Kehidupan Kedua Istri Yang Tertindas (7)

1110 Words
Aril yang sudah siap untuk berangkat dan berusaha menghindar dari mely, kini tangannya sudah membuka pintu mobil. Namun, anehnya justru diurungkan oleh Aril sendiri ketika melihat sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan rumahnya, yang mana mobilnya juga berada di luar. “Tunggu mobil siapa itu?” Aril pun terdiam sembari mencari-cari sosok dari pemilik mobil, karena selama ini dirinya belum pernah melihat mobil tersebut. Setelah cukup lama ia menunggu, akhirnya sosok yang ada di dalam mobil itu pun keluar dan betapa terkejutnya Aril ketika mendapati orang yang baru saja turun dari mobil tersebut sosok cukup berpengaruh. “Apa wanita itu sudah benar-benar g*la? Aku rasa ucapanku adalah benar karena setelah bangun dari koma dia seolah menjadi seorang yang tidak normal,” ucap Ariel lirih yang mana dengan bangganya mengejek Namera. Aril terus menatap dua orang tersebut karena dia ingin tahu siapa lelaki yang pulang bersama istrinya. “Huh, apa aku tidak salah lihat? Bukankah itu dokter yang menangani Sharen waktu itu.” Aril pun terkejut dan mulai bertanya-tanya, ada hubungan apa antara istrinya dan dokter itu. Prokkk. Prokkk. Prokkk. Suara tepuk tangan, seketika membuat Namera dan dokter Sky menoleh. Bagus sekali, semalam tidak pulang. Jadi, seperti ini ceritanya.” Dengan senyuman mengejek, Aril pun berkata. “Apa maksud kamu? Apa mata kamu buta sampai tidak bisa melihat ini,” ucap Namera kembali mengatai Aril, sembari mengangkat tangannya dan memperlihatkan pergelangannya yang bengkak akibat infus. “Itu hanya pengalihan agar kamu tidak menjadi tersangka, bukan.” Kata Aril yang sama sekali tidak percaya dengan perkataannya. “Apa itu penting? Aku rasa tidak.” Dengan segera Namera menyahuti dan tidak peduli dengan tuduhan tersebut. “Lancang mulutmu! Harusnya kamu sadar siapa posisimu di sini apa!” Seru Aril dengan nada sedikit tinggi. “Aku lelah dan sekarang aku ingin masuk.” Dengan santainya Namera berkata dan setelah itu, ia menoleh ke arah dokter Sky. “Dok, terima kasih karena telah sudi mengantar saya.” Dokter pun tersenyum dan pria itu pun pergi karena tidak mau sampai hal di luar dugaan pun terjadi. Sedangkan Aril pun masih terus menatap Namera, karena niat untuk menjenguknya gagal dan harus melihat bersama pria lain, satu yang ada di pikirannya saat ini. Ialah jika ada orang yang melihat pasti semua akan kacau. “Jika hal ini terjadi, maka aku tidak akan segan-segan untuk menyiksamu lagi.” Setelah itu Aril masuk ke dalam mobil dan meninggalkan kata ancaman pada Namera. Sedangkan Namera masih termangu dan berperang dengan pikirannya sendiri, jika benar yang dikatakan oleh Aril, kemungkinan dulu ia juga pernah disiksa olehnya hingga berujung di rumah sakit dan perihnya sampai mengalami koma. “Jika itu benar, aku tidak akan memaafkanmu Aril, kamu harus membayar semuanya karena telah berusaha membuat Namera kehilangan nyawanya.” Kedua tangan terkepal sempurna, kebencian kian menjalar hingga membalas dendam akan masa lalunya. Setelah merasa sedikit tenang, Namera pun masuk untuk istirahat, tetapi semua itu hanya bayangannya saja karena setelah disambut oleh Aril, kini Mely yang menyambutnya. “Wahhh ... seru ya, yang habis bermalam dengan dokter tampan.” Jelas Mely tampak bahagia, tidak. Itu terlihat sebuah olokan tepatnya. “Bukan urusanmu, lebih baik kamu menyingkir dari pandanganku.” “Beraninya kau ....” “Apa! Sudah aku katakan bukan, jangan mencari masalah denganku jika tidak ingin mendengar mulutku jauh lebih tajam dari mulutmu!” ucap Namera dengan sorot mata tajamnya karena sudah cukup ia diam. “Aku hanya memberi selamat, apa yang salah dan sepertinya otakmu semakin tidak waras.” “harusnya kata-kata itu untukmu, sepertinya yang g*la bukan aku, tapi kau.” Mely yang mendengar itu pun tidak terima dan langsung menyerang Namera dengan beraninya. “Lepas, lepaskan aku wanita g*la!” teriak Namera karena Mely menarik rambutnya dengan sangat keras, hingga Namera pun kesakitan. “Aku tidak akan melepaskanmu. Sebelum kau meminta maaf padaku, dengar itu.” Dengan sangat puas dan penuh keyakinan jika Namera akan meminta maaf kepadanya. “Sampai kapan pun aku tidak akan meminta maaf, cam, ‘kan itu.” Auh “Lepas ... lepaskan aku wanita gila!” Namera pun berteriak menahan sakit dan sepertinya ia perlu memberikan pelajaran untuk Mely, agar tidak semena-mena kepadanya. Shattttt. “Rasakan ini.” Kata Namera yang berhasil mengambil alih dan sekarang Mely yang ada di tangan Namera dan dengan mudahnya ia mengunci kedua tangan wanita itu. “Lepas g*la ... lepas,” ucap Mely berontak karena hal itu sungguh membuatnya kesakitan. “Ingat kata-katamu tadi, aku tidak akan melepaskanmu sebelum kamu meminta maaf kepadaku.” Jawab Namera dengan tawa nyaringnya. “Jangan harap aku melakukannya, karena itu hanya berlaku padamu saja.” “Baik, apa ini tidak menyakitimu.” Ucapan Namera berbarengan dengan erangan Mely yang tengah menahan sakit dan bisa dipastikan jika kedua lengannya akan patah kali ini. “Tolong, ini sakit ... lepaskan aku g*la,” ucap Mely yang mana masih keras kepala karena tidak mau meminta maaf pada Namera. “Baik, aku minta maaf ... Namera lepaskan kau mematahkan tanganku!” teriak Mely semakin kencang. “Bukan hanya tanganmu yang aku patahkan, tetapi mulutmu juga akan aku robek.” Seulas senyuman penuh kelicikan terbit di bibir Namera dan benar saja jika Mely begitu ketakutan dan wajahnya pun pucat. "Aku minta maaf, tolong lepaskan aku." Dengan sangat, Mely untuk pertama kalinya meminta maaf, meski harus berpura-pura agar Namera mau melepaskannya. Hufffff. Untuk sejenak, Namera pun menghela napas, sepertinya ia harus melepaskan Mely karena tubuhnya juga butuh istirahat. Lantas kali ini dirinya tidak akan membuang waktunya dengan Mely. "Aku belum menerima maafmu sekalipun kamu bersujud di kakiku, karena apa yang pernah kamu lakukan dengan Aril, harus mendapatkan ganjaran yang setimpal." Setelah itu, Namera pergi dan tertinggal Mely yang ada di ruang tamu. Wanita itu mengibaskan kedua tangannya karena begitu sangat sakit. "Awas saja nanti, saat ini kau boleh menang Namera, tetapi tidak dengan hari berikutnya." Dengan mata terus menatap kepergian Namera, Mely pun bersumpah untuk membalas hari ini. Di kamar. "Ohoooo … ada apa dengan diriku yang sekarang. Kenapa semuanya begitu rumit sehingga membuat kepalaku hampir pecah," gerutunya dengan memijat pelipisnya yang dirasa tiba-tiba berdenyut. "Lantas bagaimana aku harus hidup jika jalannya saja seperti ini," ucap Namera lagi yang tak mau berhenti dan terus mengoceh. Hingga suara ketukan pintu terdengar begitu keras. "Iya, tunggu sebentar." Meski begitu, Namera pun tetap menanggapi sumber suara tersebut dan ketika pintu dibuka, terlihat bibi Nam tengah membawa nampan yang berisikan sarapan. "Non, bibi bawakan sarapan!" Kata bibi Nam yang langsung masuk guna meletakkannya. "Terima kasih Bi, tetapi aku sudah makan." Jawab Namera tampak tidak enak dengan bibi Nam. "Tidak masalah Non, ini bisa dimakan nanti dan saya juga akan membawanya kembali ke dapur. " Tunggu!" Ketika bibi Nam berjalan keluar, Namera pun menghentikannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD