PROLOG

1027 Words
Italia Seorang gadis duduk di bangku sekolahnya yang nyaman, sesekali ia menjawab soal yang bukan untuk anak yang seumur dirinya. Ya, gadis berumur 10 tahun itu duduk dengan mengerjakan soal untuk Senior High School. Tiba-tiba di tengah kegiatannya, kertas yang ia gunakan diseret paksa hingga robek. Awalnya anak itu diam dan tetap menatap ke bawah bangkunya, ia sama sekali tak berniat menatap si pelaku. "Sombong sekali! Aku sudah meminta tolong namun kau menolakku! Kau justru menyibukkan dirimu dengan mengerjakan soal-soal sialan in?!" ucap anak lelaki dengan merobek kertas anak gadis itu. "JAWAB AKU?!" "Sepertinya ia tuli," ucap salah satu teman anak lelaki itu. Tiba-tiba anak lelaki yang bertubuh tinggi itu mencengkram dagu si anak perempuan hingga wajah cantiknya terlihat. Manik birunya terlihat sangat tenang walaupun sedang diperlakukan seperti sampah, tak ada kemarahan di dalam dirinya. "Jawab Ran!" sentak anak lelaki dengan melepas kasar dagu anak perempuan. "Lepaskan aku," ucapnya sangat tenang, ia menghela napasnya lembut. "Theo, lebih baik kau jangan menggangguku," ucapnya dengan suara pelannya. "Hei! Dia baru saja memperingatiku!" ucap anak lelaki bernama Theo itu. Tiba-tiba Theo menarik ikat rambut anak perempuan itu lalu perlahan rambut panjangnya tergerai indah. Theo menarik rambut Ran dengan kencang hingga Ran meringis. "Lihatlah, ia sangat sok sekali kan?!" seru Theo meminta persetujuan teman-temannya. "Iya benar." "Dasar!" "Sok pintar!" Seruan-seruan itu seakan membakar habis kesabaran Ran, ia menatap nyalang pada Theo. "Kenapa? Kau marah?" tanya Theo dengan mengangkat satu alisnya. "Are you angry principessa?" "Hahaha, look at you! You're not princess! You only nerd!" "Principesaa, hahaha …" Semua tawaan berhasil membakar habis pertahanan Ran, ia menatap sekeliling kelas, tawa anak-anak terdengar bersahutan mengejek dirinya. Tangan Ran mengepal seketika, ia menatap Theo dengan mata merah nyalangnya. Tanpa kata Ran menghentak serta mendorong Theo hingga membentur tembok. Tak lupa Ran juga mengangkat tubuh Theo hingga tubuh anak itu sedikit melayang dari lantai. "Lepaskan, le-pas Ran!" ucap Theo memelas. "KAU MENGEJEK KU! APA AKU PERNAH MARAH PADAMU THEO?! TIDAK?! LALU KENAPA KAU MENYEBUT DAN MENGEJEK NAMAKU?! JAWAB AKU k*****t!!" teriak Ran menggelegar, bahkan teman-teman Theo tak berani melepaskan cekalan tangan Ran. "Le-pas Ran! Kau menyakitiku!" "Lalu tindakanmu? Apa selama ini kau membully kami, kau pikir kau tak menyakiti kami?!" "R-an…" "ALAIZYA!!!" suara bariton menghentikan kegaduhan di kelas. Pria yang berdiri di ambang pintu dengan cepat menghampiri Ran, ia menatap gadis cilik itu memberi perintah. "Lepaskan dia!" "Uncle." "Lepaskan dia! Atau Uncle laporkan pada Daddymu!" "Uncle dia_" "Tak ada alasan!" Dengan gerakan keras, Ran melepaskan cekalan tangannya dari leher Theo. Ia menatap Theo yang meringis dengan memegang lehernya. "JANGAN PERNAH SEBUT NAMA ITU JIKA MULUTMU TAK PANTAS MENYEBUTNYA!" "ALA!!" "UNCLE DIA_" "KITA PULANG!" Pria itu menarik tangan Ran hingga keluar dari kelas dan memasuki mobilnya. Mobil itu bergerak membelah jalanan. "Ala, tak seharusnya kau menunjukkan sifat aslimu." "Kenapa Uncle? Kenapa aku disembunyikan seperti ini?! Aku juga ingin bebas Uncle!" "Uncle mengerti, tapi ini perintah langsung dari Dadddy mu." "Aku bahkan bisa mematahkan lehernya saat itu juga." "Kau mengenal bocah itu?" "Dia memang sok berkuasa di sana, andai saja aku mengatakan bahwa aku klan De Lavega, sudah ku pastikan dia tak akan menginjak dan membully kami lagi." "Tujuanmu bagus, tapi tak sekarang waktu untuk menunjukkan siapa dirimu, Ala." "Daddy mu dan Grandpa mu sudah menyembunyikan kau selama ini, jangan sia-siakan," lanjut sang pria menasehati. "Sampai kapan ini berakhir, Uncle?" "Entahlah." Mobil berhenti tepat di mansion besar De Lavega. Bocah perempuan itu dengan cepat keluar dari mobil dan berlari memasuki mansion. "Dad!!" "Im here!" Bocah itu berlari menaiki tangga dan memasuki ruang kerja Daddy-nya. Ia menatap Daddy-nya yang masih berkutat di antara dokumen-dokumennya. "Sampai kapan ini berakhir?" "Apa maksudmu?" "Aku lelah, Dad." "Ran_" "MY NAME IS ALAIZYA, DAD! PLEASE!" Leonardo, pria itu menatap putrinya dengan tatapan sayunya. Ia berjalan mendekati Alaizya, lalu ia kecup kepala putrinya. "Maafkan Daddy." "Please!" "Ala, ini semua untukmu." "Dad, aku_" "Dengar, Daddy hanya ingin melindungimu, menata kehidupanmu tanpa ada kami yang merecokinya. Kami ingin hidupmu tenang tanpa ada masalah, Ala." "Nyatanya, Daddy yang membuat masalah." "Ala_" "Ala, lelah." "Im sorry principessa." Leonardo langsung memeluk putrinya hangat, ia sesekali mencium dan mengusap punggung Alaizya pelan. "Karena kau sudah membuat kesalahan dengan melukai anak itu, maafkan Daddy. Kau harus melanjutkan sekolahmu bersama Daddy di New York." "Apa?!" "Ini demi dirimu, Ala." "Dad!" "Ala, kau sudah melakukan kesalahan kita akan pergi sore ini dan Daddy akan urus kepindahan sekolahmu di New York. Lagi pula bukankah kau ingin di sana?" "Ya Dad aku tau tapi apa akan terus seperti ini? Berpindah dari satu tempat ke tempat lain? Tiga kali Dad! Tiga kali Ala pindah sekolah, dan itu karena masalah yang sama?" "Ala, jika kau bisa menjaga sikapmu, kau tak perlu melakukan ini." "Bocah sialan itu membullyku!" "Daddy tau." "Lalu?" "Keputusan Daddy sudah bulat, kau akan tinggal di New York bersama Mommy dan Daddy." "Dengan kepribadian baru lagi? Dengan menyembunyikan identitas ku lagi? Dad, apa Daddy tidak lelah?" "Ala ini demi kebaikanmu." "Apa yang terjadi Dad! Kenapa aku disembunyikan seperti ini? Daddy malu memiliki Ala?" Leonardo membulatkan matanya, ia mendekatkan dirinya dan mendudukkan dirinya tepat di hadapan putrinya. "Daddy bangga padamu Ala, namun kemampuanmu yang harus Daddy sembunyikan. Dengar Ala, dunia luar itu sangat kejam dan Daddy harus menyembunyikan mu sampai diwaktu yang tepat dan itu semua karena demi kehidupan mu." "Terserah!" Alaizya berjalan keluar tanpa memperdulikan panggilan Leonardo. Ia lelah, sangat lelah dengan hidupnya yang rumit. Alaizya berlari menuju ruangan Grandpa-nya, Arthur. Dengan mengepalkan kedua telapak tangannya erat, Alaizya membuka knop pintu dengan kencang. "Grandpa?" "Im here!" Alaizya berjalan mendekati Arthur yang tengah duduk dengan memainkan ponselnya bersama dengan Tabitha yang duduk disamping pria itu. "What happen Ala?" "Ya, what wrong with you honey?" tanya Tabitha melebarkan kedua tangannya menyambut Alaizya. Alaizya berjalan dan memeluk erat Grandma-nya erat. "Daddy memindahkan lagi sekolahku Grandma, aku kesal!" "Apa yang kau lakukan hingga Daddy mu melakukan itu?" tanya Arthur lembut seraya mengusap kepala Alaizya. "Ada seorang bocah lelaki yang membully anak-anak disekolah, Ala di bully Grandpa. Ala kesal jadi mencekik lehernya," akunya dengan menatap Arthur. "Astaga, pantas saja Daddy mu melakukan itu," ucap Tabitha menenangkan. "Ala, apa yang dilakukan Daddymu demi kebaikanmu." "Alah! Grandpa sama saja!" "Theodore! Aku bersumpah kau harus membayar semua ini!" **** TO BE CONTINUE ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD