Kehidupan Kedua Istri Yang Tertindas (6)

1229 Words
Bibi Nam hanya bisa diam seakan bibirnya keluh untuk mengatakan yang sebenarnya. “Baiklah, jika Bibi tidak mau menjawab, maka saya tidak akan bertanya lagi. Namun, bisakah saya menemui Namera.” Anggap saja semua adalah permohonan dan itulah yang dilakukan dokter Sky untuk saat ini. “Silahkan.” Jawab bibi dengan singkat, karena ia yakin jika dokter lebih tahu apa yang sedang terjadi pada nona mudanya itu. “Terima kasih,” ucap dokter Sky membalas, yang mana sekarang sudah masuk ke dalam ruangan di mana Namera dirawat. Sudah satu jam dokter Sky berada di samping Namera, tetapi suaminya yang bernama Aril belum juga menampakkan hidung. Apa ini bisa dikatakan rumah tangga? Jika iya, perahu apa yang mereka tumpangi. Seperti itulah sebuah pemikiran yang dimiliki oleh Sky saat ini. “Sebenarnya aku tidak mengerti dengan apa yang sedang aku alami, tetapi entah kenapa melihatmu seperti ini, membuatku ingin rasanya merebutmu dari lelaki itu.” Di tengah diamnya dokter Sky, ia bergumam karena seperti tertarik oleh sebuah magnet yang sangat kuat, hingga akhirnya ia masuk di kehidupan wanita tersebut. Tidak lama kemudian. “Dokter.” Namera bergumam sembari menatap wajah dokter muda tersebut yang kini tengah tertidur pulas, meski itu berada di sofa. “Sangat lucu, justru yang datang adalah orang lain.” Namera bergumam lagi sembari tertawa kecil karena hidupnya terlalu dramatis. “Kamu lihat Namera, bahkan suami kamu sendiri tidak datang untuk melihat keadaanmu, yang mungkin saja sudah mengalami nyawa di ujung tanduk.” Layaknya orang gila, Namera berbicara sendiri karena begitu kasihan dengan hidupnya yang terlalu menyedihkan. "Bukan, itu bukan suamiku, tetapi suami dari pemilik tubuh ini." Jawab Namera dalam hati lagi. Namera berhenti menjadi orang g*la, karena sedari tadi terus mengoceh tanpa henti, hingga terdengar suara pintu terbuka. “Nona, rupanya Nona sudah sadar.” Yah, orang yang membuka pintu adalah bibi Nam, lantas ia menoleh dan terlihat jika dokter tengah terlelap begitu damainya. “Bi, sejak kapan dokter sky ada di sini?” tanya Sky yang tidak mengira jika dokter Sky ada di ruangannya. “Dari tiga jam yang lalu.” Jawab bibi Nam dengan sesekali menoleh ke arah dokter yang masih nyenyak dengan mimpinya. “Lantas, apa yang terjadi denganku? Karena tadi aku berada di depan cermin dan setelah itu tidak ingat lagi.” Namera masih merasa pusing dengan yang terjadi hari itu, karena benar-benar merasa aneh. “Nona pingsan, yang melihat anak bibi. Hingga akhirnya kami membawa Nona ke rumah sakit karena lebih dari satu jam Anda belum sadar juga,” ujar bibi Nam menjelaskan bagaimana kronologinya hingga bisa berada RS. “Kalau begitu bisakah kita pulang, aku sudah baik-baik saja.” Kata Namera karena merasa jika tubuhnya baik-baik saja. “Nona baru saja sadar, istirahatlah untuk sebentar biarkan bibi memanggil dokter.” “Tidak usah, Bi. Biarkan saya yang memeriksanya,” sahut dokter Sky yang entah kapan bangun. “Rupanya Dokter sudah bangun,” ucap bibi Nam dengan langkah mundur, agar dokter tersebut bisa memeriksa Namera. “Baru saja bangun, Bi.” Jawab dokter Sky dengan sopan. Sekarang yang dirasakan dokter Sky dan juga Namera adalah rasa canggung dan entah sejak kapan, rasa itu ada pada diri mereka masing-masing. “Sekarang berbaringlah, aku akan memeriksa.” Seperti yang dikatakan siang tadi, jika dokter Sky mulai membiasakan diri untuk mengganti sebutan saya menjadi kamu. “Sudah, ingat jangan kelelahan lagi. Bahkan kalau bisa jangan menjadikan pikiran menjadi stres,” kata dokter Sky ketika menjelaskan. “Saya—,” “Bisakah kamu seperti aku.” Potong dokter Sky. “Terasa aneh dan keluh,” jawab Namera. “Maka kita perlu membiasakan diri untuk sebuah penyesuaian.” Jelas dokter. “Kalau begitu bisakah aku pulang.” Sedikit memaksa, tetapi Namera benar-benar tidak tahan jika harus berada di ruangan serba putih. “Sekarang sudah malam, baiknya menginap dan besok kamu bisa kembali.” Jawab dokter Sky. Dengan tarikan napas berat, Namera pun terpaksa setuju meski di rumah sakit tempatnya di rawat harus sendirian. “Kamu tenang saja, aku akan menjagamu dan biarkan bibi pulang karena banyak pekerjaan yang harus dikerjakan.” Kata dokter Sky. “Tidak, ka-u harus bekerja dan tidak mungkin terus menungguku.” Namera menyahuti dengan cepat meski kata ‘Kamu’ sedikit aneh. “Tidak ada pekerjaan, itu artinya aku bebas.” Jawab dokter Sky sambil berlalu meninggalkan Namera, entah ke mana tujuannya itu. “Ada apa dengan dokter itu? Aku bukan kekasihnya, tetapi kenapa sikapnya seolah-olah aku ini bagian dari hatinya.” Namera pun dibuat bertanya-tanya karena sikap dokter yang selalu berusaha untuk bisa dekat dengannya. Beberapa menit kemudian, dokter Sky pun kembali masuk dan hal itu membuat Namera mengerutkan keningnya, karena Namera pikir jika dokter akan menemui pasiennya. Namun, baru beberapa menit lelaki itu sudah berada di dalam ruangan lagi. “Kamu ingin makan sesuatu?” tanya dokter Sky dengan tiba-tiba. Namera diam, tidak tahu harus menerima atau menolak. “Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan membelikanmu makanan karena kamu tidak akan makan makanan rumah sakit,” ucap dokter sky yang mana langsung membuat Namera tertegun. Tanpa Namera sadari jika dokter Sky kini sudah meninggalkan ruangan dan lagi-lagi Namera dibuat gi*a olehnya. “Bagaimana bisa dokter Sky tahu jika aku tidak menyukai makanan rumah sakit?” Namera pun dibuat bertanya-tanya dengan hal itu. “Ah, sudahlah yang penting aku kenyang.” Kata Namera lagi yang tengah berbicara sendiri. Sedangkan di rumah Aril saat ini. “Tuan!” “Kenapa? Terkejut, lantas di mana wanita c*lun itu?” tanya Aril yang kini masih berada di ruang tengah dan melihat bi Nam mengendap-endap, berjalan ke belakang. “Anu Tuan ... anu, itu---.” “Jawab pertanyaan saya!” bentak Aril karena bi Nam sangat bertele-tele. “Masih tidak diizinkan untuk pulang.” Jawab bi Nam dengan cepat, rasa takut membuatnya gemetar hingga tidak mampu mendongakkan kepalanya. “Pergi dari hadapanku.” Perintah Aril dengan sorot mata yang tajam. “Sungguh menyusahkan saja, bahkan aku tidak peduli jika wanita itu mati sekalipun.” Setelah mengeluarkan kalimat tersebut, Aril langsung pergi begitu saja. Sesampainya di dalam kamar, bahkan Aril masih bisa tidur dengan nyenyak. Tidak peduli keadaan Namera di rumah sakit, bahkan rasa khawatir pun tidak ada sedikitpun. Keesokan paginya, sang mentari sudah terlihat di atas sana. Jam pun kini tidak bisa dikatakan pagi karena sekarang pukul delapan pagi. “Mel, aku akan ke rumah sakit untuk melihat keadaan wanita bod*h itu.” Seketika Mely memanyunkan bibirnya, pasalnya Aril sudah berjanji untuk menemaninya jalan-jalan hari ini. “Aku harap kamu tidak lupa dengan janjimu,” kata Mely berusaha mengingatkan tentang hari ini. “Mel, lain kali saja ya, kalau aku tidak pergi maka kamu tahu sendiri nasibku berada di tangan siapa.” Jawab Aril dengan rasa bersalah pada istri keduanya. “Ril, apa kamu tidak bisa hidup tanpa wanita itu. Pada kenyataannya kamulah yang ada di bawah ketiaknya,” ucap Mely yang tak tahan lagi dengan sikap Aril. “jika aku tidak melakukan itu. Apa bisa kamu hidup enak dan belanja, beli apa pun yang kamu mau.” Aril menatap tajam ke arah Mely karena pada dasarnya semua benar. “Kenapa tidak kamu biarkan saja wanita itu mati waktu itu, jadi kita bisa hidup bahagia dan tidak akan memerlukan wanita bodoh seperti dia.” “Aku tidak ingin berdebat denganmu, jadi berhentilah untuk membahas Namera.” Aril tidak berkata apa-apa lagi dan langsung memilih pergi begitu saja. Dengan meninggalkan mely yang saat ini tengah marah akibat Aril.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD