Dandellion

2336 Words
Just like other dandelions Traveling surround you is mystery Nobody wanted to invite hurt In the journey if it comes Forget not poison comes with remedy O Friend make easy stand Close friend will never end Understanding is the sand For you dandelion growing strength White wings make beautiful land It’s been a while but i know One day you will travel far from here In the air we’ll always keep in touch Not much what you asked as it is a must Because my friend, you aren’t like a dust Blown to somewhere then settled in quietness To left and ignored after the passing past Sometimes hello don’t need a bye But now you must fly and chase your dream As friend always be there and understand Without hands to hold or eyes to see and i am glad u know i always there and i always be there == Poem “Dandelion” by Unwritten Soul == “Hei Shi Hui lihatlah,cantik bukan?” Gadis kecil jumpsuit denim itu mengangkat kepalanya dengan beberapa tangkai bunga Dandelion di kedua genggaman tangannya sembari tersenyum riang memamerkan kepada gadis lain yang ada di depannya, matanya berkilat-kilat wajahnya berseri-seri, gadis itu begitu ceria seperti matahari pagi yang bersinar hangat, sembari gadis itu melompat-lompat kegirangan beberapa kelopak bunga dandelion berterbangan. “Shi Hui kau tahu, kalau kita mengucapkan sebuah harapan lalu meniup bunga dandelion ini, maka kuntumnya akan berterbangan dan bisa membawa pesan untuk orang-orang tersayang kita di surga.” Kata gadis kecil itu dengan percaya diri. “Kau mau mencobanya?” katanya sambil mengulurkan tangkai-tangkai dandelion itu ke arahnya. Gadis itu memejamkan matanya seperti sedang mengucap sesuatu ia kemudian meniup tangkai-tangkai dandelion itu dengan hembusan lembut, kolopak-kelopak bunga dandelion berterbangan di bawa angin, gadis itu melompat-lompat kegirangan. **** Shi Hui tersenyum lebar, ia berdiri di antara tangkai-tangkai bunga-bunga dandelion yang tumbuh di pekarangan belakang panti Chenguang, rasa-rasanya kejadian bertahun-tahun lalu itu masih lekat betul di pikirannya, seakan gadis kecil yang sangat menyukai bunga dandelion itu masih berdiri di depannya, Ia segera tersadar kalau semua itu hanya ilusinya semata, ia berada di tengah-tengah taman seorang diri dengan rerumputan dan bunga-bunga yang membentang sekitarnya.. “Shi Hui!!!! ayo kita berangkat.” Suara seruan Li Hua jiejie dari kejauhan seketika membuyarkan lamunannya, Entah sudah berapa menit ia berdiam diri di taman belakang ini, niat hatinya ingin memetik bunga dandelion untuk dibawa ke makam An Na hari ini, tapi setelah beberapa menit belum ada satupun tangkai di tangannya ia malah asik melamun dengan dunianya sendiri. “Lihua Jie!!! tunggu sebentar lagi yaa.” Shi Hui merespon dengan setengah berseru. “Okee! aku tunggu di dalam yaa.” jawab Lihua dari dalam. Shi Hui berjongkok kemudian dengan perlahan memetik tangkai-tangkai bunga dandelion itu bunga bunga itu banyak tumbuh liar di sepanjang pekarangan belakang panti Chenguang melompat dari satu titik ke titik lain seperti seekor katak, tidak mudah memetik bunga-bunga itu ia harus ekstra hati-hati agar kelopak-kelopak itu tidak terlepas dari tangkainya. “Jiejie, kau sedang apa?” Seorang gadis kecil berusia tujuh tahun berdiri di belakangnya menatap Shi Hui dengan keheranan, gadis itu bernama A Lin, gadis kecil yang sudah menempati panti ini selama dua tahun terakhir, meski SHi Hui baru beberapa hari berada di panti asuhan ini tetapi gadis kecil itu nampak sangat menyukainya. “Eh, A Lin, aku sedang memetik bunga-bunga dandelion.” “Kau seperti kak Anna saja, dia juga sangat suka memetik bunga dandelion.” Mendengar nama itu disebut Shi Hui, terdiam sejenak “Wah benarkah?” “Iyaa, Kak Anna suka sekali Dandellion katanya bunga Dandelion bisa membawakan pesan untuk orang tua kita di syurga, dia sering berkata begitu.” Jawab gadis kecil itu dengan wajah polosnya. Shi Hui mendengarkannya sembari tersenyum, berawal dari An Na sepertinya kisah Dandelion ini sudah menjadi legenda di panti asuhan ini. “Jie, kau ingin mengirim pesan ke sesorang juga kah?” “yupp” Shi Hui mengangguk sembari tersenyum ramah. Selanjutnya dua orang itu berjongkok melompat kesana kemari memetik bunga dandelion, tidak sampai setengah jam tangan mereka sudah penuh dengan tangkai-tangkai bunga. Setelah dirasa cukup Shi Hui menutup bagian atas kepala bunga-bunga dandelion dengan sebuah plastik bening yang sudah ia siapkan di dalam kantongnya, agar putik-putiknya tak mudah berterbangan ia akan membawa dandelio-dandelion itu ke makam An Na, tak lucu rasanya jika saat sampai di sana yang tersisa hanya tangkainya saja, Setelah beres kemudian ia segera berbalik kembali ke panti menemui Li Hua Jie jie yang sudah menunggunya. Hari ini seperti yang dijanjikan sebelumnya, Li Hua Jie jie akan menemani Shi Hui ke tempat peristirahatan terakhir An Na. Sudah dua hari ini Shi Hui benar-benar melampiaskan rasa kekecewaan dan kesedihannya, hingga pada akhirnya ia sadar bahwa dirinya tak boleh terus berlarut-larut dalam kesedihan, jalan yang membentang di hadapannya masih sangatlah panjang, perlahan ia mulai menenangkan dirinya menyusun ulang mengenai apa yang akan ia lakukan kedepannya, Ia berusaha keras untuk melanjutkan kehidupannya kembali. *** “Shi Hui Jie, kau mau kemana? ayo kita bermain.” Kata seorang bocah kecil begitu melihat Shi Hui hendak berjalan keluar gerbang. “Jiejie mau pergi sebentar, kau bermain dulu dengan yang yang lain yah.” “Ummh.” Gadis kecil itu mengangguk dengan segera dan kemudian berbalik untuk bermain bersama teman-temannya. Shi Hui tersenyum, betapa menyenangkannya saat-saat itu, ketika ia bisa bermain dengan lepas tanpa harus memikirkan banyak hal. “Shi Hui, kau sudah siap?” “Yupp, ayo kita berangkat jie.” Dua perempuan yang sudah nampak benar-benar seperti adik kakak itu berjalan bersisian menuju ke makam An Na, Letak makam An Na bisa dibilang cukup dekat hanya sekitar tujuh ratus meter dari gerbang depan panti asuhan Chenguang. Shi Hui berjalan perlahan membawa seikat bunga yang baru saja ia petik barusan, kepala-kepala dandelion itu sudah terbungkus rapi. Melihat Shi Hui berjalan dengan sangat berhati-hati sambil membawa tangkai-tangkai dandelion itu, sebentar-sebentar ia berhenti untuk membetulkan posisi penutup plastik yang goyah tertiup angin, Li Hua yang sedari tadi mengamati Shi Hui akhirnya tak bisa menahan diri untuk tak bertanya. “Shi Hui apa yang mau kau lakukan dengan bunga-bunga itu.” Tanyanya kepada Shi Hui yang sedari dari tertinggal di belakang saking berhati-hatinya ia membawa bunga-bunga itu, Li Hua Jiejie samapai geleng-geleng kepala di buatnya. “Bunga-bunga ini yang akan membawa pesan untuk An Na.” Katanya dengan enteng. Li Hua Jie Jie tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala,” jadi sekarang kau percaya dengan cerita itu, bahwa bunga dandelion bisa membawa pesan ke surga untuk orang yang kita kasihi, hmmmm seingatku dulu kau paling kesal kalau An Na mengulang-uang kisah itu, dan menyebutnya dongeng tak masuk akal.” “He he he.” Shi Hui meringis sambil memainkan rambut panjangnya, “yang jelas An na sangat menyukai bunga ini, siapa tau cerita itu memang benar he he he. “Jie An na bilang dia mendengarnya darimu, sekarang biarkan aku bertanya padamu dari mana kau mendengar legenda itu, cerita itu apa kau yang mengarangnya?” “Mana mungkin aku yang mengarangnya, aku tak seberbakat itu, aku mendengar cerita ini dari kakekku saat aku masih kecil.” Setelah melewati jalan utama mereka membelok ke arah sebuah gang, setelah berjalan sedikit menanjak beberapa meter akhirnya terlihatlah sebuah lahan pemakaman dengan ukuran cukup besar dengan sebuah gerbang yang berdiri kokoh di bagian pintu masuk. Tak sampai setengah jam mereka sudah sampai di area pemakan tempat peristirahatan Shi hui yang terakhir. Pemakaman Heping, pemakaman dengan luas lebih dari satu hektar itu membentang di depan mata, rumput, rumput hijau tumbuh dengan rapi di sepanjang area makam, bangunan-bangunan makam khas tionghoa, Letak makam An Na terletak di sisi sebelah kanan pemakaman tak jauh dari pintu gerbang, dengan sedikit mencari-cari Shi Hui bisa segera menemukan letaknya. Shi Hui berdiri di depan makam itu sendirian, Li Hua jie jie sengaja tak mengantar hingga di dalam, ia sengaja ingin memberikan waktu berdua bagi dua sahabat itu. setelah bertahun tahun tak bertemu akhirnya kini mereka bisa bertemu kembali. Sore itu suasana makam tak terlalu ramai, hanya beberapa orang saja yang nampak di sekitar makam, menjadikan suasana benar-benar sepi dan tenang. Shi Hui berdiri terpaku selama beberapa saat, masih teringat betapa bersemangat ia saat akan kembali ke kota ini, memberikan kejutan, tapi pada akhirnya justu ia yang mendapat ‘kejutan’ yang tak akan terlupakan seumur hidupnya. “Hei An Na, apa kabar. Lihatlah aku sudah kembali ke sini, kau pasti terkejut bukan, he he he aku memang sengaja tidak memberitahumu untuk memberimu kejutan.”Katanya sembari tersenyum, menyapa sahabat yang sudah tak ia jumpai selama belasan tahun. “Rencananya setelah sampai di sini, aku akan berangkat ke Beishan untuk menemuimu disana, tapi siapa sangka lagi-lagi kita bertemu di Xianhu.” “……” “An Na... Pasti sekarang kau sudah bertemu dengan mamamu di surga bukan? kau pasti sangat bahagia di sana, akhirnya kau bisa melihat wajahnya, kau sudah tak perlu meniup dandelion-dandelion lagi untuk menyampaikan pesan untuk mamamu, kau bisa menyampaikannya langsung padanya. jangan lupa ya sampaikan salamku untuk papa dan mamaku di sana.” “Hei Lihatlah, aku membawa banyak dandelion kesukaanmu, kau tahu, Lihua jie sampai terheran-heran aku membawa-bawa dandellion itu, katanya dulu aku paling kesal kalau kau mengulang-uang kisah itu, dan menyebutnya dongeng tak masuk akal. he he he aku termakan omonganku sendiri.” Shi Hui meniup tangkai bunga dandelion yang ada di genggamannya, kuntum-kuntum dandelion yang berwarna putih berterbangan ke segala penjuru arah terbawa oleh angin yang bertiup lembut sore itu, Terlepas itu adalah sebuah dongeng ataupun bukan Shi hui berharap pesannya bisa tersampaikan pada sahabatnya. “An Na….”Kali ini suaranya mulai terdengar serak nyaris seperti sesenggukan, sedari tadi ia sudah berusaha menahan dirinya untuk tak bersedih apalagi menangis tapi nyatanya dirinya tak bisa menahan hingga akhir. “orang-orang bilang kau meninggal karena bunuh diri. tapi tak ada satupun yang bisa menjawab alasan mengapa kau melakukan hal itu, aku tak tahu harus mempercayainya atau tidak. An Na...maafkan aku karena tak hadir barangkali disaat kau benar-benar membutuhkan kawan di sampingmu.” Shi Hui nyaris terisak lagi, suaranya bergetar, namun ia buru-buru mengusap air mata yang belum sempat mengalir dan tersenyum kembali mencoba tegar. “An Na tenang, aku di sini baik-baik saja, jadi kalian jangan mengkhawatirkanku, kalian juga harus beristirahat dengan tenang di sana ya, impian kita menjadi wartawan hebat di beishan aku akan tetap memperjuangkannya, aku akan tetap berjuang dan hidup dengan baik.” ***** Matahari sudah semakin tenggelam saat SHi Hui beranjak meninggalkan area pemakaman, hari ini ia telah banyak bercerita mengenai hari-harinya beberapa hari terakhir, dulu saat Shi Hui masih di Sydney dan Shi Hui di beishan mereka sering menelepon satu selama berjam-jam bercerita banyak hal mulai dari A sampai Z, rasanya Shi Hui sudah lebih lega setelah bercerita dengan AnNa, menumpahkan segala uneg-uneg, kesedihan, kekecewaan dan kebingungannya, rasanya ia seperti mendapat energi baru untuk melanjutkan hidup. ***** Sepulang dari makam Shi Hui menemui Bibi Wang, kali ini di dalam hatinya Shi Hui sudah bertekad kalau ia tak akan terus-terusan terpuruk, sepanjang perjalanan tadi ia telah menyusun rencana mengenai apa yang ingin ia lakukan ke depannya, ia menceritakan segala rencana itu pada Li Hua dan seperti biasa wanita itu sangat mendukung keputusannya. Sesampainya di Chenguang Shi Hui langsung menuju ke tempat tinggal Bibi Wang yang terletak di ujung sayap kiri panti asuhan Chenguang. “A yi….” Shi Hui memanggil lirih wanita yang sedang duduk di teras, wanita itu sedang sibuk merajut sebuah syal berwarna merah muda saat gadis itu tau-tau memanggilnya dari belakang , “Hui Er, kemarilah nak.” An Na segera mendekat dan menggelayut manja di punggung wanita itu. “Bagaimana kau sudah pergi mengunjungi makam An Na?” “Iya A yi, ini aku baru saja kembali bersama Lihua Jie.” “Baguslah kalau begitu, oh ya nanti pergilah ke dapur aku membuatkan Tangyuan kesukaanmu, makanlah untuk menghangatkan badan.” “Terima kasih A yi kau memang paling mengerti kesukaanku he he he, kau tahu selama aku di Sydney salah satu hal yang paling kurindukan adalah masakan buatanmu.” “Ha ha ha sekarang kau sudah kembali, kau bisa memakannya kapanpun kau mau.” “A yi, pekan depan aku akan berangkat ke Beishan.” “Beishan??” Bibi Wang terdiam sesaat kemudian meletakkan rajutannya yang belum selesai di atas meja, ia kemudian berbalik dan menatap Shi Hui dengan wajah serius. Menebak apa yang ada didalam pikiran Bibi Wang An Na buru-buru menimpali, “Tenang A yi aku bukan kesana untuk melakukan hal yang aneh-aneh, sejak awal aku memang berencana untuk bekerja di sana untuk mengejar karirku.” “Kau akan baik-baik saja di sana?” Shi Hui mengangguk dengan yakin. “Tentu saja A yi, kau ingatkan aku bisa bertahan selama bertahun-tahun seorang sendiri di Sydney, jadi Beishan bukanlah masalah besar bagiku.” Kata Shi Hui berusaha meyakinkan Bibi Wang. Kekhawatiran Bibi Wang bukan tanpa alasan, Ia masih ingat terus saat An Na berpamitan padanya untuk merantau Ke Beishan dan pada akhirnya semuanya berakhir dengan tragedi, Gadis itu nyatanya tak pernah benar-benar kembali pada akhirnya, ada rasa khawatir yang tak terungkapkan kini setelah Shi hui mengatakan ingin pergi ke Beishan, mengapa harus Beishan? “Ayi kau jangan khawatir aku memilih Beishan bukan karena alasan lain kok, melainkan beishan adalah kota besar yang sangat menjanjikan untuk perkembangan karirku sebagai wartawan.” “Baiklah kalau itu memang keputusanmu, tapi ingat satu hal, apapun yang terjadi Chenguang ini adalah rumahmu, kami semua adalah keluargamu jangan pernah merasa sendirian, pintu tempat ini akan selalu terbuka kapanpun kau merasa lelah ingin pulang,” Bibi Wang berkata dengan nada lembut sembari mengusap rambut Shi Hui, ada kehangatan dalam setiap perkataannya. “Tenang A Yi kapanpun aku di ganggu orang jahat aku akan melaporkan padamu detik itu juga agar mereka mendapat pelajaran he he he.” jawab Shi Hui dengan bersemangat. Wanita tua itu tertawa terkekeh-kekeh mendengar perkataan gadis di depannya.”Kalau ada yang mengganggumu aku akan memberinya pelajaran hingga ia berlari terbirit-birit.” Timpal Bibi Wang sembari mengepalkan tangannya kuat-kuat. “Mmh! terima kasih A yi” Jawab Shi Hui sambari mengangguk dan kemudian memeluk wanita paruh baya itu erat-erat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD