya adalah Kylie tidak siap. Dia juga merasa sudah ditolak mentah-mentah oleh pria itu.             “Mengapa kau menjauhiku?” Suara itu terdengar menuntut dan Kylie bisa mendengarnya dengan jelas karena Noah pasti perlahan mendekatinya.               “Mengapa kau mengejarku?” Kylie merasa, Noah tidak perlu lagi melakukan hal itu. Dia mendapat sebuah ketidakpercayaan darinya. Jadi, apakah harus Noah kembali dengan segala perkataan yang berusaha menyakinkannya untuk membangun kembali cinta mereka?             Kylie memang berbohong dan menghianati pria itu. Andai saja Noah berada di posisinya. Pria itu mungkin akan melakukan hal yang sama. Dunia ini tidak sebaik kelihatannya. Banyak hal-hal yang terasa kejam. Kylie adalah salah satu korbannya. Dia harus bekerja lebih keras, mencari dolar lebih banyak agar tidak perlu mengandalkan Noah. tidak perlu meminta pada siapapun dan agar kehidupannya jauh lebih baik dari sekarang di esok hari.             Karena Kylie tidak yakin Noah akan terus bersamanya. Melihat selama ini pria itu selalu menuruti kemauan orang tuanya, bisa jadi esok hari Noah juga akan menuruti kemauan orang tuanya untuk meninggalkannya.             Jadi, sebelum semuanya terlambat. Kylie meutuskan untuk jauh lebih dulu memutuskan sesuatu. Jangan pikir, dia tidak punya rasa cinta pada pria di belakangnya ini. jangan pikir Kylie tidak menyayangi Noah.              “Bukankah kau sudha tidak ingin melihatku lagi?” Kylie sulit mengatakan ini, tetapi dia harus.             “Apakah aku menganggumu?” Nada suara itu terdengar sendu. “Apakah kau mulai bisa melupakan KITA?”             Kenangan mereka adalah KITA dan jika Kylie sudah bisa melupakannya … itu berarti tidak ada artinya menjaga keutuhan hubungan mereka. Sayangnya Noah tidak tahu, bahwa tidak semudah itu bagi Kylie. Namun, hanya untuk membuat semuanya terasa benar-benar berakhir, Kylie harus membohongi dirinya sendiri dan juga Noah.             Hening di antara mereka menguasai atmosfer.  Hanya sayup-sayup angin yang terdengar dan melambai-lambaikan helaian rambut dua orang itu.             Kylie menyunggingkan senyumnya. “3 hari lalu, kupikir adalah hari dimana kau memutuskan untuk tidak menemuiku lagi. Mengakhiri KITA secara sepihak lalu sekarang kau bertanya tentang KITA seolah aku tidak boleh melupakan itu.”             Tubuh Noah tersentak. “Kesimpulannya adalah kau menyalahkanku?” Kotak kue di kedua tangan Noah terasa berat. Dia tidak tahu apakah karena berat kue itu yang bertambah ataukah tenaganya yang menghilang setelah mendengar pernyataan perempuan itu baru saja.             “Kesimpulannya adalah … aku tidak menyesal sama sekali.”             Bohong.             Kylie merasakan penyesalan ketika 3 hari lalu menerima tawaran untuk menjadi wanita penghibur dan menerima satu pria yang siap ia layani. Bahkan Kylie sebenarnya ingin berterima kasih pada Noah karena berhasil menyelamatkannya, menyadarkannya. Jika tidak, mungkin dia akan terus melakukan pekerjaan yang barus saja ia mulai.             Noah mencoba mencari sesuatu berupa ketidakyakinan dari suara Kylie. Yang dia temukan adalah kebalikannya. Bagaimana Noah tidak hancur saat itu juga? Bagaimana Noah bisa tegak membawa sebuah kue di tangannya sementara semua jiwanya bagai luruh saat itu juga.             PLUUK!             Kotak kue itu jatuh dari tangan Noah bersama isinya.             Rusak. Begitupula dengan isinya yang sudah tidak berbentuk.              Noah tidak berharap apapun. Bahkan dia tidak menginginkan Kylie berbalik hanya untuk menatap wajahnya. Yang Noah rasakan saat ini adalah wajahnya terasa panas dan tubuhnya terasa mati.             Telapak tangan Noah tekepal sangat kuat. Keras seperti batu. Seluruh sisa tenaganya terpusat di sana. Matanya menatap punggung perempuan itu yang tampak baik-baik saja. Jika begetar, dia pasti menangis. Namun, tidak sama sekali Noah menemukan itu.             Sepertinya., dia memang baik-baik saja.             Astaga … apa yang dia harapkan? Mana mungkin manusia sepertinya menyesali perbuatannya sendiri apalagi merasa sedih atas apa yang terjadi. Penghianatannya saja sudah menjadi bukti bahwa dia tidak takut melakukan kejahatan pada orang lain. Jadi, teramat salah jika Noah mengharapkan rasa bersalah dari perempuan itu.             Terik matahari semakin menyengat kulit mereka. Tepat di atas kepala berada, Noah tidak merasakan sengatan itu karena di hatinya ada luka yang lebih sakit dari apapun saat ini.             “KITA sudah selesai Noah. Kau yang memintanya hari itu.”             “Aku tidak lupa dan aku ingin meminta maaf hari ini. Kupikir, aku masih bisa membuka kesempatan untukmu. Ternyata, kau tidak mau menerima kesempatan itu.” Noah terkekeh sumbang. “Ingatlah pepatah ini Kylie, Penyesalan selalu datang di akhir semuanya. Yang kuharapkan adalah kau akan menyesal menolak permintaan maafku ini yang mana sebenarnya aku tidak perlu melakukannya.”             “Sampai kapanpun, aku tidak akan menyesal melepaskan kesalahan dalam hidupku.”             Sangat menohok hati Noah.             “Mengenalmu adalah sebuah kesalahan.”             Noah tersenyum getir.             “Baik, jika itu yang kau pikirkan.” Noah berusaha tersenyum. Berusaha kuat saat itu.             Dia tidak mau berlama-lama di sana. Dia tidak mau menambah luka. Hatinya sudah luruh, rasa sakitnya semakin melebar. Noah menarik napas dalam lalu mengembuskannya dengan teramat berat.             “Mungkin, aku memang bukan satu-satunya, melihatmu melepasku dengan begitu tenang,” gumam Noah pelan.             Tidak ada kata perpisahan setelah dia mengatakan itu. Pergi begitu saja melewati sosok yang pernah menemaninya selama 2 tahun lamanya. Membiarkan harapan untuk bersama lenyap, tekad untuk mengulang semuanya sirna.             “Noah!”             Panggilan itu berasal dari arah belakang.             Andai saja itu Kylie ….             Bukan. Itu tidak berasal dari Kylie melainkan dari perempuan yang sejak tadi mengikutinya.             Tidak ada jeda dilangkah Noah karena dua perempuan itu adalah dua hal yang harus Noah jauhi mulai dari sekarang. Dia hanya memejamkan kelopak mata sebentar, meresapi semuanya yang terasa cukup berat untuknya.             Tidak ada lagi cinta dengan Kylie dan tidak ada lagi perjanjian dengan Zelia. Noah … Noah akan memulai hidupnya dengan caranya sendiri, dengan cara yang berbeda. _____________________________________________________________________________                         Zelia berdiri tepat di belakang kue yang sudah tidak berbentuk di tanah. Di tatapnya kehancuran itu dalam beberapa menit, sebelum akhirnya perempuan yang membelakanginya dengan kepala menunduk itu membuatnya penasaran.             Bagaimaan bisa Noah mengenal Kylie? Model yang sedang naik daun akhir-akhir ini.             “Apa yang sudah kau lakukan pada Noah?!” tukas Zelia kini tepat berada di hadapan Kylie. Keningnya mengerut, matanya menyipit karena panas semakin membuatnya tidak nyaman. Di wajahnya juga ada raut kekesalan. “Kau harus tahu, aku tidak suka pada siapapun yang menyakiti Noah.”             Perempuan tinggi itu sempat terkejut oleh kedatangan Zelia yang tiba-tiba.             “Siapa kau?”             “Pentingkah aku menjawab itu?” Zelia  melipat kedua tangannya di depan perutnya. “Mengapa kau menolak pemberian Noah? Mengapa kau jual mahal terhadapnya?! Apakah kau secantik itu sampai bersikap sombong padanya, huh?” Zelia mendorong bahu kiri Kylie dengan telunjuknya.             Kedua mata Kylie membulat. Sempat tidak terima diperlakukan seperti itu. Namun dia memilih diam.             “Pentingkah aku menjawab itu? Hem, sepertinya tidak.” Dengan gaya arogan Kylie menjawabnya.             Zelia mendesis kesal. Bagaimana bisa Kylie mengatakan itu padanya. Jelas, Zelia tahu siapa perempuan di hadapannya ini.             “Berapa lama kau menjalin hubungan dengannya?” terka Zelia, menatap Kylie penuh intimidasi. “Melihat dia memberimu kue, aku tahu kalian punya hubungan spesial yang … rumit?”             “Kupikir, bukan masalah waktu yang terpenting. Harusnya kau menanyakan ini, Apa saja yang sudah kami lakukan bersama?” Dengan sengaja, Kylie memancing keributan. Tersenyum menantang.             “Sialan! Kau ini wanita jalang!” Zelia menunjuk Kylie, murka.             Kylie terkekeh. “Hei! Kita baru bertemu dan seenaknya kau mengatakan itu padaku? Astaga, atau jangan-jangan kau juga wanita ….”             “Diam kau! Sialan!” amuk Zelia.             Kylie justru menertawakan perempuan itu.             “Aku akan mengingat wajahmu! Jangan main-main denganku.!” Zelia sudah terlanjur kesal pada perempuan ini. Dia tidak mau membuat keributan di sini karena akan menjadi tontonan orang-orang dan membuatnya malu. Oleh karena itu, dia memilih pergi dan akan menanyakan perihal perempuan itu kepada Noah jika pun pria itu sudi menjelaskan semuanya. ______________________________________________________________________________________________             “Sialan!”             BRAK!!             Mengamuk adalah definisi yang tepat untuk Noah saat ini. Dia melakukan semuanya dengan kekerasan dan emosi, meninju apapun, melempar apapun ke lantai dan menendang apapun yang ada di sana kecuali Samantha dan Elan.             Dua orang itu, mangkir dari rapat yang sedang diadakan. Entahlah, jika Ellards sampai marah semoga saja Noah mau membela mereka karena semua ini adalah ulah Noah.             “Jadi, tujuanmu memanggil kami hanya untuk mendengar kau mengumpat serta melihat benda puluhan juta kau banting begitu saja seolah itu batu?” Yang Elan maksud adalah vas bunga di ruang tengah itu.             Mereka tidak berada di rumah Noah yang waktu itu, melainkan rumah Noah yang lainnya, tidak kalah megahnya.             Noah berhenti, menoleh ke belakang tepat di mana Elan dan kekasihnya duduk. Tatapannya terlihat tidak suka.             “Bukan begitu maksudku, lebih baik kita merundingkan sesuatu. Jika kau terus mengingat Kylie itu tidak akan ada habisnya. Hatimu hanya akan tertanam kebencian. Mungkin, dia memang begitu aslinya.” Terdengar sangat santai Elan berkata, seolah menasihati pria itu yang kini tak tampak tegang seperti sebelumnya.             “Okelah, jika kau tidak mau mendengar nasihat Elan. Sekarang, apa kau punya maksud mengapa kau memanggil kami ke sini? Bukannya apa, kami menaruhkan pekerjaan kami untuk-mu.”             Noah menghela napas pelan. Duduk di salah satu sofa. “Maaf, aku sudah merepotkan kalian. Kalian tahu bahwa, hanya kalian lah yang bisa membantuku.”             Samantha mengangguk mengerti.             “Lalu, apa yang kau inginkan? Apakah aku harus memata-matai Kylie atau Samantha harus membujuk perempuan itu?” Gelengan keras dari Noah disambut kernyitan dalam oleh dua orang itu.             “Berhenti membahas wanita itu.”             Samantha dan Elan saling tatap, lalu mengangguk. “Baiklah-baiklah …,” jawab Elan. “Aku ingin liburan. Kita harus ke luar kota ataupun luar negeri.”             “Kurasa, kau memang memerlukan itu. Lalu, kapan kau akan meminta izin pada---”             Noah menggeleng sekali lagi. “Kurasa tidak. Aku tidak---maksudku, kita tidak memerlukan izinnya. Jangan takut dia akan memecat kalian karena kita bisa mengurus binsis bersama.”             Perkataan Noah memang tidak meragukan. Hanya saja, dua orang itu kebingungan. Haruskah melepaskan jabatan mereka saat ini dan mengikuti kemauan sahabatnya atau … sebaliknya. Samantha dan Elan saling tatap. Mereka tidak tahu harus memilih yang mana.             “Baiklah, aku ikut denganmu.” Samantha berkata dengan penuh percaya diri. “Wanita cantik ini akan selalu berada di pihakmu.” Senyum perempuan itu melebar. Berbeda dengan Elan. Rupanya masih ragu.             “Bagaimana denganmu?” Noah melontarkan pertanyaan pada Elan.             “Hem … kau tahu aku harus menikahi dia dan----” “Jika uang adalah masalahnya, aku akan memberikan berapapun yang kau butuhkan untuk menikahi Samantha.”             Bola mata Elan melebar. “Ka—kau serius?”             “Sejak kapan aku selalu bermain-main?”             Elan senang bukan main. Tanpa berpikir lagi, dia mengiyakan tawaran itu. Lagi pula, selama ini bekerja dengan Ellards membuatnya banyak makan hati.             “Sebentar lagi, kita akan menikah,” bisik Elan bahagia, di telingan Smantha yang juga merasakan kebahagiaan. Sementara Noah, terus saja terdiam. Masih merasa trauma dengan penolakan Kylie. Dia juga dengan sengaja meninggalkan Zelia. Entahlah, pulang dengan siapa perempuan itu.             “Lalu, kapan kita akan pergi?” Elan terdengar bersemangat setelah Noah menjanjikan pernikahannya dengan Samantha.             “Aku akan mengaturnya,” jawab Noah di akhiri helaan napas lelah. Semoga dia bisa kabur dari kehidupannya yang kelam ini. Membuat kehidupan baru yang jauh lebih indah.             Jika semesta mengizinkannya.  ______________________________________________________________________________________________ Sampai jumpa di episode 10
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD