Kehidupan Kedua Istri Yang Tertindas (5)

1007 Words
Tidak begitu lama, Namera pun kini sudah berada di rumah dan juga, telah disambut oleh seekor serigala yang kini berdiri diambang pintu dengan tatapan penuh kebencian terhadapnya. “Dari mana kamu?” tanya seseorang secara tiba-tiba. “Apa aku harus mengatakannya tentang tujuanku,” sahut Namera pada Aril dengan wajah tidak peduli. “Sepertinya kamu terlalu senang untuk bermain-main, makanya sampai lupa sekarang berada di mana.” Ucapan Aril seketika membuat Namera tersenyum tipis, tidak peduli pada ocean lelaki tersebut. “Apa sebelumnya kamu juga menganggap aku seperti anak kucing yang suka bermain-main,” ujar Namera sambil mengerutkan keningnya tatapannya pada lelaki tersebut menginginkan lebih, bukan, bukan soal apa, tetapi Namera ingin sekali menyumpal mulutnya. “Ingat untuk tahu batasan, karena kamu tidak lebih dari seorang wanita penj*lat.” Plakkkkkk. Sebuah tamparan mendarat sempurna hingga seorang lelaki itu merasa kesakitan, karena sekarang Namera bukanlah sosok dulu yang lemah lembut, bahkan bisa dikatakan seorang perempuan bod*h. Tangan yang sedari tadi ia tahan kini akhirnya bisa menyentuh pipi lelaki tersebut. “Rupanya wanita lemah Sepertimu bisa menyakiti kulitku,” ujar Aril dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan, mengusap kasar pipinya akibat tamparan dari Namera. Tersenyum karena merasa kalah hanya dengan seorang wanita yang dianggapnya lemah. “Bahkan aku bisa melakukan lebih dari ini,” jawab Namera penuh penekanan. “Lihat saja dirimu yang sekarang, bahkan kamu tidak bisa lari dari ketiakku.” Dengan senyuman mengejek Aril berkata. “Jika kamu tidak mengizinkan aku keluar, maka bisa dipastikan kalau aku akan terus berada dibawa Kungkunganmu!” tekan Namera sekali lagi. “Jadi, apa yang kamu mau?” tanya Aril dengan mengedarkan pandangan pada wajah Namera hingga lelaki itu baru menyadari jika seorang yang cantik itu adalah istri tidak diinginkannya saat ini. “Maka aku akan bekerja dan jangan ikut campur dengan hidupku, karena aku juga tidak pernah ikut campur dalam urusanmu.” Tunjuk Namera pada lelaki yang kini tengah berdiri, tidak lupa satu tangannya berada di saku celana. Sesaat Aril termenung memikirkan kata-kata Namera karena mustahil jika dirinya setuju dengan permintaan dari wanita tersebut. “Sampai kapan pun tidak akan pernah terjadi karena kamu adalah budakku.” Tegas Aril. Plaakkkkkk. Satu tamparan lagi mendarat hingga Aril benar-benar merasakan perih. Jika dulu Namera yang disiksa, tetapi sekarang keadaan berbalik begitu saja. “Lancang sekali—.” “Tutup mulutmu, karena aku muak melihatmu!” ucap Namera dengan hati yang mana sudah terbakar emosi. “Lihat, apa yang akan aku lakukan padamu nanti, wanita bod*h.” Aril mengusap pipinya yang terasa panas, mulutnya terus mengatakan kata-kata umpatan dan saat ini lelaki tersebut sudah mempunyai rencana untuk Namera nanti. Sedangkan Namera yang sudah berada di dalam kamar, dengan satu kali helaan napas. Ia pun naik ke atas tempat tidur dan segera membuka buku tersebut. Hingga matanya tidak lagi mampu untuk terus membaca dan hilang dalam buaian mimpi di alam bawa sadar. Sesaat kemudian. “Tolong ... tolong pergi, tolong jangan ganggu aku!” teriak Namera histeris, yang mana seharusnya menjadi hari yang indah, tetapi justru sekarang mendapatkan mimpi buruk. “Pergi ... jangan ganggu aku,” ucapnya lagi tanpa sadar karena masih terbawa akan mimpi, lalu tidak berapa lama kemudian, bibi Nam yang panik pun segera datang untuk melihat keadaan nona mudanya tersebut. “Nona, bangun, Nona!” Bi Nam berusaha untuk membangunkan Namera, tetapi sayangnya wanita itu tidak juga bangun. “Nona ... sadar!” Untuk kedua kalinya bibi Nam membangunkan majikannya dan saat ini wanita itu pun sudah terbangun dengan napas tersengal. “Bi ... aku ... aku—,” “Nona tenang dulu dan lebih baik sekarang minum agar Nona tidak gemetar,” ucap bibi Nam dan ia pun langsung memberikan gelas tersebut pada Namera. “Sudah lebih baik?” tanya bibi Nam. “Sudah, Bi.” Jawab Namera dengan suara parau. “Jika sudah tenang dan berkenan, Nona bisa memberitahu bibi.” Bi Nam pun memegang lengan Namera dengan lembut ia mengusapnya. “Tidak Bi, tidak ada. Mungkin karena aku kelelahan dan maka dari itu mimpi buruk di siang bolong,” ujar Namera berusaha untuk menutupi apa yang terjadi dengan tidurnya saat saat ini. Bibi pun yang mendengar merasa lega, dirasa keadaan Namera sudah cukup membaik. Bibi pun lekas pergi untuk melanjutkan pekerjaannya di dapur. “Bi, ada apa?” tanya Namera ketika bibi sedang berjalan, tetapi wanita tua itu pun kembali berbalik. ”Anak bibi nanti ke sini, jika butuh teman. Nona bisa memintanya untuk menemani,” ujar bibi dan setelah itu bibi Nam pun kembali berjalan untuk keluar dari kamar. Huffffff. Namera pun menghela napas dalam-dalam karena mimpinya begitu sangat mengerikan. “Siapa wanita itu? Kenapa terus datang melalui mimpiku,” gumam Namera yang kini sedang bertanya-dalam, tetapi dalam beberapa hari ini, dirinya belum juga menemukan jawaban. “Tunggu ....” Namera pun segera berdiri dan menuju kearah cermin, karena yang ia dengar sewaktu di alam mimpi. Wanita itu pun menyuruhnya untuk bercermin agar tahu siapa Namera yang sebenarnya. Setelahnya. “Kenapa aku baru sadar jika tubuhku ini sedikit pendek? Lantas wajah ini kenapa juga bisa jadi begini?” di depan cermin, Namera pun dibuat bertanya-tanya dan sungguh semuanya telah menjadikannya pusing. “Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi dengan diriku ini.” Namera mengusap pelipisnya, rasa pening tiba-tiba muncul begitu saja hingga tak tertahankan, sampai pada akhirnya. “Nona!” Teriak histeris anak dari bi Nam, yang mana ingin memberikan segelas jus. Akan tetapi melihat Namera terjatuh tidak sadarkan diri. “Tolong ... Nona pingsan!” teriak anak bi Nam lagi karena tidak mungkin mengangkatnya. Pukul tujuh malam, di rumah sakit. Meski Aril sudah dihubungi tetapi dengan sengaja mengabaikannya, karena tidak mau tahu dengan hidup Namera, bahkan jika wanita itu mati sekalipun. Untuk saat ini, hanya ada bibi Nam dan anaknya yang setia menunggu majikannya siuman. Lantas tiba-tiba saja dokter datang menghampiri untuk mengecek keadaannya. “Lalu, bagaimana?” tanya dokter karena ia baru tahu karena mendapatkan sif malam. “Belum, Dok.” Jawab bibi Nam. “Lantas di mana suaminya?" Sontak saja, pertanyaan tersebut mengundang kekhawatiran karena tidak ingin sebuah kalimat lolos begitu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD