Part 4

1689 Words
Mata pria itu tak pernah sekali pun berkedip, ketika menatap siaran berita yang terpampang di layar tabnya. Pria bernama Eric Kang ini mengagumi sosok pengacara yang sedang diberitakan. Bibirnya sesekali tersenyum mendengar ucapan manis sang pengacara. Eric bukan mengagumi kehebatan pengacara itu dalam memenangkan banyak kasus, melainkan mengagumi betapa lihai dia dalam berbicara. Benar-benar manis, terlihat seperti pria hebat yang nyaris tidak punya kekurangan. “Kau begitu lihai, hingga memenangkan hampir semua kasus yang kau tangani. Kau akan menjadi sempurna jika saja kau memperlakukan istrimu dengan baik. Mulutmu terlalu kejam, kata-katamu sangat menyakitkan dan sikapmu sangat menjengkelkan. Kenapa Lily harus hidup denganmu? Aku sudah menghancurkan hidupnya dan kau semakin membuatnya hancur.” Eric bersuara, kemudian mematikan tab dan beralih pada ponselnya yang baru saja berdering. Eric meraih ponselnya, dan langsung menjawab telepon dari orang dengan nama Spy. “Dia pasti berulah lagi,” tebak Eric saat ia sudah terhubung dengan Spy. Eric berkata seperti ini karena sudah hafal betul dengan situasi ini. “...” “Benarkah?” Eric seperti tidak percaya saat mendengar ucapan lawan bicaranya ditelepon. Ini sangat aneh bagi Eric, bahkan cukup untuk dicurigai. Orang bermulut sadis bisa berubah menjadi bermulut manis dalam semalam. Apa dia benar berubah? Atau hanya sebuah kepalsuan? Eric percaya bahwa setiap orang bisa berubah menjadi lebih baik dan kabar tentang perubahan baik seseorang tentulah sebuah kabar yang menggembirakan. Tapi, apa seseorang sungguh bisa berubah dalam waktu satu malam? Atau, ini hanya kecurigaannya saja bahwa ada sesuatu yang sedang tersembunyi di balik perubahan itu? •••• Pagi ini, aku mendapat perlakuan berbeda darinya. Suamiku, David, untuk pertama kalinya dia mengucapkan selamat pagi dan mencium pipiku. Ini seharusnya menjadi awal yang baik, tapi kenapa aku justru takut? Aku takut jika David hanya akan berakhir seperti api. Awalnya api kecil begitu hangat, namun lama-lama api hangat itu akan padam dan hanya menyisakan asap yang membuat mata perih dan memunculkan air mata, atau seperti api kecil yang hangat, lalu perlahan membesar dan akhirnya membakarku. Jika hanya akan seperti itu jadinya, maka akan lebih baik jika aku tidak pernah mendapat perlakuan manis, agar aku tidak terluka karena harapan dan khayalanku sendiri. Aku harap, semua sikap manis itu memang hadir dari hatimu dengan penuh ketulusan, bukan kepalsuan yang akan membuatku menjadi lebih sakit. Lily menutup buku diarynya, kemudian menatap ke luar jendela. Semua tanaman tampak begitu gembira karena kehadiran musim semi, di mana udara menghangat sebelum menjadi panas saat musim panas tiba. Seperti itulah gambaran ketakutan Lily saat ini. Lily tidak ingin perhatian dan sikap manis David hanya seperti awal musim semi, hangat, perlahan panas dan berakhir dingin seperti udara pada musim dingin. Akan lebih baik jika tidak menerima perlakuan baik David, kalau perlakuan baik nanti berujung kesakitan. Lily merasa sudah cukup menerima pernikahan sadis, jangan lagi ada kepalsuan yang hanya membuatnya merasakan kebahagian sesaat. Lily sangat tidak mau terbuai pada sesuatu yang tidak nyata. “Jika kau memang telah berubah, aku sangat berterima kasih pada Tuhan karena sudah memberikan penyejuk di tengah rasa sakitku,” ujar Lily dalam hati, sembari tersenyum dan membayangkan David terus bersikap manis padanya. Ponsel Lily yang ada di sebelah buku diary bergetar, tanda bahwa sebuah pesan baru saja masuk. Lily memasukkan buku diarynya ke dalam laci, lalu mengambil ponsel untuk melihat pesan singkat dari salah satu orang paling berarti dalam hidupnya. Bibir wanita itu menyunggingkan senyuman manis, saat membaca isi pesan singkat. Lily pun segera bangkit dari tempat duduknya, meraih tas dan setelahnya pergi ke suatu tempat. •••• FIRMA HUKUM SKY. David masuk ke dalam ruangannya, di sana terlihat seorang wanita sudah menunggu kedatangan David. Begitu sampai di ruangannya, David meletakkan tas kerjanya di atas meja, kemudian duduk dan fokus pada wanita yang terlihat gelisah. “Bisa saya tahu nama Anda?” David bertanya pada wanita itu dengan ramah. “Saya Jessi Lee. Saya sangat membutuhkan bantuan Anda, Pengacara Cho. Tolong bantu teman saya, Fiona Lim, dia tidak bersalah.” Kalimat seperti ini sudah tidak asing lagi di telinga David, sebab orang yang datang padanya pasti ingin meminta bantuan. “Apa ini tentang penganiayaan yang viral itu?” tanya David, dan Jessi mengangguk, lalu bercerita. “Ya. Fiona mengatakan kepada saya bahwa dia memang sempat memukul Liona, kakaknya, tapi itu sebagai bentuk pertahanan diri karena Liona yang lebih dulu ingin menyerang Fiona. Saya tidak berada dipihak Fiona karena dia adalah sahabat saya, tapi saya tahu bahwa hidup Fiona penuh air mata. Suami Fiona selingkuh dengan kakak Fiona. Fiona mengajak Liona bertemu untuk meminta agar hubungan terlarang itu segera diakhiri, lalu situasi menjadi butuk, tapi Fiona tidak pernah mendorong Liona. Tolong bantu sahabat saya.” Baru mendengar sedikit cerita Jessi sudah membuat David marah, sebab bisa-bisanya suami Fiona selingkuh dengan iparnya sendiri. David rasanya ingin mengutuk pria itu. Tapi ekspresi wajah David seketika berubah saat mengingat bahwa dirinya juga seperti suami Fiona, selingkuh dengan kakak ipar. Tidak. David tidak akan menyamakan dirinya dengan suami Fiona. David percaya bahwa perbuatannya tidak salah karena sejak awal pernikahannya tidak berlandaskan cinta, melainkan karena keterpaksaan demi ayahnya. David merasa dirinya punya hak untuk meraih kebahagiaannya sendiri. “Apa ada bukti atau saksi yang bisa membuktikan bahwa Fiona tidak bersalah? Kita sangat membutuhkannya,” ucap David. David butuh sesuatu yang membuatnya yakin untuk mengambil kasus ini. “Suami Fiona ada di bar itu saat kejadian. Namanya Roy Park. Tapi ... sekarang, tidak ada yang tahu tentang keberadaan Roy.” Baiklah. Itu cukup untuk David mendapat keyakinan mengambil kasus ini. “Baik. Aku akan membantu.” •••• Bandara Incheon. Seorang pria tampan yang memiliki senyuman sangat manis baru saja tiba di Korea, setelah hampir tiga bulan berada di Paris untuk urusan bisnis. Semua tugas perusahaan dibebankan kepadanya sejak lima tahun yang lalu, sebab ayahnya sudah tidak sanggup lagi bepergian sana-sini untuk mengurus perusahaan. “Apa saya perlu menelpon pak Jung?” pria bernama Andy Lee ini bertanya pada sang atasan yang bernama Justin Kim. Justin menggelengkan kepalanya, kemudian mengatakan, “Tidak perlu. Kedua kedua adikku akan datang.” Justin benar-benar tidak sabar bertemu dengan adiknya setelah cukup lama berpisah. Justin kembali berjalan sembari menarik kopernya. Ya, Justin bisa saja menyuruh sekretarisnya untuk membawa koper cukup besar itu, tapi Justin masih punya hati dan merasa kasihan kalau harus menyuruh pria berusia 39 tahun menarik dua koper sekaligus. Justin hanya akan meminta bantuan pada Andy untuk urusan perusahaan, bukan memerintahnya demi kepentingan pribadi. Saat Justin dan Andy sampai di depan bandara, terlihat dua wanita langsung menyambut kedatangan mereka, yang satu tersenyum manis sedangkan yang satu menunjukkan tampang datar. Si wajah datar bukan membenci Justin, hanya malas melihat kelakuan Justin yang sok dewasa, padahal jika di rumah dia seperti anak kecil. “Wajahmu terlihat menyeramkan. Sebagai wanita dan adik dari pria tampan bernama Justin, kau harus banyak tersenyum.” Justin mengejek Elsa, sekaligus membanggakan dirinya sendiri yang membuat Elsa terlihat seperti ingin muntah. “Kalau begitu, jangan menatapku! Masih banyak pria tampan di luar sana, sungguh menggelikan melihat Kakak bertingkah seperti orang paling tampan di dunia ini. Aku ingin muntah!” dan tentu saja Elsa akan selalu membalas ejekkan Justin. Beginilah jika Justin dan Elsa bertemu, jarang akur, lebih banyak saling ejek, bahkan berdebat. Setiap orang asing yang melihat pasti meragukan fakta bahwa adalah kakak dan adik. Dibanding kakak dan adik, mereka lebih terlihat seperti musuh bebuyutan. “Memang aku mau mau menatapmu? Kau terlalu percaya diri, Nona Elsa Kim. Satu lagi, aku memang tampan, kau saja yang tidak mau mengakui itu, Cerewet!” Justin kembali mengejek Elsa. Rasanya sangat menyenangkan. “Kakak, sudah aku katakan jangan ....” “Sudahlah, lebih baik aku memeluk Lily, daripada bicara denganmu.” Justin memotong ucapan Elsa, lalu memeluk erat Lily. Wajah Justin yang tadi penuh ekspresi kebahagiaan karena bisa mengejek Elsa kini hilang entah ke mana saat memeluk Lilu. Justin menepuk-nepuk punggung Lily dan ekspresi Justin terlihat seperti orang sedih, sebab Justin tahu apa yang terjadi dengan rumah tangga Lily. Sejak awal, Justin sudah menentang pernikahan ini karena David tidak pernah bisa menerima kekurangan Lily, tapi kedua orang tuanya dan Lily justru setuju. “Beritahu aku saat kau merasa tidak sanggup lagi. Kau berhak untuk mencari kebahagiaanmu. Jangan terus mengorbankan dirimu demi kebahagiaan orang lain,” bisik Justin, masih dengan menepuk punggung Lily. Lily mengangguk dalam pelukkan sang kakak, pelukkan Lily juga semakin erat karena sudah lama tidak bertemu dengan sosok kakak laki-laki yang rela melakukan apa saja demi kebahagiaannya. Lily tidak sanggup membayangkan akan seperti apa hidupnya jika tidak memiliki dua kakak yang sangat menyayanginya. Justin bersumpah akan melakukan apapun untuk menghukum David nantinya, ketika Lily memilih untuk menyerah. Untuk sekarang, Justin hanya bisa menunggu apakah David akan berubah dan semua akan berakhir bahagia atau malah semakin menyakiti Lily. Justin harap Lily tidak menyesal karena memilih untuk bertahan lebih lama di sisi David. •••• Kediaman keluarga Kim terasa lebih ramai setelah kedatangan Justin. Baru beberapa menit sampai di rumah, pria berusia 32 tahun itu sudah memunculkan sifat kekanak-kanakannya dengan merengek karena ayahnya dan Andy menghabiskan cheesecake pemberian Lily. Ini bukanlah hl baru apalagi aneh dari seorang Justin Kim, sebab Justin memang memiliki sisi tegas dan pelindung layaknya seorang kakak, juga sisi kekanak-kanakan yang kadang bisa muncul. “Kenapa kalian tega padaku? Ibu, Ayah dan Sekretaris Lee menghabiskan cheesecakeku!” Justin baru saja mengadu pada wanita paruh baya bernama Anna Park yang merupakan ibunya. Aiden Kim yang merupakan ayah Justin, Elsa, dan Lily menghela napas melihat kelakuan Justin. Sedangkan Andy dan Anna menggeleng melihat kelakuan Justin. Sepertinya hanya Justin seorang pemimpin perusahaan yang bertingkah seperti anak berusia 5 tahun jika di rumah. Ketika Justin sibuk memeluk ibunya sembari merengek, Aiden dan Andy sibuk berbincang-bincang, juga Elsa dan Lily yang asik melihat-lihat resep masakkan di internet, seorang pria masuk ke ruang keluarga dan membuat suasana seketika menjadi hening. Yang datang adalah David Cho, suami Lily, menantu keluarga Kim. Melihat kedatangan David membuat sifat kekanak-kanakan Justin seketika hilang dan dalam sekejap Justin sudah berada di hadapan David. Tatapan Justin terlihat dingin hingga terlihat seperti Justin tidak sedang berhadapan dengan adik iparnya, tapi dengan orang asing yang ingin merenggut kebahagiaan salah satu anggota keluarganya. “Langsung saja. Kau ingin menemui siapa?” nada bicara Justin terdengar ketus ketika bertanya pada David. Justin tahu kalau David pernah memiliki hubungan dengan Elsa, maka dari itu Justin bertanya seperti tadi. Elsa sudah benar-benar tidak menaruh perasaan lagi dengan David, setidaknya itu yang Elsa katakan, tapi David jelas-jelas masih mengharapkan Elsa. Kalau saja mulut David sampai mengeluarkan kalimat pembangkit amarah Justin, maka bisa di pastikan ini benar-benar akan berakhir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD