Bab 40

1575 Words
Revan kembali mendapatkan sebuah kejutan yang sangat menyebalkan. Ya, saat ini Revan sedang berjalan menuju ke mobilnya, tapi ada hal buruk yang terjadi. Di atas kap mobilnya, Kyra sedang duduk dengan santai. Sial, ini sudah sore, Revan harus segera menemui Kalila karena seharian ini Kalila sama sekali tidak bisa dihubungi. Nanti malam Revan juga harus bertemu dengan Raka. Ah, Revan sama sekali tidak memiliki waktu jika saat ini dia harus berhadapan dengan Kyra. Untungnya posisi Kyra membelakangi Revan sehingga perempuan itu sama sekali tidak tahu jika sekarang Revan sudah ada di dekatnya. Baiklah, sepertinya tidak masalah jika sekarang Revan harus menggunakan angkutan umum lagi. Biarkan saja mobilnya ada di kampus hingga besok pagi. Tidak akan ada yang bisa mencuri mobil itu. Revan akhirnya buru-buru meninggalkan daerah parkiran mobil karena dia sama sekali tidak ingin berurusan dengan Kyra yang menyebalkan itu. “Van!” Jujur saja Revan sangat terkejut ketika Dipta memanggil dirinya dengan sangat keras. Dipta bahkan sampai berlari ke arahnya seakan ada sesuatu yang darurat. “Apaan?” Tanya Revan dengan cepat. Untung saja Revan sudah jauh dari area parkiran mobil. Ah, lagipula, dari mana Kyra tahu mobil Revan? Bagaimana dia bisa menemukan mobil Revan di tengah banyaknya kendaraan mahasiswa yang lain? “Raka, anjing!” Revan mengernyitkan dahinya. Ada apa dengan Raka? Belakangan ini topik tentang Raka jadi sedikit sensitif untuk mereka berdua. Iya, Raka adalah sahabatnya, Revan sering kali merasa khawatir dengan keadaan Raka yang saat ini sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit orang tua Dipta. “Kenapa?” Tanya Revan dengan cepat. “Itu anak gila! Dia lagi pake g***a di roof top. Ada perawat yang nemuin dia di sana..” Kata Dipta. Revan membelakkan matanya. Astaga, apa yang dilakukan oleh Raka? Kenapa dia bisa mendapatkan g***a? Yang Revan tahu, rumah sakit itu sangat ketat. Kenapa Raka bisa membawa g***a ke sana? Memangnya sejak kapan Raka menggunakan g***a? Jujur saja saat ini pikiran Revan sedang sangat kacau. Revan ingin menemui Kalila dan memastikan keadaan perempuan itu, tapi semua hal di sekitar Revan seakan melarang Revan untuk menemui Kalila. Oh sungguh, Revan tahu jika keadaan Raka sedang tidak baik-baik saja. “Raka bilang sama bokap gue, dia udah mau bunuh diri di roof top, tapi ada cewek yang bikin dia nggak jadi lompat. Katanya g***a itu juga dari dia” Kata Dipta dengan cepat. Tunggu dulu, apa yang sedang dikatakan oleh Dipta? Revan sungguh tidak mengerti. Kenapa Raka akan mencoba bunuh diri lagi? Raka sudah mengatakan sendiri jika dia menyesal melakukan percobaan bunuh diri, lalu kenapa dia mengulangi kesalahannya lagi? Orang tua Raka tidak akan peduli pada apa yang Raka lakukan. Kenapa Raka tidak juga mengerti akan hal itu? “Kok bisa, anjing?!” Tanya Revan dengan cepat. “Gue nggak tahu. Mending kita ke sana sekarang. Gue udah telepon Aira juga” Kata Dipta. Revan mengusap wajahnya dengan kasar. Apa lagi ini? Kenapa semua masalah terjadi di waktu yang hampir bersamaan? Saat ini di parkiran sedang ada Kyra, Revan tidak akan mungkin datang ke sana. “Lo bawa mobil nggak?” Tanya Revan dengan cepat. “Bawa. Kenapa?” Tanya Dipta. Revan menganggukkan kepalanya dengan pelan. Baiklah, setidaknya mereka memiliki kendaraan yang bisa digunakan untuk datang ke rumah sakit. Masalahnya mobil Revan tidak akan bisa digunakan karena Revan sama sekali tidak ingin berurusan dengan Kyra. “Di parkiran ada Kyra. Gue nggak bia ke sana. Mending sekarang lo ambil mobil lo, gue tungguin di depan.” Kata Revan dengan cepat. Dipta terlihat terkejut dengan apa yang Revan katakan. Baiklah, ini memang bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan keadaan yang ada. Revan dan Dipta harus cepat sampai ke rumah sakit dan melihat apa yang sebenarnya terjadi kepada Raka. “Oke, lo tunggu di depan” Kata Dipta dengan cepat. *** Revan dan Dipta saat ini sedang ada di ruangan ayahnya Dipta. Mereka mendengar sendiri penjelasan yang diberikan oleh ayahnya Dipta karena memang tidak ada wali untuk Raka. Harus ada seseorang yang mendengarkan penjelasan tentang keadaan Raka saat ini, jadi seperti biasanya, Revan dan Dipta yang akan bertanggung jawab. “Apa nggak ada yang lihat kalau Raka keluar dari kamarnya, om?” Tanya Revan sambil menatap dokter Harmono, ayahnya Dipta. Revan sejak tadi masih belum bisa bertemu dengan Raka karena begitu sampai di rumah sakit, Dipta langsung mengajak Revan untuk menemui ayahnya. Jujur saja Revan sama sekali tidak memiliki pengalaman dengan dunia seperti ini. untung saja ayahnya Dipta adalah seorang dokter kejiwaan. “Sebenarnya ada yang melihat, tapi tadi Raka berada di taman. Semua pasien di sini memang boleh berjemur ketika pagi, Revan. Itu baik untuk diri mereka. Hari ini Raka ada jadwal pemeriksaan dan terapi, tapi dia tidak datang. Akhirnya ada perawat yang mencarinya, dia ada di lantai paling atas. Yang sedikit mengejutkan adalah dia sedang menghisap g***a” Kata dokter Harmono. Revan menganggukkan kepalanya dengan pelan. Sebenarnya siapa yang memberikan Raka g***a? Siapa orang di rumah sakit ini yang bisa membawa g***a? Apakah mereka sesama pasien atau dia hanya seorang pengunjung? “Siapa yang kasih dia g***a, Pa?” Tanya Dipta. Pertanyaan Dipta adalah pertanyaan yang sekarang ada di kepada Revan. Kenapa bisa ada g***a di dalam rumah sakit seperti ini? “Ini memang kelalaian rumah sakit, ada orang yang membawa g***a tapi tidak ada yang tahu identitasnya karena kebetulan sekali kamera pengawas di tangga atas dan di lantai atas sedang rusak. Masih dalam tahap perbaikan jadi tidak ada yang tahu siapa yang ada di lantai atas” Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Astaga, ini adalah hal yang sangat buruk. Raka seharusnya tidak menghisap g***a, itu akan membuat dirinya jadi bertambah buruk. “Hal kayak gini harusnya nggak terjadi, Pa. Gimana kalau Raka akhirnya bunuh diri? Aku harus gimana kalau tahu rumah sakit ini lalai dalam menjaga temanku?” Tanya Dipta. Revan menyentuh bahu Dipta untuk menenangkan temannya itu. Iya, ini memang keadaan yang sangat buruk, tapi menyalahkan ayahnya sendiri juga tidak akan membuat keadaan jadi baik, Dipta harus tahu akan hal itu. “Maaf sekali, hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Kamera pengawas memang sedang dalam tahap perbaikan, hal ini tidak akan terjadi lagi.” Kata dokter Harmono. “Bagaimana keadaan Raka sekarang, om? Apakah dia mengatakan sesuatu tentang kejadian hari ini? Maksud saya, apakah dia melakukan percobaan bunuh diri karena orang tuanya lagi?” Tanya Revan dengan tenang. Sebenarnya Revan juga sudah menebak jika Raka kembali melakukan percobaan bunuh diri karena orang tuanya, tapi Revan tetap ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Saat ini Raka sama sekali tidak boleh memegang ponsel. Raka hanya bisa menghubungi orang-orang terdekatnya dengan telepon yang disediakan oleh rumah sakit. Ya, tahap pertama dalam penyembuhan ini memang hanya dengan mengambil ponsel dan membatasi pasien untuk berselancar di media sosial. Kadang media sosial memang membuat keadaan seseorang jadi semakin buruk. Orang-orang yang tidak dikenal bisa saja menjadi penyebab utama dalam masalah kesehatan mental. Oleh sebab itu, ponsel Raka diambil oleh rumah sakit. Raka hanya bisa menghubungi orang-orang yang nomornya sudah terdaftar di rumah sakit ini. Untuk Raka, Dipta hanya mendaftarkan nomornya dan nomor Revan saja. Jadi, tidak mungkin jika ini masalah orangtuanya lagi, bukan? “Ada informasi dari bagian resepsionis jika ada seorang perempuan yang datang untuk menjenguk Raka kemarin malam. Sepertinya.. tunggu sebentar, ah, ya.. namanya adalah Aira. Apakah kalian mengenal dia?” Tanya dokter Harmono. Ah, Aira. Apa yang terjadi sekarang? Apakah mereka berdua bertengkar? Revan ingat jika Dipta mengatakan bahwa Aira tidak suka bila Raka dirawat di rumah sakit ini. Astaga, apakah ada sesuatu diantara Raka dan Aira? “Aira? Papa nggak salah denger ‘kan?” Tanya Dipta. Tampaknya Dipta sangat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya. Revan memejamkan matanya dengan pelan. Jika ini semua memang disebabkan oleh Aira, sepertinya Raka memang harus mengakhiri hubungannya yang toxic itu. Tidak akan ada gunanya jika bertahan di dalam hubungan yang tidak sehat. “Dipta, kamu pikir Papa main-main dengan pasien Papa? Tidak ada yang salah. Kemarin ada perawat yang mengatakan jika ruangan Raka sangat berantakan setelah perempuan itu menjenguknya. Sepertinya mereka bertengkar. Hari ini adalah jadwal pemeriksaan dan terapi Raka, Papa belum sempat bertanya lebih lanjut kepada Raka” Kata Dokter Harmono. Astaga, sepertinya ini memang tentang Aira. Baiklah, Revan memang harus menasehati Raka setelah ini. Aira kadang memang terlalu banyak mengatur. Selama ini Revan mewajarkan sifat Aira yang menyebalkan itu karena Revan pikir Raka sangat menyayangi Aira dan Raka juga terlihat bahagia dengan Aira. “Aira? Gue udah terlanjur telepon dia, Van. Gimana ini?” Tanya Dipta. Revan menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Apakah sebaiknya Raka tidak bertemu dengan Aira dulu, om?” Tanya Revan. “Tidak ada yang bisa menemui Raka sekarang. Dia sedang ada terapi, dia akan selesai satu jam lagi. Setelah itu kalian baru bisa bertemu dengan Raka. Kalau bisa, tanyakan dulu padanya apakah dia ingin bertemu dengan Aira atau tidak. Revan, Raka itu memiliki masalah dengan orang di sekitarnya, kita harus berusaha untuk mendamaikan dirinya, bukan membuat Raka menghindari orang-orang di sekitarnya” Kata Dokter Harmono. Revan menganggukkan kepalanya dengan pelan. Sepertinya membawa Raka ke tempat ini adalah ide yang sangat baik. Raka pasti akan segera sembuh dengan banyaknya metode yang dia lewati selama tinggal di tempat ini. “Gimana kalau Raka tambah buruk karena ketemu sama Aira?” Tanya Dipta dengan pelan. “Kita harus pisahkan mereka kalau begitu, tapi nanti kita buat mereka kembali bertemu. Kita harus mendamaikan Raka, Dipta. Bukan membuat Raka jadi menjauhi semua orang” Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Semoga saja mereka semua berhasil untuk mendamaikan Raka dengan sekitarnya.          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD