Kehidupan Kedua Istri Yang Tertindas (4)

1138 Words
Hari-hari yang dilalui Namera beberapa hari ini cukup melelahkan, karena antara Namera dan Aril tetaplah berseteru. Seperti pagi ini ketika berada di meja makan. “Ingat, sebentar lagi semua telah berakhir. Aku harap kamu bisa secepatnya pergi dari sini,” ucap Aril dengan tegas. “Jika boleh, aku ingin pergi sekarang juga.” Jawab Namera dengan enteng. “Enak saja kau ingin pergi begitu saja,” sahut Mely menatap tajam ke arah Namera. “Bukankah ini yang kalian mau? Tetapi kenapa ketika aku ingin keluar dari sini justru ditahan?” Namera menatap satu per-satu dua orang yang tengah duduk bersanding, meminta sebuah jawaban agar semua jelas dengan yang terjadi, agar tidak menjadikannya rumit seperti sekarang. “Itu karena aku belum mendapat apa yang aku mau.” Jawab Aril tampak jelas jika Namera adalah alat untuk mendapatkan sesuatu. “Jika aku tidak menurutinya maka apa yang terjadi?” tanya Namera dengan melebarkan kedua tangannya, seulas senyuman tersungging manis sehingga membuat Aril tidak berkedip. Memang ia akui jika setelah tidak sadarkan diri, aura Namera semakin terlihat. “Apa ada yang salah? Sehingga kamu menatapku seperti itu atau ... kamu mulai jatuh cinta padaku,” ujar Namera dengan gamblang. Melirik ke arah Mely dengan seulas senyuman liciknya. “Tutup mulutmu! Sampai kapan pun, Aril tidak akan jatuh cinta pada wanita udik dan cul*n sepertimu,” ucap Mely, karena merasa tidak terima dengan perkataan Namera barusan. “Setelah semua aset telah jatuh di tanganku, saat itu juga aku akan menceraikan kamu.” Namera bukannya sedih, justru wanita itu tertawa karena betapa bod*hnya pemilik tubuh itu sudah bertahan dengan orang-orang br*ngsek seperti mereka. “Kamu tahu, menikahimu adalah sebuah kesialan bagiku. Aku berharap dimasa mendatang karma akan mengikutimu.” Namera berdiri meninggalkan meja makan. Rasa lapar yang semula datang, kini sudah tak ada lagi dan yang tertinggal hanyalah rasa muak. “Apa kamu menyumpahiku? Aku berharap hari itu datang karena wanita lemah, culun, serta tidak bisa lepas dari ketiakku. Tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpa aku,” ucap Aril yang tak pernah takut pada sumpah serapah yang diberikan oleh Namera. Namera yang mendengar Aril bicara langsung menghentikan langkahnya, tetapi itu hanya sesaat dan pada akhirnya Namera melanjutkan langkahnya lagi. “Sial,” umpat Aril di dalam hatinya. “Ril ....” “Aku baik-baik saja.” Balas Aril pada Mely. “Ya sudah, lanjutkan makannya karena aku ingin mengambil sesuatu di dapur.” Aril hanya mengangguk karena masih dibayangi oleh kata-kata dari mulut Sharen. Ariel pun tidak tahu juga harus berasumsi seperti apa, karena perubahan dari Namera membuatnya tidak mengerti. Begitu cepat, seolah istri yang pernah ia tindas kini tidak ada lagi dan yang ada di tubuh istrinya terlihat asing. Entah mukjizat apa didapatnya setelah bangun dari koma waktu itu. Plakkk. Di dapur inilah kesempatan bagi Mely untuk memberi pelajaran untuk Namera. “Kenapa kau menamparku?” dengan bingung Namera mempertanyakan. “Itu karena kau pantas mendapatkannya, ingat! Aku tidak akan berhenti memberi pelajaran untuk wanita culun sepertimu,” ucap Mely dengan sangat keras memegang dagu Namera. “Lepaskn aku!” pinta Namera karena kali ini ia merasa sedikit kesakitan. “Ingat, bahwa di rumah ini hanya aku satu-satunya ratu meski kau adalah kesayangan dari orang tua dari Aril, aku juga yang akan membuatmu secepatnya meninggalkan rumah ini.” Shattt. Auh. Suara pekikan dari Mely, membuat Namera tersenyum puas karena wanita itu dengan mudahnya dikalahkan. “Ingat, jangan pernah bermain-main denganku, atau tidak ingin satu lenganmu akan patah.” “Lepaskan aku!” ucap Mely dengan wajah penuh kebencian. “Bukan aku yang memulai, jadi jangan bangunkan singa yang tengah tertidur pulas.” Tepat, ketika Mely berada di tangan Namera, tanpa sengaja Aril melihat kejadian tersebut dan hal itu membuat Mely menemukan jalan untuk memfitnah wanita yang sangat ia benci. “Sayang, tolong aku! Wanita ini sepertinya perlu di bawa ke rumah sakit jiwa karena telah menyakitiku,” ucap Mely yang tengah memainkan sebuah drama lantas meminta pertolongan. Plakkkkkk. “Lepaskan Mely atau aku akan benar-benar membawamu ke sana!” ujar Ariel sedikit bernada ancaman. “Apa kalian pikir aku gila? Sepertinya yang gila kalian berdualah,” sahut Namera yang masih mempertahankan mangsanya meski dirinya tengah menahan sakit akibat tamparan tersebut. “Lihatlah Ril, bagaimana kelakuan istrimu yang semakin menjadi.” “DIAMMM!” bentak Namera karena Mely terus bicara omong kosong. “Lepaskan dia atau aku aku—,” ”Akan apa, seharusnya di sini aku yang membawa kalian ke rumah sakit jiwa, bukan hanya tubuh sakit, tetapi otak kalian perlu diperbaiki juga!” ucap Namera menyerang balik kata-kata Aril dengan berani tanpa punya rasa takut sedikitpun. Srakkkkkk. Ugh. Namera ditarik paksa oleh Aril, sehingga Mely bisa lolos dan segera bersembunyi dibalik punggung sang suaminya. “Lepaskan atau aku tidak akan segan-segan membawamu ke {RSJ} cam, ‘kan itu.” Setelah memarahi Namera, kini Aril dan Mely pergi meninggalkannya, dengan tatapan layaknya seekor singa sedang kelaparan, Namera menggenggam erat kedua tangannya hingga berbentuk sebuah kepalan. “Ingatlah kalian, jika aku akan membuat menyesal di hari berikutnya.” Sebuah kalimat yang akan dinanti-nanti oleh Namera karena ia berharap jika hari itu akan segera tiba. Sedangkan di tempat lain, bibi Nam tengah mencari Namera karena siang ini ada pertemuan di rumah sakit, tetapi bibi mencari di kamarnya tidak ada. Hingga wanita tua itu melihat Namera berada di dapur dengan keadaan yang sedang tidak baik-baik saja. “Non, apa Non baik-baik saja?” tanya bibi dengan langkah tergesa-gesa agar bisa segera melihat majikannya. “Non, pipi Non kenapa?” ulangnya lagi karena melihat jika pipi Namera meninggalkan bekas tamparan yang dilakukan oleh Aril ketika membela Mely. “Tidak ada apa-apa, Bik. Semuanya berjalan dengan lancar, jadi tidak perlu khawatir.” Jawab Namera karena tidak ingin membahas soal lelaki itu lagi. “Non, tapi pipi Nona memar dan biarkan bibi mengobatinya.” “Lakukan yang bibi mau,” ucap Namera karena jika harus berdebat dengan bibi Nam, pada akhirnya akan berujung kekalahan. Setelah Namera berada di dalam kamar, bibi datang dengan membawakannya obat untuk luka memar yang ada di pipi nona mudanya itu. Namun, bibi juga perlu membahasnya agar luka hati pada Nsmera tidak semakin bertambah. “Apa ini nona Mely yang melakukannya?” tanya bibi sembari mengoleskan salep pada bagian yang luka. Namera mengangguk sebelum menjawab tentang kebenaran. “Aril menambahkan lagi, jadi itu mengapa bisa sampai meninggalkan bekas.” Jawab Namera dengan sesekali mendesis karena menahan sakit. “Mereka begitu sangat keterlaluan, haruskah aku melapor pada nyonya besar? Agar semua berakhir.” “Bi, apa yang bibi katakan?” tanya Namera karena sempat mendengar jika bibi sedang berbicara meski ada beberapa yang tak bisa Namera dengar. “Tidak ada, Nona. Bibi hanya ingin tuan menyadari jika Anda juga istrinya dan tidak harus terus menerus menyiksa hati dan tubuh Nona,” ujar bibi karena merasa tidak tahan dengan perilaku dari tuan mudanya pada Namera.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD