Kehidupan Kedua Istri Yang Tertindas (3)

1092 Words
Keesokan paginya, semua keadaan baik-baik saja. Teruntuk Namera juga, lukanya semakin membaik dan hari ini sudah diperbolehkan pulang, karena menurut pemeriksaan semua bagus, kecuali luka pada tubuhnya saat ini dengan sedikit meninggalkan memar. “Anda sudah diperbolehkan pulang, tetapi dalam tiga hari ke depan, mohon untuk datang karena luka Anda perlu diperiksa lagi. “Saya mengerti.” Namera pun mengangguk mengerti ketika suster memberitahunya untuk kembali datang. “Kalau begitu saya pamit,” ucap suster pada Namera setelah memberitahu tentang berita kepulangannya. Sekarang suster sudah keluar, bagi Mely saat ini adalah kesempatan untuk memberi ancaman pada Namera, karena dengan begitu ia dapat kembali menindasnya. “Setelah kau pulang, aku berharap jika hari yang akan datang kau tidak akan membuat masalah lagi.” Dengan angkuhnya Mely bicara dan Namera yang mendengar hanya bisa tersenyum tipis, seolah menantangnya bahwa ia tidak pernah takut dengan wanita yang ada di sampingnya saat ini. “Aku berharap juga jika kamu berhenti mengoceh karena aku ingin tidur. Lantas untuk kalian pergilah dan jangan ganggu aku,” ucap Namera dengan memberi kode agar dirinya terlihat sangat lelah. “Kau hanya pura-pura agar tidak berhadapan dengan kami, ‘kan?” tanya Mely dengan suara penuh penekanan. “Jika kalian tidak keluar, maka dengan terpaksa aku harus memanggil orang untuk membawa kau dan kau pergi dari sini atau aku—.” bentak Namera karena tidak tahan dengan dua manusia tidak punya malu tersebut. “Ingat Mer, semua ini belum selesai dan kamu harus tahu itu!” Kini Aril mulai angkat bicara karena hal itu diperlukan dengan cepat memotong kalimat Namera barusan. “Maka aku akan menunggu hari itu.” Balas Namera, rasa takut yang semula datang, kini sudah tidak ditakuti lagi. Bahkan ia tidak mengerti tentang kesalahan apa yang dilakukannya. Sampai-sampai lelaki dengan nama Aril begitu sangat tidak menyukainya. Keesokan paginya. Benar saja jika Namera sudah pulang dan saat ini sudah berada di dalam kamar ditemani oleh bibi. “Nona, lebih baik Nona istirahat karena hari masih panjang. Saya tidak ingin Nona capek,” ucap bibi dan terlihat raut wajah khawatirnya tengah menghiasi. “Bi, dari kemarin aku sudah cukup untuk istirahat, haruskah aku tidur lagi?” meski sedikit bodoh dengan kalimat tersebut, tetapi Namera perlu mempertanyakannya. “Bukan maksud saya untuk hal itu Nona, tetapi Nona juga harus tahu bahwa di rumah seperti apa.” Jawab bibi dengan mere*mas pinggiran dari bajunya. “Bibi tenang saja, saat ini aku jauh lebih baik untuk menghadapi mereka berdua.” Dengan senyuman licik, Namera berkata. Bibi pun tersenyum melihat nona mudanya yang penuh dengan percaya diri. Entah keajaiban darimana yang didapat oleh wanita tersebut. Namun, yang bibi Nam tahu jika setelah bangun dari koma, Namera adalah perempuan yang berbeda. “Bi, apa Bibi begitu terpesona dengan kecantikanku, sehingga terus menatapku seperti itu.” Ucapan Namera seketika membuat bibi Nam salah tingkah karena merasa tidak enak terus menatap majikannya terus menerus. “Maaf, Nona.” Namera pun tersenyum melihat seorang ibu yang begitu baik padanya, meski diantara dirinya. Mereka tidak ada hubugan darah dan ikatan itu terjalin lewat pembantu dan majikan. Malam telah larut dan saat ini, Namera merasa kerongkongannya membutuhkan minuman dan di meja tidak air utuk diminum. “Baiklah, sepertinya aku harus turun untuk mengambilnya.” Namera bergumam sembari menatap gelas tersebut, lalu membawanya ke dapur. Tepat, ketika Namera menuruni anak tangga. Suara bising begitu menyakiti telinganya yang bagus itu ... bukan. Tepatnya mengotori karena suara itu baru pertama kalinya didengar olehnya. “Ohooo ... apa mereka tidak tahu malu, sehingga begitu berisik. Dasar orang-orang gi*la!” umpat Namera dengan perasaan jijik ketika suara seorang wanita layaknya anjing yang sedang kelaparan. Setelah mendapatkan air, Namera pun bergegas untuk naik, tetapi siapa sangka jika di atas sudah mendapatkan Aril yang kini tengah bersandar di daun pintu milik Namera, dengan tatapan bingung. Berharap jika Aril menjelaskan apa yang dimau. “Harusnya kamu tahu kedatanganku ke sini untuk apa?” Seketika Namera merinding dibuatnya dan segera menghindar dari serigala buas tersebut. “Jika kamu tidak pergi dari hadapanku, maka bersiaplah menerima tendanganku!” Dengan tatapan sinis, serta aura kebencian yang ia perlihatkan. Semakin membuat Aril penasaran dengan sikap istri culunnya itu. “Bukankah ini yang kamu mau cul*n, lantas kenapa kamu berubah pikiran, hem?” “Pergi dari sini atau—.” “Atau apa?” sahut Aril dengan kedua mata terbuka lebar, wajahnya berubah menjadi dingin. “Ingat, jika dulu tidak ada obat perangsang. Aku tidak sudi untuk menidurimu! Dan ingat, kamu hanya pengganggu dalam hidupku, tetapi kali ini kesempatan tidak akan datang dua kali, jadi bagaimana?” Dengan gaya penuh keyakinan Aril berkata bahwa ia tahu jika Namera sejak dulu menginginkan sebuah kehangatan. “Maaf, tapi aku tidak berselera melihat bentuk tubuhmu untuk sekarang, jadi pergilah.” “Satu lagi, jika kamu menginginkan tubuhku. Perbesar dulu otot-ototmu biar terlihat maco,” ucap Namera yang sengaja menghina Ariel dengan kata-kata penuh kegilaan tidak lupa senyum penuh kepuasan menghiasi wajahnya. “Kamu—.” “Turunkan tanganmu!” titah Namera. “Pergi sekarang juga, atau aku benar-benar menendangmu.” Sekali lagi Namera memperingatinya. Aril yang semula berniat keluar untuk menggoda, tetapi dirinya jugalah yang kepanasan bagai cacing, sehingga membuat lelaki itu pun pergi dengan hati yang dangkal. “Dulu wanita cul*n itu tidak ingin lepas dariku, lantas sekarang semua berbeda. Sungguh tidak masuk akal,” gumam Aril dalam hati karena setelah Namera bangun, semua terlihat begitu aneh. Sesampainya Namera di dalam kamar, ia tertawa puas karena membuat Aril tidak bisa berkata-kata dan kalah telak olehnya. Hari ini Sharen cukup puas karena bisa mengalahkan seekor gajah, gajah besar tetapi begitu sangat b*doh. Sedangkan untuk Mely sendiri, menatap aneh ke arah sang suami. Ia begitu heran karena Aril masuk dengan wajah lesu sehingga harus mempertanyakannya. “Apa yang salah? Jangan bilang kalau kamu datang menemui si cul*n itu,” ujar Mely. “Sudahlah, kita sebaiknya tidur.” Lelah jika Aril harus berdebat di tengah malam, ia berusaha untuk menghindar dan dengan perlahan akan mencaritahu apa yang sebenarnya terjadi dengan istri cul*nnya itu. “Kenapa aku seolah dikendalikan ? Bukan, ini bukan aku, karena sampai kapan pun seorang Aril tidak mudah mundur hanya karan orang seperti wanita sia*lan itu.” Aril pun dibuat g*la dan terus memikirkan tentang perubahan Namera yang begitu sangat cepat. Dari yang culun, berubah cantik, dari yang lemah kini dia adalah wanita kuat tanpa adanya air mata lagi. Tanpa mengeluh jika dirinya adalah wanita tak berguna, meski begitu cinta yang ia miliki pada Aril tidak akan membuatnya menyerah untuk mendapatkan hatinya. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu, wanita jadi-jadian."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD