Alaizya meraih album dengan tulisan Regnarok besar di sampulnya tersebut dengan tangan yang bergetar, gadis itu membolak-balikkan albumnya dan menyadari bahwa album itu di gembok. Alaizya menyembunyikan album itu di belakang tubuhnya lalu keluar dari ruangan sang Daddy. "Ala? Kenapa wajahmu pucat?" tanya Florence dengan wajah cerianya.
"No, Mom."
"Ala."
"Hm?"
"Katakan ada apa?"
"Nothing, hm aku ada meeting. Aku pergi."
"Principessa?"
"Im so sorry Mom," lirih Alaizya menulikan pendengarannya dan berjalan cepat menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Alaizya segera meraih buku lalu menekan tombol hitam hingga rak buku itu berbalik menunjukkan pintu baja dengan sensor mata di sebelah kanan.
Alaizya mendekati sensor itu dan menunjukkan matanya hingga pintu baja tersebut terbuka lebar, Alaizya memasuki ruangan gelap tempat ia bekerja dengan Evander sang adik, tak ada yang tau ruangan ini kecuali adiknya dan tak terkecuali orang tuanya.
Alaizya segera mengeluarkan album yang ia temukan di meja yang terletak di tengah ruangan, ia menyalakan saklar listrik hingga lampu temaram menerangi gelapnya ruangan pengap tempat persembunyiannya. Alaizya berusaha mengotak-atik gembok yang mengunci album tersebut. Gadis itu berdecak menyadari betapa cerdiknya sang ayah. "Damn! Pasti Daddy melakukan hal tak terduga di album ini. Jelas sekali keanehannya." Alaizya meraih kaca pembesar dari peti alat-alatnya lalu mulai meneliti gembok tersebut.
"Wendrescaft 764." Alaizya segera meraih ipad miliknya kemudian mengetikkan kata yang ia baca tadi ke mesin pencarian sedetik setelah itu alisnya menaut.
"Gembok model Wendrescaft 764 buatan Swiss dengan delapan kombinasi, walau hanya berukuran 30 centi namun mematikan. Hanya bisa dibuka dengan dua cara, dengan kode pembuatan atau menghancurkan sistemnya." Alaizya mengerutkan keningnya membaca artikel mengenai gembok di depannya ini, manik gadis itu terus memilih celah di gembok tersebut sesekali matanya membaca sisa artikel.
"Kode pembuatan atau merusak sistemnya," lirihnya, gadis itu sudah meraih revolver yang diarahkan ke arah gembok tersebut namun matanya membaca sesuatu.
Segera ia kembali meraih kaca pembesar dan mulai membaca tulisan tersebut.
"Nicht schießen oder brennen." [Jangan menembak atau membakar]
Alaizya lagi dan lagi hanya mengerutkan alisnya menyadari betapa licik dan cerdiknya sang Daddy. "Tentu kau tak memesan gembok dari Amerika atau Rusia, Daddy. Kau ingin mengecoh kami? Right? Gembok buatan Swiss dengan bahasa Jerman sebagai peringatan. Bagus sekali, pengecohan yang luar biasa. Namun kau salah jika ingin menipuku Daddy, kau salah karena menipu orang yang sejatinya pun penipu," ucap Alaizya dengan smirk menakutkan di bibir tipisnya. "Kau lupa putrimu ini mengerti delapan bahasa, my beloved Daddy," lanjutnya dan kembali membaca tulisan di gembok tersebut.
"Jangan tembak atau terbakar," bacanya dan mengembalikan revolvernya ke tempat semula.
"Baiklah revolver ku, kali ini aku tak membutuhkanmu. Namun aku butuh ipadku."
Alaizya meraih ipadnya lalu mulai memeriksa data diri Leonardo yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai kode sebuah gembok. "I got it!"
"Vahvin ryhmä, Daddy selalu mengucapkan ini setiap selesai diwawancarai, mungkinkah?" Otak gadis itu berputar mencari kemungkinan kemudian mencari arti dari dua kata yang terus terucap dari mulut sang Daddy, terlalu aneh jika disebut kebiasaan jika tak ada sesuatu tentang “Vahvin ryhmä"
"Kelompok terkuat." Alaizya tersenyum puas saat mendapatkan jawabannya, segera ia mengetikkan kode itu dengan bantuan kaca pembesar karena kodenya harus dirangkai satu persatu di gemboknya hingga tak lama terdengar bunyi gembok yang terbuka.
Senyum kemenangan terhias indah di bibir Alaizya seketika setelah berhasil membuka dan mengungkap teka-teki yang di simpan Leonardo, ia bangga dengan kemampuannya.
Sesaat setelah album itu terbuka, Alaizya segera membacanya. Banyak sekali catatan misi dengan stempel merah bertuliskan "Regnarok Completed Mission", tangannya membuka lembaran demi lembaran namun yang ia temukan tetap sama gambar stempel dengan tulisan yang sama. Alaizya mulai membaca bagian yang masih bisa terbaca di dalam lembaran-lembaran album usang tersebut.
"David Jason, mission 085 Cocaine theft."
"Royal diamond theft, mission 736."
"The murder of Jacob Blaise, mission 775."
"Land acquisition, Finland. Mission 892."
"Amerika-Italia, Mission 171."
Alaizya membaca baris demi baris mengenai beberapa misi yang ada di dalam album teesebut, maniknya terbuka lebar saat mengetahui beberapa fakta mengenai petinggi negara yang dulu saat ia kecil sering di bicarakan, dan mengapa profilnya ada di dalam album ini.
"Blair Jacksonville, mentri Rusia yang dibunuh namun tak ada satu pun bukti yang mengarah pada pelaku pembunuhan. Ya, aku ingat kasus itu, namun mengapa kasusnya berada di album ini. Sebenarnya apa itu Regnarok?" Alaizya benar-benar penasaran dengan album yang tengah ia teliti tersebut.
Hingga di lembar terakhir, ia menemukan sebuah foto yang di dalamnya terdapat banyak orang yang berbaris rapih dengan setelan jas mahal berwarna hitam dan masing-masing diantara mereka memakai pin dengan lambang tengkorak di d**a kanannya, dan diantara orang-orang itu ia mengenali beberapa diantara mereka, termasuk kakek dan Daddy-nya, Leonardo.
"Jika aku tanyakan pada Daddy, ia tak akan menjelaskannya. Aku tau itu, maka hanya ada satu jalan jika aku ingin mengetahui tentang Regnarok, Grandpa."
Alaizya segera keluar dari dalam kamarnya dan meraih coat hitam miliknya dan memakainya cepat, tak lupa ia membawa album itu di dalam tas hitamnya. Gadis itu memakai kaca mata hitam dan sepatu boots hitam yang melekat di kaki jenjangnya.
Tangannya dengan terampil memasang earphone di telinga kemudian menggunakan sarung tangannya. "Gretta."
"Yes I am."
"Kirimkan jet pribadi ku segera."
"Lima menit, Nona."
"Ya."
Alaizya melangkah dengan tegas keluar melewati pintu kamarnya yang menjulang tinggi dan menuruni lift yang terbuat dari kaca anti peluru lalu keluar menuju pintu utama namun sebelum itu ia bertemu dengan sang Mommy. "Kemana Ala?"
"Ada urusan sebentar, Mom."
"Bisnis mu."
"Ya."
"Principessa, kau tak membohongiku kan?"
"Tak ada gunanya aku membohongimu, Mom."
"Well, Mommy percaya."
"Kemana kakak akan pergi?" kali ini Evander ikut dalam obrolan ibu dan anak itu.
"Kemana kak?" tanyanya pada Alaizya namun tak berbalas.
"Adikmu bertanya Ala," ucap Florence menengahi.
"Kau tak bisa ikut Evan."
"Kita tim kan?"
"Ya, jika kau tim. Maka pengaruhi Daddymu untuk tak khawatir padaku jika aku terlambat pulang."
"Dimengerti."
"Aku pergi." Alaizya mencium pipi kanan Florence dan melenggang keluar dari mansion besar De Lavega.
Alaizya menunggu dihalaman mansionnya yang besar. Yap! Menunggu tunggangannya, sesaat setelah mobil limosin miliknya datang ia segera bergegas memasuki kendaraan itu lalu berangkat menuju landasan pribadi milik De Lavega, sesampainya di sana ia segera keluar dari dalam mobil fan menunggu sesaat hingga tumpangannya datang.
Tak lama yang ditunggu pun datang, gadis itu segera mendekati jet pribadi berwarna hitam miliknya yang menjadi hadiah dari Arthur di ulang tahunnya yang ke delapan belas. "Nona anda_"
"Biar aku yang menangani baja ini."
"Kau yakin Nona?"
"Kau meragukanku?"
"No, aku_"
"Tangani apapun urusanku disini, pastikan tak menganggu ku saat aku di mansion Grandpa."
"Baik."
Alaizya memasuki bagian kabin jet pribadinya, lalu mulai memakai headphone dan tangannya dengan cepat menyalakan berbagai mesin dan tombol di dalam area kabin. Sesaat setelah siap, jet itu pun mengudara menuju satu tempat yang memungkinkan ia mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang mencokol dan meminta jawaban, Italia.
•••✖•••
Porto Venere, Italia
Jet yang dikemudikan oleh Alaizya mendarat dengan sempurna di landasan pribadi milik sang Grandpa, Arthur. Gadis itu keluar dari pesawatnya kemudian berjalan dengan langkah tegap memasuki mobil yang sudah di siapkan anak buahnya untuk mengantarnya ke mansion sang Grandpa.
Alaizya terus membaca halaman demi halaman, mencoba mengerti arah dari misi-misi itu lalu mencernanya menjadi satu untuk mengetahui apa yang dikerjakan sang Daddy hingga mengumpulkan berbagai misi di satu album yang digembok khusus.
Gadis itu menatap mansion besar yang dihadapkan dengan hamparan laut biru yang menenangkan, kini kakinya sudah berpijak tepat di depan area mansion. Ia melangkah semakin memasuki mansion Arthur di sambut para bodyguard yang menunduk hormat.
Alaizya memasuki mansion yang sudah dua tahun ini tak ia masuki, karena biasanya Arthur atau Tabitha yang mengunjunginya bukan sebaliknya, namun kali ini Alaizya harus memasuki mansion ini untuk mencari jawaban.
"Nona, anda datang?" tanya salah satu maid dengan sopan merundukkan tubuhnya.
"Tuan dan Nyonya besar ada?"
"Ya, Tuan dan Nyonya besar ada di dalam Nona. Biar saya panggilkan."
"Ya." Alaizya duduk tepat di sofa di tengah ruangan, ia menelisik seisi mansion yang kebanyakan dihiasi foto grandpa dan grandma-nya. Satu kata yang menggambarkan mansion ini, tenang.
"Ala?" panggilan dari belakang berhasil membuat Alaizya membalikkan tubuhnya dan menatap sang nenek yang terlihat masih sangat bugar di usianya.
"Grandma." Alaizya memeluk Tabitha erat begitupun dengan wanita itu yang menciumi gurat wajah Alaizya.
"Kau berkunjung tak memberitahu Grandpa dan Grandma dulu?"
"Maaf, kejutan."
"Sudah ku duga."
"Duduklah." Tabitha menuntun sang cucu duduk di sofa dan memanggil salah satu maid- nya. "Buatkan coklat hangat!"
"Baik, Nyonya."
Setelah maid itu beringsut pergi, Tabitha menggenggam tangan Alaizya pelan dan menatap wajah cucunya tanpa celah.
"Grandma tau ada sesuatu yang mendorongmu untuk berkunjung Ala, bukan sebuah kejutan, right?"
"Ya, sebenarnya aku ingin menemui Grandpa."
"Grandpa mu di ruang kerjanya. Ia sudah sering sakit tapi tetap tak bisa diajak bicara tentang kesehatan. Ia luar biasa."
"Aku tau, jadi bisa aku menemuinya, Grandma?"
"Sure, kau tau kemana kau harus melangkah Principessa."
"Terimakasih banyak Grandma."
"Ya, hati-hati."
Alaizya menganggukkan kepalanya, ia mendirikan tubuhnya lalu berjalan menaiki tangga dan menelusuri lorong dan berhenti tepat di depan pintu hitam yang menjulang yang di dalamnya terdapat sang Grandpa.
"Masuklah Principessa, Grandpa menunggu," ucap seseorang dari dalam dan Alaizya paham betul siapa itu, Arthur.
Pintu mulai terbuka, Alaizya menatap sang Grandpa yang membelakanginya. Tubuhnya memang sudah menua, tapi percayalah mungkin jika untuk menembak lima puluh musuh dengan Deagle, Arthur masih mampu.
"Hai, my sexy Grandpa."
"Ada gerangan apa kau berkunjung, cucuku?" tanya Arthur masih membelakangi Alaizya.
Alaizya tersenyum miring, ia mendekati Arthur lalu duduk tepat di kursi kebesaran sang kakek.
"Hanya ada dua manusia yang berani duduk di kursiku, Ala. Kau dan Daddymu."
"Aku tau, Grandpa," sahut Alaizya dengan mengangkat satu alisnya.
Arthur membalikkan tubuhnya lalu menatap Alaizya dengan senyum manisnya, ia duduk tepat di depan Alaizya dengan terus menatap manik cucunya.
"Ada apa, Principessa? Mengapa kau kemari setelah dua tahun tak mengunjungi mansion ini?"
"Well, aku baru ingat memiliki Grandpa yang sudah berumur namun terlihat masih mampu bertarung ini."
"Hahaha, Grandpa tersanjung."
Alaizya mendirikan tubuhnya lalu meraih album itu kemudian memberikannya pada Arthur dengan menatap manik biru sang Grandpa. "Tolong jelaskan padaku, Grandpa. Apa itu Regnarok?"
"Ala, kau... Dari mana kau temukan ini?"
"Itu bukan jawaban atas pertanyaan ku, Grandpa."
"Ala."
Alaizya menjalankan kakinya dan berlutut tepat di depan kaki Arthur dengan tangannya yang meremas telapak tangan Arthur yang dingin.
"Tolong jelaskan padaku, apa itu Regnarok. Mengapa di dalam album itu banyak terisi misi-misi yang aneh? Kenapa di gembok dengan khusus dan mengandung teka-teki? Kalian takut ini terjadi? Nyatanya aku menemukannya Grandpa."
"Ala, kau tak bisa dengar ini. Lupakan tentang Regnarok dan kembalilah."
"No, Grandpa. Aku tak mau sebelun kau mengatakan padaku apa itu Regnarok lalu aku bisa pergi."
"Ala, kau tak bisa_"
"Mengapa? Katakan mengapa?"
"Principessa."
"Aku putri De Lavega, kau tau bagaimana wanita De Lavega Grandpa. Aku mendapatkan apa yang aku inginkan."
"Dengar Grandpa, Ala. Hal ini terlalu berbahaya jika kau memasukinya, ini akan membuatmu hidup dilingkarkan kegelapan, itu alasan mengapa Daddymu menyembunyikannya."
"Dari kata-kata mu barusan, aku dapat menyimpulkan bahwa Regnarok lebih dari suatu kelompok, namun lebih besar kuasanya dari pada organisasi." Alaizya menjeda kalimatnya dan menatap Arthur yang menegang di tempatnya. "A dark organitation, you are a mafia?"
Alaizya bisa melihat dengan jelas sang Grandpa yang menelan salivanya susah payah, dan ia dapatkan jawaban atas pertanyaan dari reaksi Arthur tentang gagasannya. Alaizya bisa dengan jelas mengira hal ini, kasus di dalam album itu besar, banyak FBI terlibat di dalamnya. Dan apabila dijelaskan secara resmi maka kasus itu butuh waktu setidaknya lima sampai 12 bulan untuk dipecahkan namun di dalam album tertulis, "Misi selesai January" dan Alaizya mengingat dengan jelas kasus berlian hilang itu terjadi di bulan desember. Maka, yang memiliki peluang menemukan lebih dulu adalah organisasi ilegal, dan mafia adalah peluang terbesar dengan jaringannya yang luas.
"Jadi Grandpa, apa gagasanku benar?" tanya Alaizya dengan menatap Arthur tanpa celah.
"Alaizya, kami sudah lakukan banyak hal agar kau tak terseret masalah ini."
"Lakukan banyak hal?" Alaizya berpikir sebentar lalu ia menganggukkan kepalanya. "Baiklah aku paham, jadi inilah alasan aku disembunyikan dulu. Aku disembunyikan karena Grandpa dan Daddy adalah mantan Mafia?"
"Ala."
"Ya, Grandpa. Katakan padaku, apa itu Regnarok. Ceritakan padaku bagaimana Regnarok dibentuk dan bekerja, bagaimana sistem kalian? Apa yang kalian lakukan."
"Alaizya kau tak bisa terlibat lebih jauh di dalam lingkaran ini."
"Kenapa Grandpa? Karena aku seorang wanita? Karena aku lemah di mata kalian? Karena kalian berpikir aku tak bisa melindungi diriku sendiri? Ya, tentu saja kalian berpikir begitu. Lagi, dan lagi karena gender."
"Grandpa jika kau lupa, aku bisa melawan sepuluh pria dengan mudah. Aku pintar menembak, memanah, dan merakit bom. Aku bisa menggunakan berbagai senjata, senapan, revolver, pistol, pisau lipat dan aku pun bisa menguasai bubuk mesiu. Aku menguasai delapan bahasa, aku mampu meretas brankas dan aku pun mampu mencuri data penting pemerintah. Apa itu belum membuktikan kelayakan ku untuk mengetahui hal ini, Grandpa?"