EPISODE Perempuan Pengganggu

1607 Words
EPISODE 7 ______________________________________________________________________________________________             Zelia harus tahu kebenaran bahwa Noah memliki tambatan hati meskipun sebenarnya keikut sertaan Zelia dengannya sangat menganggu. Zelia harus gugur diperjuangan awal, tak boleh tegap sampai darah terakhir hanya untuk mendapatkannya. Entahlah, Noah justru tidak merasa spesial ada sosok perempuan yang mengidolakannya. Mungkin, jika orang itu bukan Zelia, Noah akan sedikit merasa bangga pada dirinya sendiri.     "Noah, apakah aku tidak cantik di matamu sehingga kau tidak tertarik denganku?" Perempuan yang duduk di kursi sebelahnya itu menunggu jawaban Noah dengan sabar.      Tangan Noah memutar stir, belok di sebuah perempatan. "Apakah menurutmu kecantikan adalah faktor utama untuk disukai oleh seseorang?" jawab Noah acuh tak acuh. Kedua matanya terus menatap lurus jalanan.      "Hem, mungkin kau seperti itu?"     Noah menoleh ke Zelia sekilas. "Jika aku seperti itu. Aku tidak akan menerima kesepakatan kita. Jujur saja, kau bukan wanita idamanku. Kecantikan yang kau punya bukan tipeku."     Mendengar itu Zelia terdiam. Kepalanya menunduk.             Mungkin Noah terdengar cukup berlebihan. Tetapi, jika mengetahui sifat Zelia seperti apa. Orang-orang akan membenarkan perumpamaan itu. Noah tidak mau itu terjadi. Sampai kapanpun Zelia bukanlah perempuan yang dia inginkan dan harta serta kecantikan yang dimiliki perempuan itu bukanlah sesuatu yang menggodanya.             Tidak sama sekali.             Noah rela memanjat tebing untuk mendapatkan berlian, tidak jika hanya emas. Itu sama halnya, Noah tidak akan mau memanjat tebing hanya untuk Zelia. Atau makna lainnya adalah untuk apa Noah berjuang demi orang yang tidak Noah sukai?             Ya … memang terdengar sangat kejam. Tetapi, bukankah rata-rata manusia seperti itu? Maksudnya, kebanyakan mereka hanya ingin melakukan sesuatu jika ada sesuatu yang mereka dapat. Seperti simbiosis mutualisme.     "Jika aku boleh tahu, apa yang membuatmu menyukaiku? Apakah ketampanan adalah faktor utama?"      Dengan polosnya Zelia mengangguk. Noah hanya bisa terkekeh kesal.      "Pantas saja aku tidak menyukaimu. Kau menyukaiku karena ada sesuatu. Maksudku, bagaimana bisa kau menyukaiku hanya karena ketampanan? Aku tidak bisa membayangkan jika ketampananku ini lenyap sekejap. Mungkin kau akan berhenti menyukaiku saat itu juga." Noah menggeleng tidak habis pikir.          Zelia hanya menunduk, sembari sesekali melirik Noah.              Pukul 9 lewat 10 menit, mobilnya masih meluncur di jalanan yang mulai lengang. Orang-orang mungkin sudah sibuk dengan layar laptop, berkas-berkas serta beban pekerjaan yang lainnya. Itu bisa jadi alasan mengapa jalanan sepi. Sekarang waktunya bekerja. Jalanan hanya dilalui oleh beberapa transportasi umum dan transportasi berbayar seperti Taksi dan yang lainnya.             Sesekali Noah melirik jam tangannya. Dia tidak menyangka, ketika bersemangat, waktu berlalu terasa lambat. Entahlah, andai Noah punya kekuatan teleportasi seperti di film fantasi. Atau mungkin kekuatan mengulang waktu. Barangkali, Noah tidak akan mengalami yang namanya masalah.             Tetapi … sepertinya hidup ini tidak akan bewarna jika tak ada masalah. Sama seperti pergi ke sekolah setiap hari hanya menerima materi tanpa diberi tugas. Itu terdengar seperti membosankan bukan?               Dalam hidup ini, Noah hanya tahu bahwa ketika seseorang bersalah maka  orang itu harus meminta maaf.             Tentu bukan. Ajaran itu bukan dari Ellards ataupun Aselin. Dua orang itu lebih suka menggunakan uang dari pada mengucapkan kata MAAF. Sementara menurut Noah, urusan dimaafkan atau tidak itu hal terakhir yang tidak perlu terlalu dipikirkan. Niat yang tulus adalah hal yang harus Noah punya dalam dirinya. Serta setumpuk semangat yang semakin bertambah jumlahnya.             Dan Noah merasa, semangat serta niat yang sudah menumpuk itu terasa kurang jika tak mendapat satu sentuhan berupa sedikit kejutan. Maksud Noah adalah sesuatu yang membuat Kylie senang. Salah satunya adalah perhiasan, mungkin?             Noah sebenarnya ragu. Bukankah tidak semua perempuan menyukai perhiasan? Kylie memang menyukainya. Tetapi, entahlah.             Sayangnya, Noah belum yakin apakah harus memberikan itu pada Kylie. Bagaimana jika perempuan itu mengira Noah sedang menyogoknya?             Tanpa sadar, Noah menghela napas pelan memikirkan sesuatu yang belum diketahui jawabannya.             Tetapi, sejak tadi ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Masalahnya adalah Noah belum yakin apakah Kylie berada di apartemennya di waktu seperti sekarang ini? Noah tidak tahu jadwal Kylie, biasanya perempuan itu  mengirimnya pesan ketika akan melakukan pemotretan. Tetapi sayangnya, dua hari mereka tidak saling menghubungi.             Atau bagaimana jika Noah sebaiknya menelfon Kylie untuk menanyakan di mana dia sekarang? Tetapi, itu berarti Noah harus menghilangkan gengsinya minimal  agar Noah tidak akan kecewa jika Kylie ternyata tidak ada di apartemennya? Harusnya begitu, karena jika dia berniat meminta maaf itu berarti Noah harus menghilangkan rasa malunya.             Tanpa menunggu lama, Noah segera mengambil ponselnya di saku celana. Jemarinya berselancar di layar ponsel untuk mencari nomor ponsel Kylie. Sesekali pria itu menatap  ke jalanan agar tidak menabrak pengendara lain.             Kemungkinan besar, Kylie akan terheran mendapati Noah menelfonnya mengingat  dua hari lalu mereka tidak baik-baik saja.             “Noah! Jangan menelfon saat berkendara!” tegur Zelia tiba-tiba. Dia yang semula fokus pada jalanan menatap was-was pada Noah yang justru memainkan ponselnya sambil berkendara.  “Berikan padaku, Noah!” Dia berusaha merebut ponsel di genggaman Noah.             “Bodoh! Kau justru akan mencelakakan kita!” Tentu saja Noah menyentak tangan perempuan itu dan memberi tatapan tajam setelahnya.             Entah mengapa, sekejap Noah lupa bahwa dia masih bersama perempuan menyebalkan ini. Kalau bukan untuk menunjukan padanya siapa perempuan yang Noah cintai, kursi di sebelahnya mungkin akan kosong karena Noah akan meninggalkan perempuan itu di jalanan.             Sekali lagi, Noah memang terdengar kejam.             “Memangnya siapa yang kau hubungi sampai-sampai kau mengabaikan keselamatan kita?”             Noah masih tidak mengerti. “Sungguh aneh. Tanpa sadar, kau tidak mau disalahkan atas apa yang kau lakukan baru saja, Zelia. Jelas-jelas kau sendiri yang membuat kita hampir celaka.” Noah menggeleng pelan.             “Tentu saja. Kau yang membuatku ingin merebut ponselmu itu! Aku tidak mau mati hanya karena hal konyol!”             Noah tidak menanggapi. Sekarang dia tahu, Zelia akan terus berbicara jika Noah juga terus menanggapinya.                      “Omong-omong siapa yang kau hubungi?”             Ternyata percuma.  Zelia tidak bisa diam sebentar.             Alis Noah bertautan. “Apa hakmu menanyakan itu padaku? Mengizinkanmu satu mobil denganku  bukan berarti kau berhak mengajak-ku berbicara atau bahkan menanyakan urusan pribadiku.” Dingin dan ketus. Itulah yang keluar dari mulut pria tampan ini.             Tidak peduli ketika Zelia sengaja memasang wajah cemberut dan mendengus kesal. Perempuan itu mengalihkan wajahnya ke luar jendela.  “Aku hanya ingin tahu,” gerutu perempuan itu.             Untuk apa Noah ambil pusing dengan sikap Zelia. Justru semakin bagus jika diam saja. Sekarang Noah sedang mencoba menghubungi Kylie lagi.  Namun rupanya Noah hanya mendapat kekecewaan karena selama dia menghubungi perempuan itu jawabannya hanyalah suara operator dan bunyi TUUUT.                    Decakan keras keluar dari mulut Noah.             “Jika itu urusan bisnis aku tidak akan ikut campur.” Zelia menoleh dan menatap Noah. “Tetapi jika itu di luar urusan bisnis, maka bukankah sebaiknya aku ikut campur?”  Zelia masih belum bisa menerima Noah menyembunyikan sesuatu darinya. Dari ekspresinya pun Zelia terlihat sangat ingin tahu.             Belum. Noah masih akan terdiam karena menunjukan secara langsung siapa yang dia cintai itu lebih bagus.             “Memangnya kau siapa?”  tukas Noah, sudah mengantongi ponselnya lagi.             “Ca—calon istrimu, ‘kan?             Noah terkekeh meremehkan. “Tolong berhentilah berhalusinasi!” Jika bukan karena Aselin, perempuan ini akan Noah biarkan begitu saja.             “Hish! Aku tidak berhalusiansi. Tetapi itu akan menjadi sebuah kebenaran! Kau akan menjadi suamiku kelak!” ucap Zelia dengan penuh percaya diri. "Aku tidka peduli jika wajahku ini bukan salah satu tipemu. Bukankah fisik seseorang bisa diubah?"             “Terserah kau saja. Aku tidak akan pernah mau mempercayai perkataanmu yang jelas-jelas tidak akan terjadi,” sahut Noah ketus.     Zelia mengembungkan pipinya.              “Noah sepertinya ini bukan jalan menuju kantor?” Zelia baru menyadarinya.  Kepalanya menoleh keluar jendela. Lalu menoleh ke Noah lagi. Terlihat kebingungan. “Bukan juga jalan menuju rumahku. Kemana kau akan membawaku? Apakah aku akan ikut menemui orang itu?”     Perempuan itu pikir, Noah akan mengantarkannya pulang lebih dulu, atau mungkin membawanya ke tempat kerja.              “Bagus jika kau menyadarinya. Aku sama sekali tidak ingin membawamu kemana-mana karena aku sama sekali tidak memperdulikanmu. Lagi pula, aku tidak memaksamu untuk ikut dan aku sudah memberitahumu untuk tidak bicara, ‘kan?”             “Tetapi aku punya hak untuk bicara, ‘kan? Mengapa kau melarangku!” Zelia sudah kepalang kesal. Masa bodoh dengan nada suaranya yang meninggi dua tingkat dari sebelumnya.             Zelia merasa, Noah sudah keterlaluan. Harusnya pria itu bersyukur karena Zelia rela memberikan apapun untuknya. Tapi apa tanggapannya? Noah terlalu arogan dan sayangnya Zelia tidak bisa melawan karena sangat menyukai pria itu.    “Berikan aku jawaban, Noah. Diam-mu membuatku pusin---” “Dan suaramu membuatku ingin melemparmu dari sini ke tengah jalan,” sela Noah  kesal.             “Kita akan kemana?! Apa sulitnya memberitahuku? Atau kau akan mengajak-ku ke suatu tempat yang romantis?” Perempuan itu masih kukuh untuk mengetahui jawabannya.             Selain cantik, rupanya Zelia tuli juga. Dia tidak mendengarkan apa yang Noah katakan baru saja. Senyum senang merekah di bibir Zelia dan menghiasi wajah cantiknya itu.             Noah melirik Zelia kesal. Lalu, memilih mendiamkan perempuan itu yang masih menunggu jawabannya. Persetan dengan Zelia. Radio di dalam mobil suaranya lebih bagus daripada mendengarkan suara Zelia yang hanya akan menganggu pendengarannya.             “Noah! Kau mengabaikanku?!” Zelia mencebik, gerakan cepat mematikan suara radio. Lalu, beralih  menarik jas Noah berulang kali. “Tidak sepantasnya kau melakukan ini padaku. Apa yang sudah kulakukan padamu sampai kau seperti ini, huh?!” Dengan gerakan terburu-buru Zelia membuka tas miliknya, entah apa yang dia cari.  “Baiklah jika itu maumu. Aku akan menelfon Ayahmu agar----”             Ternyata ponsel. Noah tidak terkejut dengan ancaman seperti itu.             “Jika caramu seperti ini. Bagaimana bisa kau punya kesempatan untuk membuatku mencintaimu? Sepertinya, aku berhenti saja dengan kesepakatan ini? Jika kau tidak lupa, semalam kau bilang bahwa aku berhak menolak dan tidak memaksakan perasaanku. Bagaimana, hm?”             Kedua bola mata Zelia membulat lebar. Sungguh, dia tidak mau itu terjadi. Dengan gerakan pelan, dia memasukan kembali ponselnya ke dalam tas. Zelia tidak mau mengambil resiko.             Sementara Noah, diam-diam berseru dalam hatinya. Ternyata mudah sekali mengancam perempuan itu.  ______________________________________________________________________________________________ Sampai jumpa di episode 8
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD