2- Tawaran Gila

1602 Words
Kabur? Siapa yang kabur? Saya hanya kebelet.” Aku tahu jawabanku ini tidak masuk akal. Benar saja, pria asing sok kuasa itu langsung terbahak-bahak mendengar jawabanku. “Apanya yang lucu!” Ketusku, kesal. Meski aku sadar jawabanku memanglah sungguh aneh sepertinya. Dia menghentikan tawanya, dan kini menatapku dengan tatapan yang meneliti. Aku jadi salah tingkah, dan mulai bergerak-gerak gelisah. “Tuan anda kenapa melihatku seperti itu?” tanyaku dengan hati berdebar tak karuan, ditatap pria setampan dia ah membuatku lumer. Aku ini memanglah penyuka cogan, ingin kupukul kepalaku sendiri, karena terpesona pada pria yang jelas–jelas sudah berusaha menculikku ini. “Kenapa? Salting?” Dia tersenyum tipis, sungguh menggoda. “Salting? Ahahaha!” Aku tertawa mendengar perkataannya itu, padahal hal itu hanya untuk menyembunyikan kecemasanku saja. Dia mengerutkan dahinya, dan sekarang memasang raut wajah yang kembali dingin. Aduh dia kembali menyeramkan begini, huuh. Mau apa dia, kenapa dia mendekatiku! Aku panik, dan langsung menyilangkan tanganku di d**a. “Ck ck apa kamu pikir aku ini pria m***m?” Dia berdecak dengan kedua alis tertaut. “Ya tentu saja saya berpikir begitu, lihat saja anda tiba–tiba menculik saya dari tempat kerja dan menggiring saya untuk berada di hotel ini. Mau ada pikiran baik bagaimana coba?” Aku sampai kaget sendiri, karena mampu memberi jawaban dengan lancar dan lantang begini. Dia kembali memasang raut wajah datarnya. “Menikahlah denganku,” ucapnya datar. “Apa anda gila!” pekikku refleks. Aku sampai berdiri dan melotot padanya. “Aku waras,” jawabnya datar tanpa ekspresi, apa-apaan coba? Dia memintaku untuk menikah dengannya, tapi lihat raut wajahnya sedatar tripleks begitu. Aku masih berdiri, sedangkan dia masih dalam posisi duduk. Namun, tatapan matanya lurus kepadaku. “Huuh, anda sungguh aneh tuan. Sepertinya kepala anda sudah kejedot atau tertimpa sesuatu yang keras. Sehingga, tiba-tiba memintaku untuk menikah denganmu. Padahal kita tidak saling kenal sama sekali.” Aku berkata dengan ketus, tatapan mata yang tajam dan raut wajah yang sepertinya sekecut buah asam. Dia berdiri dan menatapku tajam, kakinya melangkah hendak mendekatiku. Aku mundur beberapa langkah, karena dia terus maju dengan tatapan mengintimidasiku. Brukk Sial, kakiku mentok ke tempat tidur. Dan aku jatuh telentang tepat di atas tempat tidur. Dia tersenyum tipis, membuatku takut. Aku bisa melihat wajah tampannya dengan jelas. Dia mengungkungku dari atas, kedua tangannya dijadikan tumpuan sehingga tidak menimpa tubuhku. Aku panik, sudah membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. “Tu tuan ja jangan…,” cicitku pelan. Keringat dingin mulai mengalir turun dari dahi ke pipi dan terus turun hingga ke leherku. Bahkan, punggungku pun sudah terasa basah. Saat ini aku benar–benar sedang ketakutan luar biasa. Takut dia akan bertindak tidak baik padaku. Apalagi, aku bisa melihat sesuatu yang aneh dari tatapan matanya. Juga, aku bisa mendengar deru nafasnya yang terdengar kasar dan jelas, seperti dia baru saja melakukan perjalanan jauh dengan cara jalan kaki atau mungkin lari maraton. Dia mendekatkan tubuhnya dengan tubuhku, bahkan wajahnya begitu dekat. Aku menatap pria itu dengan seluruh rasa takut yang aku miliki. Tapi, sedikit pun aku tidak menutup mataku. Aku ingin melihat wajah pria itu lekat, atau pria mana pun yang akan memiliki aku seutuhnya suatu hari nanti. Mata kami bertemu, matanya menatapku tajam. Manik mata legam dan bersinar bagaikan bintang itu memancarkan cahaya yang tidak aku mengerti. Dia berkata pelan dengan setengah berbisik padaku. Saking dekatnya, aku bisa merasakan terpaan hangat nafasnya saat ini. “Aku bukan p****************g yang akan memanfaatkan keadaan, meski aku tahu kamu tak akan mampu menolakku saat ini. Aku akan melakukannya atas dasar suka sama suka, dan jika memang aku benar-benar mau,” bibirnya menyeringai tipis dan licik. Pria itu menjauhkan tubuhnya, lalu menarik tanganku hingga aku kembali berdiri. Dia membimbingku kembali duduk di sofa. Seperti kerbau yang dicocok hidungnya, aku manut saja apa yang dia lakukan padaku. Beruntung, dia ternyata bukan pria b******k yang suka memanfaatkan keadaan. Meski sebenarnya, dia punya banyak waktu dan kesempatan untuk melakukan itu. “Jadi apa kamu setuju menikah denganku?” tanyanya. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, baru sadar dengan apa yang tengah terjadi. “Menikah? Maaf aku masih muda, masih ingin bersenang–senang dan belum mau menikah. Ya meski aku tahu aku ini cantik natural, sehingga membuatmu tergila–gila padaku padahal kita sama sekali belum saling kenal.” Jawabku penuh percaya diri. Menghadapi orang gila seperti dia, maka aku harus melawannya dengan kegilaan juga heheh. Dia mendengus, mungkin eneg mendengar apa yang aku katakan barusan. Tapi bagus itu, supaya dia segera menyuruhku pulang. “Apa yang kamu katakan tidak akan merubah keputusanku, kamu tetap harus menikah denganku,” jawabnya dengan nada rendah, namun menggebu–gebu. Aku sampai melotot horor pada orang sok kuasa di hadapanku ini. “Anda ini siapa sih! Seenaknya saja memutuskan hidup orang! Lagian saya tidak kenal anda, ujug-ujug mau nikahin saya aja. Ta’aruf juga ada aturannya kali.” Aku mendelikkan mata judes ke arahnya. Kulihat dia tersenyum tipis. Apa maksudnya coba? “Baiklah, kalau begitu mari kita kenalan dulu, aku benar-benar lupa memperkenalkan diriku padamu.” Pria itu memosisikan diri duduk tegak menghadapku. Aku jadi deg–degan kan berada dalam posisi selurus ini dengannya. Mana dia ganteng banget lagi, ah sialan kenapa aku sejak pertama bertemu dengannya terus saja terpesona sih! Aku sengaja memiringkan sedikit tubuhku, agar tidak terlalu berhadapan dengannya. Tapi, dia malah mencengkeram bahuku dan memosisikan tubuh ini agar tegak berhadapan dengannya. Akhirnya aku pasrah berhadapan dengan pria tampan itu. “Namaku Azam Prakasa, dan aku tahu siapa namamu Ayda Sarah. Jadi kamu tidak perlu memperkenalkan diri lagi padaku,” jawabnya dengan bibir yang tersenyum licik dan sangat menyebalkan meski dia tampan. “Oh jadi anda Tuan Azam Prakasa? Tapi, bukan Cuma kenal nama maksud saya. Kita sama sekali tidak tahu tentang diri kita masing-masing.” Aku menjawab dengan lembut, kali aja dia tidak paham maksudku kan. “Nanti setelah menikah kamu akan tahu siapa aku, yang penting sekarang aku sudah tahu siapa kamu,” lagi-lagi, dia sok tau dasar menyebalkan. “Memangnya apa yang anda tahu tentang saya?” tanyaku dengan nada meremehkan. Dia tersenyum licik, menyeringai. Mirip tokoh jahat di film-film. “Aku tahu banyak tentang kamu. Ayda Sarah seorang yatim piatu yang tinggal dengan paman, bibi dan kedua adik sepupunya. Saat ini kuliah sambil kerja di sebuah klub malam tanpa sepengetahuan keluarga.” Dia menatapku dengan senyuman sinisnya. Aku cukup terkejut dia lumayan tahu banyak tentang aku, tahu dari mana dia? “Kamu mengaku kerja di kafe pada keluargamu, apabila mereka tahu pekerjaanmu yang sebenarnya. Aku yakin mereka akan kecewa padamu.” Pria bernama Azam itu sepertinya tengah mengintimidasiku. Aku mengepalkan tanganku karena kesal. “Jangan tanya aku tahu dari mana? Aku cukup punya kuasa untuk mencari tahu tentang seseorang, hanya tinggal menjentikkan jariku saja!” dasar pria sombong, aku menatapnya tajam dan kesal. Ku remas pahaku sendiri, sampai aku meringis karena tanpa sadar terlalu keras meremasnya. “Jadi menikahlah denganku, dan kamu tidak perlu bekerja lagi di klub malam seperti itu. Aku akan memberimu bayaran yang besar. Juga kamu akan mendapatkan nafkah sebagaimana setiap istri menerima nafkah dari suaminya,” lanjutnya dengan tatapan dingin. Aku memikirkan setiap perkataannya. “ Apa ini semacam nikah kontrak?” tanyaku penasaran. “Bisa dibilang begitu, namun tetap saja pernikahan itu sakral dan akan terdaftar secara agama dan negara.” Aku sungguh bingung dengan maksud perkataannya. “Kamu akan menikah denganku dalam dua Minggu ini.” Dia kembali mengintimidasiku dengan kata-katanya. Kuhela nafasku dalam. “Kalau saya tidak mau?” Aku menatapnya dengan tajam, tak ada ketakutan kali ini. “Kamu tidak akan punya waktu dan cara untuk menolaknya, karena bukan hanya dirimu saja yang jadi taruhannya. Tapi juga seluruh anggota keluargamu!” jawabnya dengan nada rendah, namun sarat akan penekanan dan terasa begitu menakutkan bagiku. “Saya mau pulang!” Aku tidak menanggapi perkataan terakhirnya, aku benar–benar perlu memikirkannya dulu matang-matang. “Baiklah pikirkan baik-baik, dua hari lagi aku ingin mendengar jawaban darimu. Dan itu adalah jawaban iya!” lagi–lagi, dia menekanku dengan nada bicaranya itu. Dia merogoh ponsel dari saku celananya, lalu sepertinya menghubungi seseorang. Tidak lama kemudian, terdengar suara seseorang memasukkan kode pada pintu. Ceklek, pintu terbuka. Tampak seorang pria yang usianya sepertinya sedikit di bawah Tuan Azam, namun mungkin masih sedikit lebih tua dariku masuk. Aku yakin, dia pasti orang penting dalam hidup Tuan Azam. Buktinya, dia tahu password kamarnya. “Dia?” Pria itu menunjukku dengan dagunya. Kulihat Tuan Azam mengangguk. “Mari Kakak ipar, aku antar pulang,” aku menautkan alis, dia memanggilku kakak ipar, ada-ada saja! “Saya pulang dulu,” ucapku pada Tuan sok kuasa, Azam Prakasa itu. Dia hanya mengangguk kecil dengan raut wajah dinginnya. “Tidak sun dulu?” ujar pria yang baru masuk itu. Apa maksud perkataannya coba, dasar bocah! Tapi bocah tua nakal, hahaha aku sampai tertawa dengan pemikiranku sendiri. “Kenapa tertawa? Ih dasar aneh!” cibir pria yang memanggil Tuan Azam kakak itu. Aku langsung menutup mulutku dengan kedua telapak tangan, lalu menatap pria itu dengan judes. “Ish kakak ipar galak! Aku takut!” kayaknya anak ini tidak sekaku Tuan Azam, baiklah aku akan sedikit berbaik hati padanya. Tapi, dia menyebalkan juga sih kayaknya. “Cepat antar dia pulang sudah malam!” Tuan sok kuasa itu mulai mendengus seperti banteng. Hahah, banteng! Aku berusaha menahan tawa, kenapa aku jadi terus mengatai orang sih! Makiku pada diri sendiri. Pria ini pun mengajakku pulang bersamanya. Dia mengantarkan aku dengan naik mobil mewah yang tadi dipakai Tuan Azam. “Namaku Fadil, aku adik sepupunya Kak Azam,” tanpa ditanya pria itu memperkenalkan diri. Aku hanya mengangguk kecil saja, tidak mau sok akrab dengan pria asing ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD