Bab 14

1287 Words
“Anak-anak pada party di club. Lo pada mau ikut nggak?” Tanya Dipta sambil menatap layar ponselnya. Revan mengangkat kepalanya. Astaga, Dipta dan Raka ternyata belum sembuh dari penyakit lama mereka. Kedua sahabatnya itu memang sangat suka berpesta dan mabuk-mabukan tidak jelas. Sebenarnya dulu Revan juga pernah melakukan hal yang sama, tapi kemudian Revan memutuskan untuk keluar dari dunia itu. Revan tidak ingin menghancurkan tubuhnya dengan terus mengkonsumsi minuman keras. Banyak orang yang datang ke rumah sakit untuk berobat agar tubuh mereka tetap sehat, tapi orang-orang yang sehat malah menghancurkan tubuh mereka sendiri. “Gue pengen ikut sebenernya. Gue pengen mabuk terus bebas dari semua ini” Kata Raka dengan pelan. “Makanya sembuh, b**o! Lo pikir gue nggak sumpek nugguin lo di sini terus?” Kata Dipta dengan kesal. Sejujurnya Revan tahu jika Dipta hanya bergurau saja. Iya, di dalam pertemanan seorang laki-laki mengatakan hal yang menyakitkan seperti ini memang sangat biasa dilakukan. Tidak akan ada yang tersinggung karena mereka semua tahu, ini hanya lelucon saja. “Lebih sumpek lagi kalo ada Aira” Kata Revan dengan enteng. Dipta tertawa pelan dan menyetujui apa yang Revan katakan. Sekalipun Dipta menyukai Aira, pemuda itu tetap saja bisa menyembunyikan perasaannya dengan terus mengatakan betapa kesalnya dia kepada kekasih Raka itu. Revan benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran kedua sahabatnya ini. Yang satu harus terjebak dengan kekasihnya yang begitu posesif, lalu yang satu lagi menyukai kekasih sahabatnya sendiri padahal dia tahu betapa buruknya perilaku perempuan itu. Ya, Revan tidak bisa menyalahkan Dipta ataupun Raka yang sangat memuja Aira. Sebenarnya perempuan itu memang cukup cantik, tapi tentu saja Revan tidak akan tertarik dengannya. Sudah cukup Dipta dan Raka saja yang menyukai Aira, Revan tidak ingin melakukan hal yang sama, “Aira katanya mau ke sini. Kalo kalian berdua nggak mau ketemu, mending cepetan balik sekarang” Kata Raka. Sejujurnya mereka semua sudah terbiasa dengan sikap Aira yang kadang memang sedikit menyebalkan. Iya, tapi jika ada kesempatan untuk menghindari perempuan itu, tentu saja Revan tidak akan melewatkan kesempatan emas itu. “Mending lo ikut gue dulu, Van. Gue mau ke Party bentar sama anak-anak” Kata Dipta sambil menatap Revan. Jika dulu Revan mendengar ada yang berpesta, tentu saja Revan akan langsung datang tanpa pikir dua kali. Iya, tapi sekarang semuanya berbeda. Revan tidak akan melakukan kebodohan yang sama seperti dulu. “Gue mau pulang aja, deh..” Kata Revan dengan pelan. “Dih, lo cupu banget sekarang? Ayo ikut gue, nggak perlu minum-minum deh.. janji gue” Kata Dipta dengan pelan. Revan menggelengkan kepalanya dengan cepat. Revan tidak akan percaya jika Dipta mengatakan dia tidak ingin minum-minum. Hei, memangnya apa yang akan dilakukan di pesta jika mereka tidak minum-minum? Bermain kelereng? “Enggak, gue nggak ikut. Mau pulang aja gue” Kata Revan dengan tenang. “Jangan gitu dong, Van. Biasanya Dipta party sama gue, kalo dia sendirian, bisa diembat janda nanti..” Kata Raka dengan santai. Revan menghembuskan napasnya dengan kesal. Jujur saja Revan sudah berusaha untuk tidak peduli pada apa yang akan terjadi ketika Dipta datang ke pesta itu. Iya, tentu saja Dipta bisa melakukan apapun yang dia mau karena dia sudah dewasa. Dipta tahu mana yang benar dan mana yang salah. Tapi, ketika memikirkan banyaknya hal buruk yang mungkin akan menimpa Dipta jika Revan tidak ikut ke sana, pada akhirnya membuat Revan harus menganggukkan kepalanya dengan pasrah. Sudahlah, ini sama sekali tidak bisa dihindari. Lagipula Revan juga hanya akan diam saja di sana. Biasanya Dipta akan datang bersama dengan Raka jadi mereka bisa saling menjaga. Sekarang Keadaan Raka masih belum baik-baik saja, dia mungkin baru bisa pulang ke rumah dua hari lagi. “Ya udah, ayo” Kata Revan dengan kesal. *** Revan akhirnya menemukan satu tempat duduk yang sedikit jauh dari kerumunan teman-temannya yang sedang asyik berpesta minuman keras. Ya, Revan memang sudah lama menjauhi dunia malam seperti ini, sekarang Revan harus kembali datang ke club untuk mengantar Dipta yang sedikit tidak waras itu. Ya, mau bagaimana lagi? Raka memang tidak bisa mengantarkan Dipta sehingga mau tidak mau harus Revan yang datang ke sini untuk mengawasi pemuda itu. Revan sudah sempat menyapa beberapa teman kuliahnya yang juga ada di pesta ini. Begitulah pemuda zaman sekarang, sangat suka berpesta seperti ini. Jujur saja Revan juga sering merindukan masa dimana dia bebas melakukan apapun. Saat itu Revan masih duduk di bangku SMA. Revan juga sama saja dengan teman-temannya yang suka mabuk-mabukan. Tapi sekarang semuanya sudah berubah. Revan tidak akan menyentuh minuman keras lagi. Hidupnya terlalu berharga untuk dirusak dengan cara seperti itu. “Lo beneran nggak mau minum?” Tanya Dipta yang tampaknya suda setengah tidak sadar. Dipta berjalan ke arah Revan lalu duduk di sofa yang ada di depannya. Ya, benar, tujuan mereka datang ke sini adalah untuk menikmati pesta, tentu saja Dipta tidak akan melewatkan kesempatan untuk minum. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan lalu menggelengkan kepalanya. Tidak, Revan sudah bertekat untuk mengubah kehidupannya yang lama. Saat ini Revan datang ke sini hanya untuk menemani Dipta saja. Revan tidak akan melakukan hal-hal yang sudah lama dia tinggalkan. Ya, datang ke tempat ini memang kesalahan yang besar. Revan sempat merasa tergoda untuk kembali menikmati minuman keras. Tapi tentu saja Revan tidak akan mengikuti nafsunya. Revan yang harus berkuasa atas hidupnya, jadi Revan akan tetap menjaga tubuhnya. Jangan sampai dia jatuh ke lubang yang sama. Revan pernah melakukan kesalahan, tapi tentu saja Revan tidak akan kembali melakukan hal yang sama. “Udah selesai? Gue mau pulang aja” Kata Revan dengan sedikit lebih keras. Dentuman musik di tempat ini membuat suara mereka jadi tidak terdengar dengan jelas. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan ketika ada seorang wanita yang dengan terang-terangan melemparkan tatapan menggoda ke arahnya. Oh ya ampun, apa-apaan tempat ini? Kenapa dulu Revan bisa menikmati malamnya di tempat ini? “Eh gila, ini belom ada jam 12. Jangan pulang dulu elah!” Kata Dipta dengan sedikit meracau. Jika orang tua Dipta tahu apa yang dilakukan oleh anak sulungnya, sudah jelas mereka akan sangat marah. Ya, Dipta memang berasal dari keluarga yang baik-baik. Ayahnya Dipta bahkan seorang psikiater yang nanti akan menangani masalah kejiwaan Raka. Dipta lahir dan dibesarkan di keluarga yang baik-baik tapi dia malah melemparkan dirinya ke tempat yang sedikit salah. Entahlah, mungkin seiring dengan berjalannya waktu Dipta juga akan segera berubah. Sebagai seorang teman, Revan akan dengan senang hati membantu Dipta untuk lepas dari semua ini. “Lo nggak tahu gimana kakak gue? Gue mau pulang aja, gila! Udah ayo pulang!” Kata Revan sambil bangkit berdiri. Ketika Revan akan segera menyeret Dipta untuk keluar dari tempat terkutuk ini, ada sebuah bayangan tidak asing yang masuk ke dalam penglihatan Revan. Tunggu dulu, Revan mengenal seorang wanita yang saat ini sedang menggerakkan tubuhnya dengan lihai di lantai dansa. Tidak, ini pasti tidak mungkin. Revan mengenal wanita itu sebagai seorang wanita yang lemah lembut, bagaimana mungkin dia bisa ada di sini? Kalila. Iya, Revan tidak mungkin salah lihat. Wanita yang tampak tertawa sambil berdansa dengan seorang pria itu pasti Kalila. Astaga, seharusnya Revan tahu jika Kalila bukan wanita yang benar-benar lugu. Hanya dari caranya bicara saja Revan langsung memberikan Kalila penilaian yang sangat baik, tapi ternyata semua itu adalah kebohongan. Apa yang saat ini Revan lihat, itulah kebenarannya. Revan benar-benar menahan napasnya ketika wanita itu kini menatap matanya. Iya, Kalila benar-benar menatap Revan tapi tampaknya dia sama sekali tidak terkejut. Kalila malah memberikan senyumannya dan kembali melanjutkan tariannya seakan dia sama sekali tidak peduli dengan keberadaan Revan. Apa-apaan ini? Jadi inilah wajah Kalila yang sebenarnya? Ya, ampun seharusnya Revan sudah tahu jika Kalila hanya berpura-pura. Saat pertama mereka bertemu, saat Kalila akan mengakhiri hidupnya sendiri, saat itu saja sifat Kalila sudah sangat berbeda. Seharusnya Revan sudah merasa curiga. Baiklah, sekarang Revan tahu bagaimana sifat Kalila yang sebenarnya.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD