3- Calon Kakak Ipar

1361 Words
Saat ini, aku duduk di samping Fadil yang sedang fokus nyetir. Tapi, mulutnya terus mengoceh tak henti. “Apa kamu tidak capek, dari tadi terus bicara?” Aku langsung menutup mulutku ini dengan kedua telapak tangan, sepertinya aku sungguh tidak sopan. “Hahah, kamu jengkel ya mendengar omonganku yang nggak bermanfaat ini?” tanyanya sambil tertawa, kok dia sepertinya sama sekali tidak tersinggung mendengar perkataanku. Dia sepertinya sungguh baik dan bukanlah orang yang cepat marah, dari wajahnya saja terlihat jelas dia itu pria yang hangat dan suka bercanda. Aku menatapnya dengan bibir yang tanpa kusadari tersenyum lebar. Hingga, dia menyadarkanku dengan perkataannya yang sungguh menyebalkan. “Aku tahu, aku ini memang ganteng, baik, menyenangkan ya meski sedikit bawel sih. Tapi, kamu tidak boleh naksir aku, kamu kan calon kakak iparku.” Dia melirik ke arahku sekilas sambil tersenyum, senyuman menyebalkan tentu saja. “Hey jangan ngaco kamu! Siapa juga yang calon kakak iparmu!” sahutku judes, aku kan belum setuju untuk menikah dengan laki-laki sok kuasa bernama Azam itu! Aku meliriknya dengan tatapan sinis. “Hahah, memangnya kamu punya kuasa untuk menolak Kak Azam?” Dia bertanya dengan nada mengejek. “Tentu saja aku punya kuasa, memangnya siapa dia hingga bisa mengatur hidupku!” Aku menjawab dengan berapi-api, tidak suka saja pada apa yang Fadil katakan, seolah dia sedang meremehkan aku. Aku, ya aku! Aku punya pendirian dan komitmen, tidak bisa siapa pun seenaknya mengatur hidupku. Meski orang kaya seperti Azam sekalipun! Aku mengepalkan tangan dengan emosi. “Wah ternyata kakak ipar sangat menyeramkan jika sedang marah, hahaha!” Dia sepertinya sedang menggodaku. Huuh, kuhembuskan nafas kasar dengan kesal. Anak ini sungguh menjengkelkan sekali! Makiku dalam hati, ingin rasanya aku memukul dia pake sendal jepit! “Jangan kakak, jangan pukul aku pakai sendal jepit!” Dia berkata dengan nada merajuk, yang tengah mengejekku. Aku sampai terkejut dibuatnya, kok bisa pas banget ya dengan apa yang sedang aku pikirkan! Apa dia cenayang? Apa keluarganya, memang memiliki kekuatan supra natural, sehingga bisa membaca pikiran orang! Aku sampai menggelengkan kepalaku beberapa kali untuk membenarkan pola pikirku ini. “Hahah, aku ini bisa baca pikiran loh kakak ipar. Jadi jangan mikir macam-macam, karena aku bisa tahu.” Fadil mengerlingkan satu matanya santai, sedangkan aku syok mendengar perkataannya itu. Apa itu artinya dia tahu, dari tadi aku terus memakinya dalam hati? “Apa itu benar? Kamu tahu isi hatiku?” tanyaku dengan masih menahan syok dalam d**a. “Hahah, dasar kakak ipar ini sungguh bodoh. Tentu saja aku bohong, mana mungkin aku tahu isi hati orang, ck ck. Jangan mudah percaya omongan orang, nanti kakak bisa mudah ditipu orang jahat!” Dia sungguh menyebalkan, bagaimana mungkin aku tidak percaya, dari tadi perkataannya itu selalu pas dengan apa yang ada dalam pikiranku! Aku mengalihkan pandangan ke sisi luar jendela mobil, untuk mengalihkan rasa kesal dan jengkelku kepada si Fadil ini. “Kakak Ipar, Kak Azam itu orang yang sangat baik dan setia loh.” Fadil mulai mengoceh lagi. Aku diam tak memedulikannya, tapi telingaku entah kenapa malah sengaja menajam ingin mendengar semua yang akan Fadil katakan padaku. “Kakak tidak akan menyesal menikah dengannya, sudah ganteng, kaya, baik dan setia pula. Aaah pokoknya paket komplit deh,” ujar Fadil dengan penuh rasa kagum, aku bisa mendengar dari nada bicaranya. “Tentu saja kamu terus memuji dan membanggakannya, dia kan saudaramu!” sahutku ketus, dengan bibir mencebik dan nada bicara mengejek. “Aah itu karena kakak ipar belum mengenalnya, coba saja nanti saat sudah menikah dan mengenalnya. Pasti kakak akan takut kehilangan dia, dia sungguh pria sempurna.” Aku mencebikkan bibir mendengar Fadil yang terus saja memuji kakak sepupunya itu. Hingga sampai di gang kecil tempat tinggal keluargaku, Fadil masih saja mengoceh. Dia menghentikan mobilnya tepat di depan gang. “Mau aku antar sampai masuk ke rumah?” tawarnya. “Tidak usah, lagian tidak terlalu jauh juga rumahku dari gang kecil ini,” sahutku cepat. “Tapi Kak Azam sudah berpesan padaku, agar aku mengantarmu sampai depan rumahmu. Sudah, ayo aku antar saja!” Fadil langsung keluar dari dalam mobil, dan membukakan pintu mobil untukku. Aku pasrah saja, rasanya tenagaku sudah terkuras karena harus menghadapi Azam dan Fadil hari ini, kedua orang ini sungguh menyebalkan sekali. Fadil mengantarku sampai ke depan pohon mangga yang ada di depan halaman rumah bibiku. Rumah bibi memang tidak menggunakan pagar, hanya dua pohon mangga yang menjadi pembatas dengan jalan. “Sudah sampai, ayo cepat masuk ke rumah, ini sudah lumayan malam,” ujar Fadil tegas, aku mencebikkan bibir ternyata anak ini bisa tegas juga. “Tunggu, kok kamu bisa tahu arah ke rumahku, rasanya dari sejak keluar dari hotel, aku sama sekali tidak menunjukkan arah ke rumah ini?” tanyaku heran, aku baru menyadarinya sekarang. Mungkin karena sejak tadi, dia terus mengoceh sehingga membuatku tidak fokus. “Tentu saja aku tahu, Hahah. Sudah malam cepat masuk, aku juga ngantuk mau pulang dan cepat tidur,” jawabnya menyebalkan. Dia sama sekali tidak mau memberitahuku kenapa dia tahu alamat rumahku ini. Aku bergegas menuju ke pintu utama. Aku terkejut karena pintu terbuka sebelum ku ketuk. Paman keluar dari pintu utama, dia tampak memperhatikan Fadil lekat-lekat. ”Siapa dia?” tanya paman, kemudian dia menatapku penuh tanda tanya sepertinya. Aku melihat Fadil malah menghampiri kami, mau apa dia? “Paman dia...,” belum sempat aku berkata, Fadil keburu sampai dan menyela omonganku. “Kenalkan saya Fadil, calon adik ipar Kak Ayda,” mengulurkan tangannya dengan senyuman hangat dan tutur bahasanya terdengar begitu sopan. Apa maksudnya coba, dia langsung mengaku sebagai calon adik ipar. Terus bukankah dia selalu bicara dengan nada menyebalkan saat denganku, tapi saat bicara dengan paman, dia begitu sopan dan terkesan cool. Dasar bunglon! Makiku dalam hati, Astagfirullah! Aku langsung saja beristigfar, karena terlalu banyak memaki Fadil dalam hati sejak awal bertemu dengannya tadi. Habis dia itu sungguh menyebalkan sih! “Calon adik ipar?” Paman mengernyitkan dahi, dia menatapku penuh tanya dan minta penjelasan sepertinya. “Paman...,” sungguh menyebalkan, karena lagi-lagi Fadil menyela perkataanku! “Besok Kakak saya akan datang kemari, untuk melamar Kak Ayda.” Fadil tersenyum dan berkata dengan yakin, sok tahu sekali dia. Bukankah Azam bilang memberiku waktu dua hari untuk berpikir, ini dia malah bilang besok kakak sepupunya itu mau melamarku, huuuh! “Apa? Yang benar? Ayda bahkan belum mengatakannya kepada kami, sehingga kami belum punya persiapan apa pun!” Paman tampak sangat terkejut, dia melotot kepadaku. Aku jadi bingung, kok sepertinya aku yang disalahkan sih! Padahal aku sendiri kan tidak tahu apa-apa? Ini semua hanya rencana konyol laki-laki bernama Azam itu, ditambah adik sepupunya yang ternyata sama menyebalkan dengannya! Menyesal aku sudah menganggap Fadil lebih baik dari Azam, nyatanya mereka berdua sama-sama menyebalkan, konyol dan pemaksa! “Kalau begitu, saya pamit dulu paman sudah malam. Bukankah tidak baik, seorang laki-laki bertamu malam-malam ke rumah seorang gadis?” Fadil berkata dengan lembut, sopan dan senyuman cerah yang begitu manis. Andai aku tidak tahu aslinya, aku pasti sudah klepek-klepek dibuatnya! Dasar bunglon, sok baik di depan pamanku! Sedangkan kalau di depanku, bukankah dia selalu menjengkelkan! Aku mengerucutkan bibir, otakku saat ini sedang berpikir keras. Apa yang harus aku katakan kepada paman tentang rencana lamaran yang dikatakan Fadil, bagaimana kalu dia hanya asal bicara. Aku jadi pusing memikirkannya, benar atau tidak ya besok Azam dan keluarganya akan datang melamarku? Fadil pun pulang setelah pamit. Paman tampak mengantarkannya sampai ke gang, sedangkan aku langsung masuk ke rumah dan bergegas masuk ke dalam kamarku. Berharap paman tidak akan menginterogasiku, jika mengira aku sudah tidur. Tapi mata ini rasanya enggan terpejam, kepalaku semakin pusing memikirkan tentang lamaran yang dikatakan oleh Fadil barusan. Aku ingat, laki-laki bernama Azam itu memberiku kartu nama sewaktu di hotel. Aku berniat bertanya langsung kepadanya saja, agar semuanya jelas. Tapi, apa tidak memalukan jika aku bertanya sekarang juga? Hari sudah malam, dan baru saja aku menolaknya, lalu tiba-tiba aku menanyakan tentang lamaran? Ah, tapi ini semua kan ulah adik sepupunya yang bilang begitu kepada pamanku. Baru ku ingat, Hp ku berada di dalam tas. Dan tas ku ada di klub malam, tertinggal tentu saja. Dan ini karena ulah pria itu, yang membawaku secara paksa! Kenapa hari ini rasanya sungguh aneh bagiku, rentetan kejadian konyol terjadi dalam hidupku, huuuh!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD