Bab 48

1376 Words
Khansa melangkahkan kakinya dengan pelan untuk masuk ke dalam ruangan rumah sakit. Jujur saja Khansa sama sekali tidak menyangka jika dia kembali datang ke sini hanya untuk menemui seorang pria asing yang identitasnya belum dia ketahui. Ya, Khansa memang sedikit gila, tapi beginilah dirinya. Khansa sering melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. Setiap kali Khansa memiliki kesempatan maka Khansa akan melakukan apa saja agar dirinya tidak merasa kesepian. Selama ini Khansa adalah sosok yang sangat benci dengan kesendirian. Sayangnya, Khansa harus menerima fakta jika dalam hidupnya dia memang akan selalu sendirian. Tidak ada hal yang abadi di dunia ini begitu juga dengan keberadaannya. Khansa tidak tahu sampai kapan dia akan bertahan. Berbeda dengan Kyra yang tampak berambisi untuk membalaskan semua rasa sakitnya kepada Kalila dan Kalila yang selalu berusaha untuk menghancurkan Kyra, Khansa lebih santai. Khansa menjalani hidupnya seperti air yang mengalir. Jika memang harus ditakdirkan untuk pergi, maka Khansa akan pergi, tapi jika diminta untuk tetap bertahan, maka dengan cara apapun Khansa akan bertahan. Iya, bagi Khansa kesempatan hidupnya hanya sebuah permainan singkat yang akan berakhir dengan sangat mudah. Kadang Khansa ingin tertawa setiap kali menghadapi Kyra yang selalu emosi dan arogan. Kyra sangat suka melukai siapapun yang ada di sekitarnya termasuk dirinya sendiri. Semua itu terjadi karena adanya sebuah trauma di dalam pikiran Kyra. Kyra takut jika dia harus kembali menerima perlakuan kasar, oleh sebab itu sebelum dia diperlakukan dengan kasar, maka Kyra akan memperlakukan orang lain dengan kasar. Bodohnya, kadang Kyra tidak sadar jika dia malah menyakiti dirinya sendiri. Begitulah, Kyra yang tidak pernah bisa mengendalikan emosinya. Selama mengenal Kyra, Khansa tidak pernah melihat Kyra memiliki ambisi besar di dalam hidupnya. Kyra menemukan seseorang dan sekarang tampaknya Kyra sedang menyusun sebuah rencana untuk menghancurkan Kalila. Jujur saja Khansa tidak pernah ingin ikut campur masalah Kalila dan Kyra. Lagipula Khansa juga sama sekali tidak memiliki hak untuk hal itu. Iya, Khansa hanya merasa prihatin saja. Kyra dan Kalila sama sekali tidak pernah bahagia.. mereka berdua tidak pernah bahagia. “Lo? Lo dateng ke sini?” Khansa tersenyum sambil menganggukkan kepalanya dengan pelan. Tidak Khansa duga jika dia akan bertemu dengan pria yang dia cari. Ah, Khansa pikir dia akan kesulitan karena Khansa sama sekali tidak mengenal namanya. “Lo bawa g***a?” Tanya pemuda itu dengan cepat. Khansa menggelengkan kepalanya dengan pelan. Sebenarnya Khansa juga ingat akan permintaan yang dikatakan oleh pemuda itu, tapi entah kenapa Khansa malah meninggalkan g***a miliknya dengan sangaja. Ada sesuatu yang jauh lebih penting dibandingkan dengan g***a. Ya, ini adalah sebuah perasaan yang sangat tidak masuk akal, tapi memang beginilah adanya. Khansa menghembuskan napasnya dengan pelan. Khansa memang baru satu kali bertemu dengan pemuda ini, tapi Khansa merasa ada sesuatu yang membuatnya merasa tertarik. Bukan, tentu saja bukan karena pria ini tampan atau sejenisnya. Jujur saja Khansa memiliki puluhan pria yang jauh lebih tampan dibandingkan dengan pria ini. Entahlah, ada sesuatu yang membuat Khansa ingin kembali datang ke sini dan menemuinya. Khansa masih belum menemukan penjelasan yang tepat atas perasaan aneh yang dia miliki saat ini. “Kenapa? Gue bilang sama lo kalo gue mau minta g***a” Kata pemuda itu. Khansa mengendikkan bahunya dengan santai. Sudah lama Khansa berteman dengan g***a dan yang lainnya. Khansa selalu merasa kesepian, dia merasa sendirian jadi Khansa mencari pelarian yang bisa membuat dirinya merasa jauh lebih tenang. Iya, Khansa sangat tahu jika perilakunya sangat merugikan orang lain. Tapi mau bagaimana lagi? Khansa tidak bisa mengatasi perasaan di dalam dirinya yang terus merasa kesepian karena sekalipun dia sedang berada di dalam keramaian, Khansa akan tetap sendirian. “Bukannya lo ke sini karena mau sembuh?” Tanya Khansa dengan santai. Pemuda itu tampak menatap Khansa dengan pandangan kesal. Ya, terserah.. Khansa memiliki hak untuk memutuskan apakah dia akan membawa g***a atau tidak. Masalahnya, ada banyak sekali orang di sini yang mengenal Khansa. Khansa tidak ingin membuat masalah sehingga nanti akhirnya dia diusir dari tempat ini. Iya, begitulah.. Khansa menganggukkan kepalanya lalu tersenyum dengan manis ketika ada seorang perawat laki-laki yang berjalan melewati dirinya. Begitulah Khansa. Khansa suka tersenyum kepada semua orang, Khansa suka menarik perhatian mereka. Khansa sangat suka menjadi pusat perhatian. “Lo nggak tahu apapun..” Kata pemuda itu. Khansa menganggukkan kepalanya dengan pelan. Iya, dia memang benar. Khansa sama sekali tidak mengetahui apapun. Tapi bukankah tidak ada salahnya jika sekarang dia mulai menceritakan apa yang terjadi? “Emang lo kenapa?” Tanya Khansa dengan santai. “Lo mau tahu? Lo sendiri kenapa di sini?” Tanya pemuda itu. Khansa mengendikkan bahunya. Pada kenyataannya, kali ini Khansa datang karena dia ingin mengunjungi pemuda ini. Sungguh hal yang sangat menggelikan. Memang begitulah kenyataannya. “Mau ketemu lo?” Jawaban Khansa terdengar seperti sebuah pertanyaan karena Khansa sendiri masih merasa tidak yakin dengan apa yang dia lakukan di tempat ini. Kenapa Khansa datang ke sini? Kenapa Khansa menemui seorang pria asing yang bahkan belum dia ketahui namanya? Ada banyak hal yang membuat Khansa jadi tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Yang pertama, saat Khansa meminta pemuda ini mengurungkan niatnya untuk melakukan bunuh diri. Lalu yang kedua, ketika Khansa dengan sengaja membuat rencana untuk datang ke sini. Iya, apa yang sebenarnya Khansa inginkan? Berteman? Atau sesuatu yang lain? “Gue orang gila. Gue juga nggak kenal sama lo..” Kata pemuda itu. Khansa tertawa pelan. Ah, Khansa memang sedikit aneh. “Nama gue Khansa. Lo?” Tanya Khansa. Tidak ada salahnya mereka saling mengenal bukan? Lagipula untuk yang pertama kalinya Khansa datang menemui seorang pria secara sengaja. “Raka” Khansa menganggukkan kepalanya. “Lo kenapa masih di sini? Lo nggak pengen sembuh?” Tanya Khansa dengan pelan. Semua manusia memiliki masalah dalam kesehatan mental mereka. Hanya saja, ada yang terlihat dengan jelas dan ada yang tidak terlihat. Khansa sekarang bisa melihat dengan jelas jika Raka tidak baik-baik saja. Ah, apakah Raka adalah salah satu korban toxic relationship? Sebenarnya hubungan seperti itu memang benar-benar nyata. Ada beberapa orang yang memilih untuk tetap tinggal di dalam hubungan tidak sehat karena mereka tidak tahu bagaimana caranya keluar. Ada rasa takut yang terus menghantui, juga perasa khawatir karena tidak ingin kehilangan. Dari cerita yang Raka katakan secara singkat saat pertama kali mereka bertemu, sepertinya Raka adalah salah satu korban toxic relationship. “Lo pikir gampang sembuh dari penyakit mental?” Tanya Raka. Khansa mengendikkan bahunya. Sampai saat ini Khansa juga tidak tahu karena Khansa tidak pernah mencoba untuk sembuh. Ya, mau bagaimana lagi? Kesenangan Khansa akan hilang jika penyakit mental Khansa sembuh. “Susah, ya?” Tanya Khansa sambil tertawa pelan. “Lo kenapa dateng ke sini? Lo bahkan nggak bawa g***a yang gue minta. Jadi kenapa lo ke sini?” Tanya Raka. Khansa tertawa pelan. Memangnya apa yang bisa g***a lakukan? Raka akan tetap mendapatkan masalah jika dia menggunakan g***a. Ya, Khansa tahu jika g***a tidak akan bisa mengubah apapun. Khansa sangat mengerti jika selama ini dia terus melakukan sesuatu yang tidak berguna. Tapi sejak awal kedatangannya, Khansa memang tidak berguna sama sekali. “Gue udah bilang kalo gue mau ketemu lo” Kata Khansa sambil tertawa dengan pelan. Ya, mau bagaimana lagi? Dua orang gila ini bertemu dengan cara yang begitu menyenangkan. Khansa sama sekali tidak menyangka jika dai datang ke sini hanya untuk menemui Raka. “Oke” Jawab Raka. “Lo suka mabuk? Gue nggak punya temen buat keluar nanti malem. Lo mau ikut?” Tanya Khansa. Raka menatap Khansa dengan pandangan tidak percaya. Pria itu tertawa pelan, sepertinya sama sekali tidak menyangka dengan pertanyaan yang Khansa berikan. “Gue nggak akan bisa keluar, anjing!” Kata Raka. Khansa mengangkat sebelah alisnya. Memangnya Raka sama sekali tidak bisa keluar? Astaga, dia pasti semakin gila karena dikurung di tempat ini tanpa bisa melihat dunia luar. Apa yang bisa Khansa lakukan untuk membantu Raka? “Tapi lo suka minum?” Tanya Khansa. “Dulu suka, sekarang udah nggak pernah lagi.. gue pengen sembuh sebenernya, tapi kayaknya sulit banget” Kata Raka. Khansa menganggukkan kepalanya. Ya, jika Raka memang ingin sembuh, Khansa akan menghormati keputusannya. Oh, tapi kenapa dia malah meminta g***a pada Khansa? Dasar tidak jelas! “Lo sakit apa? Kenapa sering ke sini?” Tanya Raka. Khansa mengendikkan bahunya. Memangnya Khansa sakit apa? “Gue juga nggak tahu. Tapi kapan-kapan gue bakal cerita sama lo..” Kata Khansa dengan santai. Raka menganggukkan kepalanya dengan pelan.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD