TPM-TWO

1997 Words
Brak! "Aduh, kenapa sekasar itu Dad?!" seru Evander spontan kala Leonardo membuka pintu kamar Alaizya dengan sekali dorongan. "Kalian disini?" tanya Leonardo dibalas anggukan dari Alaizya dan Evander. "Sure, kami disini ada apa Dad?" kali ini Alaizya bertanya dengan nada sedangnya namun tetap dalam keadaan wajah datarnya. "Kalian tak sedang membohongi Daddy kan?" "Ya, untuk apa kami membohongimu," kilah Evander dengan senyum tipisnya. Leonardo memasuki kamar putrinya, ia meraih remote TV dan menyalakan benda persegi panjang itu, benda itu menunjukkan perampokan pada Victory Bank yang terjadi malam ini, Leonardo menatap kedua putra putrinya dengan tatapan memicing. "Kalian yang melakukan ini?" "No! Kenapa juga kita membobol bank sedangkan Daddy adalah bank berjalan kami?" kilah Evander cerdik sedangkan Alaizya hanya diam menatap drama yang adiknya mainkan. "Ya, hanya saja pelakunya tak meninggalkan bekas sedikitpun. Daddy curiga karena hanya kalian yang mampu lakukan itu dalam waktu semalam." "Apa gunanya untuk kami membobol bank itu Dad? Untuk mencuri uang? Jika ada Daddy yang siap dua puluh empat jam memberi kami uang, lalu untuk apa kami membobol bank itu Dad?" tanya Evander lebih tepatnya memberondong Leonardo dengan kebohongan-kebohongannya. "Kami disini Dad, sejak semalam pun kami tak keluar dari mansion. Kau bisa cek CCTV," ucap Alaizya memisahkan Evander dan Leonardo. "Baiklah," pria itu meraih ponselnya kemudian melihat tayangan CCTV kemarin malam dan memang benar tak ada seorang pun yang masuk atau keluar dari area mansion. "Kau benar," ucap Leonardo percaya pada ucapan putri dan putranya, ia mengacak-acak rambut tebal Evander kemudian tersenyum lembut. "Baiklah, Daddy lega bukan kalian pelakunya." "Sure." "Ayo cepat turun, kalian sarapan." "Oke Dad." Alaizya menatap Evander dengan ujung matanya, gadis itu menepuk bahu adiknya. "Lamborghini dan Jeep mu sedang dalam perjalanan." "Damn! Seriuosly?!" "Ya, cepat turun." "Sure!!" Alaizya berjalan dengan cepat meninggalkan Evander yang tersenyum bahagia di belakangnya, pria itu bahkan sesekali berteriak bahagia, sesampainya di meja makan Alaizya segera duduk berhadapan dengan sang Mommy, Florence. "Pagi Ala." "Hm." "Pagi Evan." "Pagi Mommy ku yang cantik," ucapnya seraya mencium sekilas pipi Florence. "Putraku yang tampan," balas Florence mengacak-acak rambut Evander. Mereka mulai memakan makanannya dengan tenang sesekali Alaizya berbicara mengenai bisnis pada Daddy-nya berbeda dengan Evander yang justru diam tak menggubris ucapan ataupun obrolan yang tengah dijalani oleh Daddy dan kakaknya. "Bagaimana saham dengan Vactory bank setelah pembobolan ini Dad?" tanya Alaizya dibalas anggukan pelan dari Leonardo. "Alfonzo tetap akan menjalankan sahamnya, mereka akan mencari tau pelaku pembobolan itu tapi tersangka pertamanya adalah manajer dari bank itu sendiri." "Well, aku mengerti." "Maaf Tuan." Semua orang menatap pada bodyguard yang memanggil Leonardo, pria itu berdehem pelan menyahuti panggilan sang bodyguard. "Ada mobil Lamborghini dan Jeep di depan mansion." "Uhuk!" "Evan... " lirih Florence seraya memberikan air minum pada putranya. "Mobilku!" Evander langsung mendirikan tubuhnya dan berlari menuju pintu utama ia bergegas keluar untuk menemui mobil barunya. "Mobil Evan?" tanya Leonardo dibalas anggukan dari Alaizya. Mereka bertiga langsung mendirikan tubuhnya terlebih Leonardo yang mengerutkan keningnya bingung dengan maksud Bodyguardnya pasalnya ia sama sekali tak memesan mobil untuk Evander. Sedangkan Alaizya justru tersenyum miring, ia berjalan dengan sangat anggun keluar dari pintu utama mansion dan menemukan sang adik yang tengah tersenyum bahagia seraya memeluk mobil Lamborghini warna hitam dengan Jeep keluaran terbaru yang baru saja ia dapatkan. "Terimakasih kak," ucap Evander seraya memasuki mobil Lamborghini-nya. "Ya," balas Alaizya cuek. Leonardo menatap Alaizya sekilas, ia mendekati Alaizya kemudian membalikkan tubuh putrinya hingga gadis itu menatapnya langsung. "Kau membelikan adikmu dua mobil itu?" "Ya." "Dalam rangka apa?" "Aku tak tau." "Kenapa kau membelikannya? Atau jangan-jangan kau yang_" "No Dad, ini uangku sendiri aku memberikan Evan mobil karena ia sangat menyukai otomotif, aku hanya memberikannya hadiah ulang tahunnya yang tahun lalu dan tahun sekarang, hanya itu." "Tak ada yang lain?" "No, hanya itu." "Well Daddy percaya." Alaizya menyilangkan tanganya di depan d**a seraya menatap Evander yang terlihat amat sangat bahagia di depan sana. Alaizya membalikkan tubuhnya kemudian menuju kamarnya hendak mengganti baju untuk segera berangkat bekerja, gadis itu kembali keluar dengan menggunakan tank top hitam dan blazer yang ia sampirkan di lengan. "Mom." "Ya, kau akan berangkat?" "Ya, ada beberapa meeting penting pagi ini aku harus segera berangkat." "Mengapa tak dengan Daddy saja?" tanya Florence dibalas gelengan pelan dari Alaizya, gadis itu menggenggam tangan sang Mommy dan menatap manik biru milik Florence. "Aku akan berangkat dengan Evan, Mom. Lagipula Daddy ada rapat juga jadi aku tak ingin merepotkannya." "Baiklah, hati-hati dijalan." "Ya, aku berangkat Mom." "Ya, hati-hati Ala." Alaizya tersenyum manis, gadis itu memakai blazer-nya dengan berjalan menuju mobil Jeep milik Evander, ia menatap sang adik dengan menaik turunkan alisnya. "Bisa antarkan kakakmu, Evan?" "Sure, dengan senang hati." Alaizya memasuki mobil Jeep milik sang adik dan tak lama Evander menyalakan mesin mobilnya sesekali ia menatap Alaizya dengan tatapan terimakasih. "Terimakasih karena telah mewujudkan ucapanmu kak, aku sangat bahagia sekali. Lain kali jika ada misi hadiahkan aku seperti ini, aku pasti dengan senang hati menerima misi itu." "Ya." "Lalu bagaimana jika si pemilik bank mengetahui masalah ini?" "Aku jamin tak akan terjadi." "Ya, karena jika itu terjadi aku akan meragukan kemampuan mu." "Kau tau betul bagaimana aku Evan, jangankan membobol bank mencuri dokumen digital milik rival kita pun aku mampu." "Ya, kau memang jenius kak." "Aku tau." Evander memberhentikan jeepnya tepat di depan lobby Galaxy's Inc, Perusahaan yang berkembang dari De Lavega Group's namun dikelola langsung oleh Alaizya, berkecimpung di dunia property. "Selamat bekerja kakakku yang jenius." "Ya," balas Alaizya seraya keluar dari jeep milik adiknya, gadis itu menjalankan kakinya dengan sangat tegas memasuki kantor perusahaannya. Suara high heels hitam milik Alaizya beradu dengan lantai marmer Galaxy's Inc, membuat beberapa karyawan menghentikan kegiatannya dan menundukkan tubuhnya sekilas kala Alaizya berjalan melewatinya. "Gretta, aku ingin laporan keuangan bulan ini sekarang," ucap Alaizya pada sekretarisnya. "Baik Nona." Knop pintu itu terbuka kala Alaizya memutarnya, gadis itu membuka kancing teratas blazer miliknya kemudian membuka laptop dan mulai mengerjakan dokumen yang berada di atas meja kerjanya. "Permisi Nona, ini laporan keuangan bulan ini," ucap Gretta dengan senyum manisnya. "Terimakasih Gretta." "Sama-sama Nona, kalau begitu aku permisi." "Ya." Alaizya meraih dokumen berisi laporan keuangan perusahaannya bulan ini, ia mengetukkan jarinya di meja kerjanya kala melihat peningkatan data keuangannya dari bulan lalu, tak bisa dipungkiri semua kerja kerasnya terbayar selama ini melihat kesuksesan bisnisnya yang baru berjalan selama dua tahun. Bunyi telepon berhasil membuat Alaizya mendongak seketika, gadis itu menggeser duduknya dan mengangkat panggilan telepon tersebut. "Ya Gretta?" "Nona, klien sudah berada di ruang meeting saat ini." "Baiklah Gretta terimakasih." "Sama-sama Nona." Alaizya mendirikan tubuhnya lalu meraih notebook lalu laptopnya ia berjalan menuju pintu ruang kerjanya dan keluar dari ruangan itu menuju ruang meeting. Sesampainya di ruang meeting, Alaizya meletakkan laptop beserta notebook yang tadi ia bawa, lalu maniknya mengedar menatap satu persatu klien yang berada di agenda meetingnya kali ini. "Selamat pagi, senang sekali aku bisa memberikan hasil kerjaku kali ini di depan anda sekalian. Baiklah pertama kita akan membahas tentang rencanaku." Alaizya meraih remote kemudian menggeser layar hologram hingga menunjukkan struktur gedung yang akan ia bangun. "Jadi rencanaku adalah membangun hotel yang ramah lingkungan namun tetap bisa dinikmati dengan baik oleh para kolega bisnis kita." "Tapi Nona, anda ingin membangun hotel di Maldives? Dengan banyaknya hotel di sana apa kau yakin hotel kita akan disenangi oleh para turis?" "Ya, karena kita bisa lihat disini." Alaizya menjeda kalimatnya kemudian menekan remote proyektor hingga menunjukkan lokasi pembangunan hotel Maldives. "Hotel kita menyajikan pemandangan laut Maldives secara spesifik, kita juga menyediakan banyak pilihan makanan dan tempat foto, kita juga akan mempekerjakan para warga sekitar agar tak terjadi kesenjangan diantara mereka, kita akan melakukan berbagai promosi dan bantuan terhadap orang-orang yang membutuhkan atas nama hotel kita dengan begitu kita akan bisa dikenal khalayak umum," terang Alaizya dengan detil dan dipahami oleh para kliennya. "Lalu bagaimana dengan model promosinya?" "Promosi akan terus berjalan seseuai dengan rencanaku, contohnya sepertiga manusia dari dunia menggunakan media sosial, kita akan melakukan promosi lewat media sosial dengan begitu kita akan menjangkau setiap lapisan kehidupan tanpa terkecuali." "Ide anda brilliant Ms. De Lavega, kami tertarik/" "Terimakasih banyak Mr. Scott aku cukup senang dengan ucapanmu." "Kami mengerti, kami akan membahas tentang saham denganmu Ms. De Lavega, tentunya dengan izin dari masing-masing CEO kami." "Terimakasih banyak, jika begitu rapat kali ini selesai. Terimakasih atas kehadirannya." "Ya, sama-sama. Kami permisi." Satu persatu klien itu mengundurkan dirinya meninggalkan Alaizya dengan senyum tipis namun menggoda miliknya, gadis itu membuka blazernya kemudian mendudukkan tubuhnya di kursi. Tak lama ponsel Alaizya bergetar dengan malas gadis itu meraihnya dan menempelkannya di telinga kanannya. "Ya ada apa?" "Nona ada masalah." "Kenapa?" "Kita terlibat sengketa tanah dengan seorang pengusaha Nona." "Tanah dimana?" "Resort milik Daddymu, di Maldives." "Motif mereka mengaku tentang resort Daddy?" "Kami belum mengetahui motifnya Nona, tapi jika kau memiliki bukti asli atas kepemilikan resort itu masalah ini akan berhenti saat itu juga." "Ya, baiklah aku akan cari dokumennya." "Baik Nona." Alaizya meraih laptopnya kemudian berjalan menuju ruangannya, gadis itu meletakkan laptopnya tepat di atas meja kerjanya kemudian keluar dari ruangannya namun ia menghentikan langkahnya tepat di hadapan Gretta. "Gretta?" "Ya Nona?" "Tolak tamu siapapun jika aku belum datang kembali ke sini, aku ada urusan dan akan pergi sebentar." "Baik Nona, tapi bagaimana dengan dokumen yang harus anda tanda tangani siang ini?" "Aku akan kembali, tak akan lama." "Baik Nona." Alaizya menganggukkan kepalanya kemudian menghubungi sang supir untuk menjemputnya, gadis itu menunggu sebentar di lobby tak lama sopirnya datang dan menjemputnya. "Kita kembali ke mansion." "Baik Nona." Mobil putih yang ditumpangi oleh Alaizya bergerak cepat membelah jalanan New York, hingga akhirnya mobil itu berhenti tepat di depan mansion De Lavega. Alaizya keluar dari dalam mobilnya dan berjalan cepat menuju mansion, ia memasuki pintu utama mansion dan menatap sang Mommy yang tengah menonton TV di ruang tengah. "Dimana Daddy, Mom?" "Daddy mu? Dia baru saja peri ke California katanya ada pertemuan bisnis dengan salah satu klien penting di sana." "Kapan ia pulang?" "Mommy tak tau Ala." "Astaga!" Alaizya merutuk pelan, ia meraih ponselnya dan menghubungi Leonardo. "Dad!" "Hei, kenapa? Kenapa kau menyentak Daddy?" "Daddy di California?" "Ya, baru saja sampai." "Aku butuh dokumen kepemilikan atas resort Daddy di Maldives." "Untuk apa dokumen itu?" "Sengketa tanah, entahlah aku pun tak tau tapi ini menyangkut bisnisku Dad, hotelku terancam." "Baiklah baiklah, dengar Daddy. Semua kepemilikan atas property berada di ruangan pribadi Daddy. Kau tau kan bagaimana ke sana, Daddy tak bisa menempelkan ibu jari Daddy tapi kau bisa meretasnya, lakukan dan cari saja sendiri dokumen itu Ala, Daddy percaya padamu." "Oke, Dad." Alaizya mematikan sambungan teleponnya sepihak, ia berjalan menuju kamarnya tanpa memperdulikan panggilan dari Florence, gadis itu meraih ipad khusus untuk meretasnya kemudian berjalan menuju ruang kerja sang Daddy. "Ala apa yang sedang kau lakukan?!" "Akan kuceritakan nanti," balas Alaizya sedikit menaikkan nada bicaranya. Alaizya berjalan memasuki ruang kerja Leonardo, dan tepat di depan rak buku ia menggesernya hingga menampilkan pintu baja, Alaizya menatap alat finger print yang berada di samping pintu kemudian ia menyalakan ipadnya dan mulai meretas sistem itu. Tak lama alat finger print itu berbunyi dan seketika itu pula pintu terbuka menampilkan ruangan gelap dengan beberapa rak dokumen di sisi kanan dan kiri sofa single berwarna hitam pekat dilengkapi dengan meja dengan warna senada. Alaizya segera mencari dokumen yang ia maksud, rak sebelah kiri tak ia temukan hingga ia pun berpindah ke sisi sebelah kanan, tangannya dengan cepat memeriksa isi dokumen-dokumen itu hingga akhirnya ia menemukannya. "I found the file!" serunya bangga. Gadis itu menarik keluar dokumennya namun tak lama. Brak! Alaizya menatap ke bawah kakinya dan menemukan sebuah album yang cukup besar teronggok tepat di bawah kakinya kini. Gadis itu meletakkan dokumennya di atas meja kerja Leonardo sementara matanya terus terkunci pada album usang yang berada di bawah kakinya kini. Gadis itu membungkuk dan meraih album itu, ia menepuk berkali-kali hingga dirasa debu tak lagi berada di sampul albumnya, namun disela ia membersihkan album itu ia menemukan tulisan. Alaizya semakin menepuk album itu hingga ia bisa melihat jelas tulisan di album itu. Tulisan dengan tinta emas dan ukirannya disertai tengkorak hitam, Alaizya mempertajam penglihatannya hingga ia mengeja satu persatu huruf yang tertera di sampul album tersebut. "Regnarok."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD