Bab 29

1973 Words
Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Sejak tadi Sania terus saja menggenggam tangannya dan melarang Revan untuk pergi padahal sebenarnya sekarang Revan sedang ingin kembali kepada Kalila. Sania adalah sepupunya. Revan dulu sangat dekat dengan Sania karena rumah mereka berdekatan. Sekitar 3 tahun yang lalu Sania dan keluarganya pindah ke Belanda karena setelah perceraian orangtuanya, ibunya Sania menikah lagi dengan orang asing asal Belanda. Ya, begitulah. Selama tiga tahun ini Revan jarang sekali bertemu dengan Sania, tapi sejujurnya Revan masih mengingat jelas bagaimana sifat Sania yang sebenarnya. Sania itu cantik, sangat cantik. Sejak kecil dia terbiasa disayang dan dimanjakan. Sania tidak suka jika ada orang yang menyaingi dirinya, oleh sebab itu ketika melihat Kalila sedang bersama dengan Revan, Sania terlihat tidak suka. Iya, Revan menyadari hal itu. Revan melihat dengan jelas bagaimana Sania mengabaikan Kalila dan bersikap sedikit kasar pada wanita itu. Kalila akan selalu diam seperti biasanya. Ah, Kalila memang sangat malang. Selama beberapa hari ini dia bertemu dengan dua perempuan yang bersikap sinis kepadanya. Yang pertama Aira, lalu sekarang Sania. “Kak Nessa, aku membawakan hadiah ini dari Belanda. Aku membelinya dengan uang hasil perlombaanku di sana” Kata Sania dengan antusias. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Nessa melirik ke arah Revan dan tertawa pelan ketika menyadari jika Revan sedang sangat tidak nyaman sekarang. Oh Tuhan, dulu Revan sangat dekat dengan Sania, mereka bahkan hampir berpacaran. Kata orang tua Revan, Sania itu sepupu yang sangat jauh, neneknya Sania adalah sepupu jauh neneknya Revan sehingga tidak masalah jika mereka menjalin hubungan asmara. Sayangnya ada beberapa masalah yang akhirnya membuat Revan menjauhi Sania secara perlahan. Ya, itu adalah masa lalu. Sekarang Revan sudah tidak ingin membahas apapun yang terjadi di masa lalu karena memang semuanya sudah selesai saat itu juga. Sekarang Revan hanya ingin memandang Sania sebagai sepupunya saja. “Astaga, Sania.. kakak sangat terkesan denganmu. Kamu pulang ke sini karena ingin menghadiri pesta pertunangan kakak. Terima kasih banyak, sayang..” Kata Kakaknya sambil memeluk Sania. Revan melayangkan pandangannya ke arah Kalila yang sekarang tampak sedang mengobrol bersama dengan Dipta dan beberapa sepupu laki-laki Revan. Ya, setidaknya Dipta tidak akan membuat Kalila merasa tidak nyaman. “Aku harap kakak bahagia selalu. Aku akan tetap di sini hingga pernikahan kakak karena aku sedang ada libur kuliah..” Kata Sania dengan santai. Pernikahan kakaknya memang akan dilakukan dua bulan setelah pertunangan ini. Iya, begitulah.. “Ah, kakak akan sangat senang kalau kamu akan datang ke pesta pernikahan kakak” Kata Nessa sambil tersenyum. “Apakah aku boleh tinggal di sini selama dua bulan ini, kak? Aku sama sekali tidak tahu harus tinggal di mana. Aku takut jika harus tinggal sendirian di rumah..” Kata Sania. Revan mengernyitkan dahinya. Sejujurnya Revan memang sudah melupakan segala hal yang terjadi di masa lalu. Revan juga sekarang kembali menatap Sania sebagai sepupunya, tapi tetap saja.. apa yang terjadi di masa lalu akan tetap dijadikan pembelajaran untuk Revan. Lagipula di rumah ini ada Revan yang usianya sudah dewasa, akan sangat tidak pantas jika Sania tinggal di rumah ini. “Jangan khawatir, selama kamu di Indonesia, kamu bisa tinggal di sini. Nanti kakak yang akan minta Revan untuk menginap di rumah temannya..” Kata Nessa sambil tertawa. “Ah, kenapa begitu, Kak? Aku sama sekali tidak keberatan jika Revan tetap tinggal di sini” Kata Sania. “Kamu memang tidak keberatan, tapi keluarga yang lain akan tidak setuju. Atau begini saja, bagaimana jika kamu tinggal di rumah Renata? Dia juga seumuran denganmu, bukan?” Tanya Nessa. “Oh, baiklah, mungkin akan lebih baik jika aku tinggal di rumah Renata saja. Aku akan berbicara padanya nanti” Kata Sania. Renata juga adalah sepupu Revan. Usia Renata 4 tahun lebih tua dari Revan sehingga sekarang dia sudah bekerja dan memiliki rumah sendiri. “Baiklah, Sania.. kakak harus segera menemui tamu kakak yang lain. Sepuluh menit lagi acara pertunangan akan dimulai. Kakak harus menemui mereka dulu” Kata Nessa sambil kembali memeluk Sania. Ah, akhirnya Revan bisa kembali pada Kalila. “Revan! Gue mau ngomong sesuatu sama lo. Lo ada waktu?” Tanya Sania. Revan mengernyitkan dahinya. “Ada apa, San?” Tanya Revan dengan santai. “Kita ke tempat yang lebih sepi, boleh?” Tanya Sania. Revan sepertinya mengerti kemana arah pembicaraan ini. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan lalu menganggukkan kepalanya. Tidak pantas jika mereka membicarakan masalah pribadi di tengah pesta seperti ini. Sebelum melangkahkan kakinya Revan sempat menolehkan kepalanya dan menatap Kalila yang sekarang tampak sedang tertawa bersama dengan Dipta dan beberapa sepupunya yang lain. Iya, semua sepupu laki-lakinya pasti akan berbondong-bondong mendekati Kalila karena melihat kecantikan wanita itu. Ah, Revan harus segera kembali jika tidak ingin Kalila digoda oleh sepupunya. “Kenapa, San?” Tanya Revan begitu mereka sudah sampai di dekat kamar Revan. Sejujurnya Revan sudah tahu apa yang ingin Sania katakan, tapi tetap saja.. Revan harus tetap mengikuti apa yang Sania mau. Revan tidak ingin membuat keributan apapun. “Lo kok kayak nggak seneng sih pas lihat gue dateng?” Tanya Sania. Revan mengernyitkan dahinya. Apakah Revan memang terlihat seperti itu? Seingat Revan dia tadi langsung memeluk Sania ketika perempuan itu datang. “Lo ngomong apa sih? Gue senang, gila! Btw, lo masih lancar ngomong Indonesia ya?” Revan berusaha untuk tertawa pelan agar suasana di sekitar mereka jadi sedikit lebih santai. “Cewek tadi siapa?” Tanya Sania. Ah, benar rupanya. Sania memang akan terpengaruh dengan kehadiran Kalila. “Kalila? Kenapa emang?” Tanya Revan dengan santai. “Lo ninggalin gue, Van?” Tanya Sania balik. Revan rasanya ingin tertawa ketika dia mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Sania. Apa-apaan ini? Untuk apa Sania menanyakan sesuatu yang sama sekali tidak berguna? Revan akui jika beberapa tahun yang lalu dia memang menyukai Sania, mereka sangat dekat saat itu. Revan sebenarnya sudah lupa tentang bagaimana perasaannya, tapi saat itu Revan masih sangat muda, Revan mengira jika dia mencintai Sania. Entahlah, Revan sendiri tidak yakin apakah itu memang cinta. Tapi semuanya sudah benar-benar selesai. Sania sendiri sudah menerima hal itu karena memang dalam hubungan mereka di masa lalu, Sania adalah pihak yang berkontribusi dalam menghancurkan segalanya. Ah, seharusnya Revan sudah melupakan semuanya.. “San, gue anggep lo sebagai sepupu gue, nggak lebih dari itu” Kata Revan dengan pelan. “Tapi dulu nggak gini, Van..” Kata Sania. Revan mengendikan bahunya. Iya, dulu memang tidak seperti ini. Tapi apa yang terjadi di masa lalu tidak harus selalu sama dengan apa yang terjadi di masa sekarang. Revan dan Sania sudah selesai bahkan sebelum mereka memulai segalanya. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Kedatangan Sania ke Indonesia memang akan memperumit kehidupan Revan, tapi tentu saja Revan tidak bisa melarang Sania untuk kembali ke negara kelahirannya. Iya, awalnya Revan kira Sania sudah berubah, Revan kira Sania sudah menerima semuanya karena memang kesalahan dan kehancuran hubungan mereka disebabkan oleh Sania sendiri. “Gue nggak peduli sama masa lalu, San. Gue punya masa depan sekarang, dan masa depan gue jauh lebih baik dari masa lalu” Kata Revan dengan pelan. Revan memang masih menyayangi Sania, tapi hanya sebagai saudara saja. Sejak kecil Revan selalu ada di samping Sania, menjaga Sania seperti dia menjaga saudara perempuannya. Tentu saja Revan masih sangat menyayangi Sania, tapi rasa sayang itu tidak akan membuat Revan berpikir untuk kembali ke masa lalu. Revan punya masa depan yang tentu saja akan jauh lebih baik dari masa lalunya. “Dulu gue masih muda, Van. Gue masih nggak tahu mana yang baik dan mana yang salah. Gue kebingungan karena saat itu bokap sama nyokap lagi mau cerai” Kata Sania. Revan menatap Sania dengan pandangan iba. Iya, Sania memang harus menjalani kehidupan yang cukup rumit, tapi kesalahan yang Sania buat saat itu tentu saja tidak akan pernah bisa Revan maafkan.  “Lo masih muda? San, kita udah selesai dari lima tahun lalu. Gue pikir dengan pergi ke Belanda lo bisa semakin sadar kalo kita udah selesai. Lo tiga tahun di Belanda, kenapa lo tetep kayak gini?” Tanya Revan dengan pelan. “Lo nggak tahu gimana rasanya jadi gue. Di dunia ini, satu-satunya hal yang bikin gue tetep bertahan hidup adalah lo. Gue pengen perbaiki semuanya, Van..” “Nggak ada yang perlu diperbaiki. Gue udah bahagia sama kehidupan gue yang sekarang. Lo juga harus gitu, San. Lagian, lima tahun lalu lo udah 17 tahun, lo udah cukup ngerti dan paham kalo s*x bebas itu salah. Kenapa lo tetep lakuin itu?” Sungguh, ini sudah sangat keterlaluan. Seharusnya Revan tidak lagi mengungkit apa yang sudah terlanjur terjadi di masa lalu. Revan memejamkan matanya dengan pelan. Sepertinya Revan harus segera pergi dari sini jika dia tidak ingin kembali kehilangan kendali dan malah mengatakan hal-hal yang tidak baik. “Gue minta maaf. San, apapun yang terjadi di masa lalu, gue udah terima semuanya. Semua orang nggak ada yang tahu apa masalah kita, gue berusaha keras buat tutupin semuanya.. tapi please, jangan ganggu gue lagi sekarang. Lo bakal tetep gue anggep sebagai saudara, nggak akan pernah lebih dari itu” Kata Revan sambil melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Sania. Ketika sampai di dekat tangga, Revan menemukan kakaknya sedang menatap dirinya dengan pandangan tidak percaya. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Hancurnya hubungan asmara Revan dan Sania yang bahkan belum sempat dimulai itu memang membuat keluarga besar mereka bertanya-tanya tentang penyebabnya. Selama lima tahun ini Revan tetap bungkam karena dia memang tidak ingin membuat Sania disalahkan ataupun dipandang rendah oleh orang lain, tapi hari ini akhirnya kakaknya tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sudahlah, sekarang semuanya sudah membaik, kalaupun Nessa tahu apa yang terjadi, sepertinya tidak akan menimbulkan masalah. Akhirnya Revan memilih untuk tersenyum singkat dan melanjutkan langkahnya untuk berjalan ke arah kolam. Bersama dengan Kalila akan terasa jauh lebih menyenangkan. Tapi sayangnya, ketika Revan sudah semakin mendekat, Revan melihat dengan jelas jika sekarang Kalila sudah dikerubungi oleh beberapa sepupunya yang laki-laki. Ah, iya, Kalila memang seperti gula di tengah perkumpulan semut. Dengan langkah lebar dan wajah kesal, Revan mendekati Kalila dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang perempuan itu hingga membuat Kalila berjengkit kaget. “Eh, Revan? Kamu membuatku terkejut!” Kata Kalila dengan santai. Revan tersenyum singkat lalu kembali memberikan tatapan datar ke arah sepupunya. Sepertinya mereka langsung mengerti jika Revan sedang kesal, jadi satu per satu dari mereka langsung mengundurkan diri dan memilih untuk menatap Kalila dari kejauhan. “Dimana Sania?” Tanya Kalila dengan pelan. “Itu cewek kayaknya nggak suka sama Kalila, ya?” Tanya Dipta. Revan mengendikkan bahunya. Iya, sepertinya semua perempuan tidak ada yang menyukai Kalila karena Kalila terlalu cantik. Ya, lihat saja ke sekeliling mereka, jika tadi sepupu Revan yang laki-laki langsung mendekati Kalila, sepupu Revan yang perempuan tidak demikian. Mereka asyik membentuk kelompok untuk membicarakan Kalila sambil memberikan tatapan sinis kepada perempuan itu. Iya, memang semua seperti itu, ada juga yang menatap Kalila dengan pandangan kagum, tapi kebanyakan orang memilih untuk memberikan tatapan sinis kepada Kalila. “Semua cewek pada iri sama Kalila. Kalila cantik banget soalnya” Kata Revan sambil tertawa pelan. “Sania itu sepupu lo?” Tanya Dipta. Revan menatap Kalila. Sepertinya Kalila juga penasaran dengan status Sania. Baiklah, Revan bukan orang yang suka menyimpan rahasia seperti ini. Apalagi Kalila terlihat sangat ingin tahu tapi dia tidak berani bertanya.  “Dia sepupuku, Kalila. Aku dulu sempat hampir berpacaran dengannya. Tapi tidak jadi..” Kata Revan dengan pelan. Revan tahu jika Kalila jauh lebih membutuhkan penjelasan ini dibandingkan Dipta. Entahlah, Revan hanya merasa jika dia harus menjelaskan sesuatu kepada Kalila. “Apa? Dipta yang bertanya padamu, Revan” Kata Kalila dengan gugup. Revan tertawa pelan. Selain cantik Kalila juga sangat lucu. “Kamu tidak ingin tahu?” Tanya Revan. Kalila menolehkan kepalanya dengan cepat. Revan merasa jika jantungnya berhenti berdetak ketika bola mata Kalila menatapnya dengan serius. Beberapa detik kemudian Kalila tersenyum tipis. “Aku juga ingin tahu..” Kata Kalila dengan sangat pelan. “G-gue mau ambil minum dulu, deh..” Kata Dipta sambil melangkahkan kakinya dengan cepat untuk meninggalkan Revan dan Kalila.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD