Bab 30

1367 Words
“Kamu menyukai pesta tadi, Kalila?” Tanya Ilora begitu mereka sampai di rumah. Iya, pestanya sudah selesai. Pesta meriah itu memang hanya dihadiri oleh keluarga dan sahabat terdekat, tapi rumah Revan benar-benar dipenuhi oleh banyak orang karena ternyata Revan memiliki banyak sekali keluarga. “Iya, aku sangat suka. Aku berkenalan dengan beberapa keluarga Revan. Di sana juga ad Dipta, dia temanku di kampus” Kata Kalila dengan antusias. Kalila memang sempat mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari Sania, tapi Kalila akan mencoba untuk melupakannya saja. Fakta mengejutkan yang Revan ungkapkan tadi membuat Kalila banyak berpikir dan akhirnya mengambil sebuah kesimpulan. Sania mungkin masih terjebak dengan masa lalunya. Revan sendiri yang mengatakan jika mereka pernah hampir berpacaran, pasti Sania merasa tidak nyaman ketika melihat Revan bersama dengan Kalila. Iya, sebenarnya Kalila juga hanyalah teman Revan saja, tapi tadi Sania terlihat sangat tidak suka. Kemarin saat datang ke rumah sakit untuk menjenguk Raka yang masih tidak sadarkan diri, Kalila juga mendapatkan perlakuan yang sama. Sudahlah, seharusnya Kalila tidak perlu memikirkan hal seperti itu lagi. “Kamu terlihat sangat dekat dengan Revan. Apa benar jika kalian hanya berteman?” Tanya Ilora sambil ikut masuk ke dalam kamar Kalila. Kalila masih merasa canggung jika membicarakan sesuatu dengan Kenzo, tapi tidak dengan Ilora. Mungkin karena Ilora adalah perempuan sehingga Kalila merasa jika Ilora akan lebih mengerti akan apa yang Kalila rasakan. “Kami memang berteman” Kata Kalila dengan pelan. Kalila mengeluarkan ponselnya dan melihat dengan jelas jika beberapa detik yang lalu Revan baru saja mengirimkan pesan singkat kepadanya. Kalila tersenyum tipis lalu meletakkan ponselnya begitu dia selesai mengirimkan balasan untuk Revan. “Hanya teman?” Tanya Ilora lagi. Kalila menolehkan kepalanya dan menatap Kakaknya dengan pandangan kebingungan. Astaga, apa yang sedang Ilora katakan? Kalila tersenyum lalu menganggukkan kepalanya dengan pelan. Memangnya apa yang Ilora harapkan? “Kalian terlihat serasi dengan warna maroon. Jadi kalian hanya teman saja?” Tanya Ilora sekali lagi. Kalila tertawa pelan. Iya, dia juga tidak menyangka jika Revan akan menggunakan dasi berwarna maroon untuk terlihat serasi dengan gaun milik Kalila. “Kakak.. kenapa kakak terus bertanya seperti itu kepadaku? Kakak tahu sendiri jika aku dan Revan berteman. Memangnya apa yang kakak harapkan?” Tanya Kalila yang mulai kesal dengan Ilora. Kalila tahu jika Ilora sedang berusaha untuk menggoda dirinya. Tapi sungguh, ini bukan hal yang menyenangkan untuk dibicarakan. “Kalila, kakak juga seperti dirimu saat masih muda. Jadi jangan mencoba berbohong kepada kakak” Kata Ilora. Kalila memutar bola matanya sambil tertawa pelan. “Memangnya sekarang kakak sudah tua?” Tanya Kalila sambil tetap tertawa. Kalila mendengar suara ponselnya yang berdering dan menampilkan panggilan video dari Revan. Kalila menatap ponsel itu dengan terkejut. Astaga, di sini sedang ada Ilora. Kalila yakin jika kakaknya itu melihat siapa yang sedang menelepon Kalila. “Baiklah, Kalila.. kamu bisa sendirian sekarang. Tapi ingat, kamu harus menceritakan segalanya kepada kakak. Jika kamu tidak melakukan itu, Kakak akan mengatakan hal itu kepada Kenzo!” Kata Ilora sambil tertawa. Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan sambil menatap Ilora yang berjalan menuju ke arah pintu kamarnya lalu menutupnya begitu wanita itu keluar. Kalila meraih ponselnya, tapi ketika Kalila akan menjawab, panggilan itu tiba-tiba terputus. Baru beberapa detik berselang, Kalila kembali mendapatkan panggilan video dari Revan. Dengan cepat Kalila langsung mengangkat karena dia tidak ingin panggilan itu kembali terputus. “Ya, Revan?” Kalila melihat jika saat ini Revan sudah menggunakan pakaian santai seperti biasanya. Ah, Kalila masih belum mengganti gaun miliknya. “Apakah kamu baru sampai di rumah?” Tanya Revan. Kalila menganggukkan kepalanya dengan pelan. Sebenarnya Kalila tidak terlalu suka jika harus melakukan panggilan video seperti ini, tapi sudahlah.. Kalila tidak mungkin menolak panggilan Revan. Jujur saja Kalila lebih suka berbicara secara langsung atau menggunakan panggilan suara biasa. Kalila memang sedikit aneh, tapi begitulah dirinya. “Apakah aku mengganggumu, Kalila?” Tanya Revan lagi. Kalila langsung menggelengkan kepalanya. Astaga, Kalila sama seka tidak merasa terganggu dengan panggilan yang Revan lakukan. Selama ini Kalila sama sekali tidak memiliki teman yang akan menghubungi dirinya seperti yang dilakukan oleh Revan. Jujur saja, sekalipun tidak terlalu suka dengan panggilan video, Kalila tetap berusaha menikmati percakapan yang dia lakukan dengan Revan. “Tidak, Revan. Aku sama sekali tidak merasa terganggu. Oh iya, bagaimana keadaan rumahmu? Apakah semua tahu sudah pulang?” Tanya Kalila dengan pelan. Saat ini Revan sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih santai itu artinya semua tamu yang ada di rumah Revan sudah pulang. Ah, Kalila memang bodoh! Dia bertanya tanpa memikirkan jika jawabannya ada di depan matanya sendiri. “Hai, Kalila! Lo udah sampek rumah?” Kalila mendengar suara ribut-ribut dan beberapa detik kemudian layar ponselnya dipenuhi dengan wajah Dipta. Kalila tertawa pelan. Kalila tidak tahu jika sekarang Dipta menginap di rumah Revan. “Hai, Dipta. Iya, aku baru saja sampai di rumah..” Kata Kalila dengan ramah. “Lo apaan sih, b**o? Ganggu aja, anjing!” “Dih, gue cuma pengen ngomong sama Kalila!” “Udah sana pergi! Gue usir lo dari kamar gue kalo masih ganggu!” Kalila kembali tertawa ketika dia mendengar pertengkaran Revan dan Dipta. Mereka memang sahabat yang tidak pernah berhenti bertengkar. “Sorry, La. Di sini ada Dipta. Dia memaksa untuk menginap ” Kata Revan. Sebenarnya Kalila sama sekali tidak merasa terganggu dengan Dipta. “Tidak masalah, aku sama sekali tidak merasa terganggu, Revan..” Kata Kalila sambil tetap tertawa. “Kalila? Nanti jika sudah selesai, turun ke bawah sebentar, ya? Ada yang ingin kami bicarakan denganmu” Kata Ilora yang secara tiba-tiba membuka kamar Kalila. Kalila menatap kakaknya sebentar lalu menganggukkan kepalanya. Kalila tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Kakaknya. Iya, Kalila sangat tahu. “Ada apa, Kalila?” Tanya Revan. Kalila mengerjapkan matanya dengan pelan. Astaga, Kalila lupa jika sedang berbicara dengan Revan Kalila mencoba kembali memberikan senyuman. “Tidak, tidak ada apapun. Sepertinya ada hal penting yang ingin dibicarakan oleh kakakku. Hari ini kakakku pulang, dia tidak terlalu sering ada di rumah..” Kata Kalila sambil menatap Revan. “Kakak laki-lakimu?” Tanya Revan. Kalila menganggukkan kepalanya. “Iya, dia. Apakah tidak masalah jika kita mengakhiri panggilan ini? Kita bisa berbicara nanti saja?” Tanya Kalila sambil menatap Revan dengan pandangan tidak enak. Jujur saja Kalila sangat senang jika bisa berbincang dengan Revan, tapi saat ini ada hal penting yang memang harus segera dia bicarakan dengan kakaknya. “Oh, tentu saja, Kalila. Kita bicara nanti lagi. Baiklah, selamat malam, Kalila..” Kata Revan dengan pelan. *** “Apa yang terjadi, Kalila?” Tanya Kenzo. Kalila menundukkan kepalanya. Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan. “Kenzo..” Sepertinya Ilora tahu jika Kalila tidak akan bisa menjelaskan apapun kepada Kenzo. Iya, Kalila sama sekali tidak tahu harus mengatakan apa. Seumur hidup Kalila, dia sama sekali tidak bisa mengatakan apapun. Kalila hanya dipaksa untuk terus diam apapun keadaannya. Sekarang memang sudah ada Kenzo dan Ilora, tapi keadaan Kalila masih belum sepenuhnya baik-baik saja. “Jangan khawatir, kita akan menemui dokter Harmono besok. Kamu bisa mengatakan apapun padanya. Kamu mungkin tidak nyaman menceritakan semua kepada Kakak” Kata Kenzo dengan pelan. “Bukan begitu, Kak..” Jawab Kalila. Kalila sering merasa bersalah kepada kedua kakaknya. Sebelum Kalila datang, Ilora dan Kenzo pasti memiliki kehidupan yang sangat tenang tapi setelah Kalila datang, semuanya jadi berubah dengan total. Kalila banyak merepotkan kedua kakaknya dengan masalah yang dia miliki. “Lalu apa?” Tanya Kenzo dengan pelan. Kalila menggelengkan kepalanya. Setiap kali Kalila ingin mengatakan sesuatu, Kalila selalu teringat dengan hal-hal buruk yang selama ini dia terima. Kalila teringat pada keadaannya yang sekarat, sendirian di bawah tempat tidurnya. Kalila akan menangis semalaman tapi tidak ada satupun orang yang peduli. Kalila akan tetap sendirian, menikmati setiap rasa sakit yang menghancurkan tubuhnya hingga akhirnya dia tertidur. Entah itu tertidur atau dia pingsan, Kalila sama sekali tidak tahu. Semua trauma, rasa sakit, dan ketakutan itu masih terus menghantui Kalila hingga hari ini. “Kalila, kamu boleh menangis jika kamu memang ingin menangis. Ingat, jangan menahannya.. kamu harus mengungkapkan apapun yang kamu rasakan..” Kata Ilora sambil memeluk Kalila. Iya, sejak kecil Kalila terbiasa menyimpan semua yang dia rasakan sendirian. Kalila tidak memiliki siapapun.. Kalila memang tinggal bersama dengan ibunya tapi.. tapi justru wanita itulah yang menghancurkan hidup Kalila..  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD