TPM-ONE

2010 Words
11 year later... "Pemimpin Renzuis Group resmi memberikan bank victory yang berada di New York untuk putra semata wayangnya. Konon bank ini diberikan langsung oleh Mr. Alfonzo Renzuis pada putranya Theodore Xavery Renzuis saat ulang tahunnya yang ke dua puluh empat tahun semalam." Laporan berita itu mati bersamaan dengan TV yang dimatikan oleh seseorang yang menatap dingin pada benda persegi panjang itu, sebuah senyum menakutkan terlukis di bibir tipisnya. "KAKAK!!" Panggilan itu berhasil membuatnya berdecak, ia mendirikan tubuhnya dan menatap si pelaku. "Ada apa Evan?" tanya Alaizya dengan suara rendahnya. "Dipanggil Daddy," ucap Evander dengan kembali memasang earphone di telinganya. "Ada apa Daddy memanggil?" "Mana aku tau." "Dasar adik tidak berguna!" "Hei! Kakak yang pemarah!" "Diam!" "Maaf." Alaizya tersenyum manis ia lalu menarik pelan tangan adiknya hingga membuat pria berumur delapan belas tahun itu terduduk. "Aduh! Bisa tidak berlaku pelan?! Ini rumah kakak bukan ring tinju!" rutuk Evander gemas. "Diam!" "Kenapa? Kenapa kau terus mengasariku kak? Apa salahku?" tanyanya dengan wajah memelas namun membuat Alaizya merasa mual melihat adiknya yang cukup tak waras. "Dengar aku ada misi." "Apa?" tanya Evander lemas. Alaizya mengatakan rencananya yang diangguki dan dimengerti dengan jelas oleh Evander. "Good plain." "Kau mau bantu kakak?" "Apa bayarannya?" tanya Evander dengan memplay kembali game onlinenya. "Lamborghini Aventador keluaran terbaru?" "Deal!" Evander berseru keras ia bahkan melepaskan earphone dan mulai memperhatikan ucapan sang kakak yang terlampau cerdas. "Oke aku mengerti, jadi nanti malam kita pergi? Tapi bagaimana dengan Mommy? Alasan apa yang akan kita berikan?" "Siapa bilang kita akan izin pada Mommy? Kita akan pergi diam-diam." "Apa?!" "Jangan menolak, kapan lagi kau akan dapat Lamborghini dengan cuma-cuma?" "Ya, benar baiklah aku akan bersiap." "Oke." Siang berganti malam, Alaizya memakai earphone di telinga kanannya lalu meraih bom rakitannya sendiri ke dalam saku celana, ukurannya sangat kecil hanya dan di disain layaknya lipstick. Wanita itu tersenyum manis lalu meraih jaket kulit hitamnya untuk menutupi tank top hitam di tubuhnya, tak lupa celana ketat dengan sepatu boot hitam yang membungkus kaki jenjangnya. "Halo, masuk. Kak aku sudah di mobil." "Ya, aku keluar." Alaizya berucap dengan nada dinginnya lalu mematikan lampu seraya mengunci pintunya hanya penjagaan saja barangkali sang Daddy akan melihatnya. Setelah selesai Alaizya memakai tali pengaman yang terpasang di tubuhnya dengan ujungnya yang berbentuk menajam untuk menahan beban tubuhnya. Gadis itu memasang ujung talinya tepat di dinding yang sudah ia modifikasi sendiri lalu ia pun menuruni kamarnya yang berada di lantai dua. Alaizya mendarat dengan sempurna, gadis itu tersenyum manis lalu menekan tombol yang berada di talinya hingga ujung tali itu tertarik ke bawah dan dengan cepat Alaizya membereskan tali itu kemudian ia masukkan ke dalam tas miliknya. Setelah selesai dengan semua itu, Alaizya berlari dengan pelan dan keluar dari pagar belakang kemudian memasuki mobil hitam sang adik yang ternyata sedang mendengarkan musik di dalam mobil. "Ayo jalan!" "Ya, baiklah." Evander menyalakan mobilnya dengan cepat, bunyi mobil itu sangat kecil bahkan tak bisa di dengar dari jarak satu meter. Mobil itu perlahan bergerak menuju pusat kota, Alaizya menatap Evander lalu memberi kode pada adiknya tersebut. "Diam jangan bicara." "Baiklah." "Kau pakai ini, kemudian berdandan seakan kau manajer di bank itu." "Baiklah," ujar Evander seraya menanggapi barang-barang yang diberikan kakaknya. Alaizya menuruni mobil lalu mengotak-atik ponselnya dan tak lama ponsel itu terhubung dengan direktur sasarannya. "Ya, bisa aku bicara padamu Mr. Jason? Ada beberapa hal yang di katakan oleh Mr. Renzuis padaku yang harus aku sampaikan." "Tapi, aku sedikit ada masalah hari ini." "Ini perintah langsung dari Mr. Renzuis, tolong temui aku di tepi jalan sekarang." "Baiklah aku akan ke sana lima menit lagi." "Kau membantah perintah pemilik bank itu?" "Ya, baiklah aku ke sana." "Aku tunggu." Alaizya tersenyum manis, ia kemudian melepaskan jaket kulitnya ia ganti dengan blazer merah maroon yang sudah ia siapkan di dalam mobil Evander, ia pun memakai topeng yang sudah ia buat semirip mungkin dengan asisten Theodore agar sang direktur tertipu. Tak lama sang sasaran datang dengan sedikit terburu-buru. "Ada apa Nona Claire?" "Em, begini Mr. Jason." Alaizya berjalan dengan pelan mendekati Jason sedangkan tangan kanannya membuka botol kecil yang berisi obat bius sementara tangan kirinya meraih sapu tangannya. "Ya, apa?" Hup! Secepat kilat Alaizya membekap Jason dengan tangan kirinya yang sudah ia berikan obat bius lalu ia mengetuk pintu mobil hingga membuat Evander keluar dari mobilnya dan membantu Alaizya memasukkan Jason ke dalam mobilnya. Alaizya melepaskan topengnya lalu kembali melepaskan blazer digantikan dengan jaket kulit miliknya, netranya bersitatap dengan Evander lalu mereka menyeringai bersama. "Kau siap?" "Ekhm! Ya, aku siap," ujar Evander lalu meregangkan tubuhnya pria itu berdehem pelan menyesuaikan suara si Jason. "Apa ini mirip?" "Ya, sangat mirip suaramu juga. Sekarang pergi kakak akan awasi dan retas CCTV nya, kabari aku jika kau sudah berada di dalam." "Baiklah." "Tunggu!" "Apalagi?" "Sebentar!" Alaizya mendekati tubuh Jason kemudian ia meraih sebuah krim lalu ia oleskan pada ibu jari Jason lalu tak lama krim itu mengering, Alaizya dengan cepat dan hati-hati mengambilnya kemudian ia masukkan ke dalam plastik kecil lalu ia berikan pada Evander. "Pakai ini untuk membuka ruangan brankas itu." "Oh baiklah." Evander meraihnya dan memasukkan sidik jari Jason ke dalam saku jas miliknya. "Aku masuk." "Ya, pergilah." Evander berjalan memasuki bank dengan jalannya yang sangat mirip dengan Jason, persis! Sedangkan Alaizya memasuki mobil dan mulai membuka laptop miliknya. Tangan gadis itu bermain dengan lincah di atas laptop lalu ia tersenyum miring dan jari telunjuknya mengklik tombol enter hingga membuat Alaizya tersenyum miring. Alaizya menekan earphonenya lalu berbicara pada Evander. "Baiklah, kakak mengawasimu. Tetap terus bersandiwara menjadi Jason, jangan buat mereka curiga." "Ekhm! Baiklah." Alaizya tersenyum miring lalu tiba-tiba ia ikut terhenyak kala punggung Evander di tepuk oleh seseorang. Hal yang sama pun di rasakan Evander, pria itu rasanya sulit bernapas kala merasakan tepukan di bahunya, dengan sedikit gugup ia membalikkan tubuhnya dan menatap si pelaku. "Maaf Mr. Jason, kenapa anda memasuki ruangan ini?" "Aku, yah! Aku harus memeriksa brankas kita, ada sistem yang aneh." "Baiklah, kalau begitu bisa aku bantu?" "Tak perlu! Kau bisa periksa laporan keuangan kita, pastikan tak ada kesalahan." "Baik Tuan, aku permisi." "Ya." Alaizya tersenyum miring lalu ia kembali tersenyum kala mendengar ucapan Evander. "Hampir saja aku mati berdiri." "Tak usah berlebihan, cepat jalan jangan sampai Jason bangun!" "Ya, baiklah." Evander berjalan menuju ruang brankas lalu ia mendekati finger print dan meraih sidik jari milik Jason ia pun memakaikan di ibu jarinya kemudian menekan finger print itu. Tak lama pintu baja yang melindungi brankas yang berisi uang jutaan dolar itu terbuka. Evander memasuki ruangan itu lalu mulai menghubungi kakaknya. "Cepat bergerak!" "Ya baiklah." Alaizya menolehkan kepalanya dan menatap Jason yang masih belum sadarkan diri, secepat kilat ia meraih tas miliknya kemudian menuju gedung bank itu dari jalur belakang, ia menuju ke atas tepatnya ke tempat yang sejajar dengan ruangan brankas lalu Alaizya meraih bom rakitannya sendiri yang bisa meledakkan tanpa suara, gadis itu sedikit menjauh kemudian menekan pemicu bomnya. Tak lama atas bank itu sudah bisa ia lewati. Alaizya meraih tali lalu memasangkannya di pinggangnya kemudian ia pun menuruni gedung dengan tali tersebut tanpa halangan. Tubuhnya mendarat dengan sempurna tepat di atas loteng ruangan brankas yang terbuat dari baja ia pun meraih laser guna melubanginya. Sesaat setelah atap ruangan itu berlubang, Alaizya segera menuruninya dan menatap sang adik. Ia satukan telapak tangannya dengan Evander lalu mengedipkan sebelah matanya. "Cepat kak!" "Ya, baiklah!" Alaizya meraih ipad di tasnya lalu mulai mengotak-atik benda itu, sesekali netranya menatap brankas sasarannya. "Model vicherblendman 711 memiliki tiga kunci ganda dan baja anti peluru yang disingkronisasikan dengan penguncian digital. Kita akan membobol kunci digital itu kemudian membuka brankasnya." "Bagaimana cara membuka kunci digital itu?" "Dengan meretasnya," ucap Alaizya dengan menekan tombol enter hingga terdengar suara. "Unlock." Gadis itu tersenyum miring kemudian ia memasukkan kembali ipadnya dan mengeluarkan alat yang tak dimengerti oleh Evander. Pria itu hanya bisa menatap sang kakak yang bekerja layaknya cracker kelas kakap. Alaizya berjalan mendekati brankas itu kemudian mulai memasang sesuatu di telinga kanannya alat yang mirip stetoskop menurut Evander. Tangan gadis itu bergerak dengan sangat teliti dan hati-hati, nampak sekali kerutan di dahi Alaizya namun aura kecantikan tak pernah pudar dari wajahnya. Alaizya menutar tuas brankas itu dengan sangat perlahan kala suara tanda brankas terbuka terdengar. Alaizya membuka brankasnya dengan senyum merekah namun terlihat menyeramkan sedangkan Evander tersenyum sangat manis. "Lamborghini I'm ready!" gumam Evander dengan menepuk pelan tangannya. Alaizya menatap ke belakang dimana Evander berdiri di belakangnya. "Bawa uangnya!" "Sure!!" Evander meraih tas besar dari saku jasnya begitupun Alaizya yang memasukkan uangnya ke dalam tas besar yang sudah ia bawa, mereka melibas habis uang yang berada di dalam brankas itu. Evander menatap sang kakak dengan tatapan penuh pujian, ia memberikan tasnya pada Alaizya. "Cepat naik, aku tak tahan memakai topeng ini. Wajah tampanku tersembunyi." "Ya, baiklah." Alaizya kembali menaiki atap kemudian Evander meraih tasnya ia berikan kembali pada Alaizya, gadis itu memberi kode pada Evander untuk membereskan kerusuhan mereka dan dimengerti dengan jelas oleh pria itu. Alaizya menyiapkan sebuah kain yang dalam dua menit bisa memanipulasi menjadi baja namun itu hanya bertahan dalam waktu sepuluh menit. Ia pun meraih tas-tas yang berisikan uang yang mereka telah curi, ia pun kembali menaiki atap kemudian ia pun menghubungi suruhannya. "Cepat kemari!" "Baik!" Alaizya menatap sekitar hingga bunyi helikopter datang mendekat, Alaizya langsung melemparkan beberapa tas dan ditanggapi suruhannya yang berada di dalam helikopter miliknya. Bahkan, Leonardo pun tak tau bahwa Alaizya sudah memiliki helikopter yang diberikan oleh Arthur. "Cepat pergi, dan temui aku di apartemen ku." "BAIK!" Alaizya hanya membawa satu tas besar kemudian ia kembali turun dengan tali miliknya, ia berlari menuju mobil Evander, gadis itu melepaskan jaket kulitnya hingga menyisakan tank top hitamnya, ia pun melepaskan sapu tangan hitam yang akan menyamarkan sidik jarinya. Gadis itu tersenyum manis lalu tak lama Evander kembali dengan wajahnya yang sudah tanpa topeng, dasar adik tak berguna! Bagaimana jika ada yang curiga! "Kenapa kau lepaskan topengmu?" "Aku gerah." "Terserah, ayo pindahkan Jason!" "Baiklah." Evander dan Alaizya bergegas memindahkan Jason ke tepi jalan, katakan mereka tak berhati atau apapun ia hanya harus bergegas waktu mereka hanya sepuluh menit. Setelah Jason sudah berada di tepi jalan, mereka pun memasuki mobil bedanya Alaizya lah yang sekarang menyetir mobil Evander sementara pria itu berada di kursi belakang guna melihat hasil curian mereka. "Kita apakan uang ini kak?" tanya Evander bersemangat. "Kita bisa beli jeep, atau Buggati," lanjut pria itu dengan nada senangnya. "Jangan mobil terus Evan." "Baiklah, jadi kakak mau beli apa?" "Kita tak akan gunakan uang itu." "Apa?!" "Kita akan memberikannya pada yang kesusahan." "What?! Apa maksudmu kak?!" "Evan kau tuli?" "Astaga, kita sudah susah payah mencuri semua ini?" "Sebagian sudah kakak simpan akan kakak buatkan rumah sakit." "Kakak gila? Kakak gunakan uang itu untuk sosial?" "Tak apa kan? Ada masalah?" "Astaga!" "Jangan bodoh Evan! Kita bisa minta apapun pada Daddy." "Lalu kenapa kita harus membuang tenaga dengan membobol bank itu, Kakak?!" "Iseng." "APA?!" "Diam bodoh!" "Ya Tuhan, lalu bagaimana dengan Lamborghini ku?" "Akan datang besok." "Baiklah." "Sekarang dengarkan aku, pakai topengmu lalu buka bagasi dan hamburkan uang-uang itu." "Kakak gila?!" "Lakukan saja!" "BAIKLAH!" Alaizya menekan tombol buka bagasi lalu Evander pun memakai topengnya, ia membuka resleting tas berisi uang jutaan dolar itu kemudian ia menelan salivanya kasar. "Aku bisa membeli dua Lamborghini dengan uang ini." "Jangan banyak bicara! Cepat lakukan saja!" "Baiklah!" Evander meraih dua tumpuk uang lalu ia mulai menghamburkannya ke tengah jalanan seiring dengan melajunya mobil, mungkin polisi bisa melacak mereka dengan plat mobil, tapi bagaimana jika plat mobil itu sudah Alaizya samarkan? Kerumunan orang berebut uang-uang itu, Evander tersenyum manis. "Aku dermawan sekali." "Diam!" "Aku benar kan? Aku membantu dan memberi mereka uang cuma-cuma." Evander bahkan melemparkan tas bekas uang itu lalu ia memberi kode hingga Alaizya menutup bagasi mobil. Mereka pun melaju menuju mansion De Lavega namun mereka memutar jalan hingga Alaizya berhenti tepat dua kilometer dari mansion. "Ada apa Kak?" "Kita jual mobilnya." "Apa?" Alaizya tak menjawab ucapan Evander, ia meraih ponsel. "Bawa mobilnya jual tapi ubah segalanya, atau kau bisa menghancurkannya." "APA?!" teriak Evander histeris. "Cepat!" "Baik Nona." Alaizya menatap Evander dengan tatapan tajamnya. "Itu mobilku kak," adu Evander dengan memelas. "Besok kau akan terima jeep dan Lamborghini mu yang baru." "DEAL!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD