Bab 57

1699 Words
“Lo dateng lagi? Gila! Nggak nyangka gue!” Kata Raka sambil tertawa pelan ketika dia melihat Khansa masuk ke dalam ruangannya sambil membawa dua kardus makanan ringan. Raka langsung duduk di sofa yang ada di dalam ruangannya ketika melihat Khansa yang kembali mengunjungi dirinya. Khansa bahkan jauh lebih sering berkunjung dibandingkan dengan Aira. Iya, Raka sangat tahu jika Aira pasti sangat sibuk saat ini, tapi tidak bisakah perempuan itu sekedar menjenguk Raka hanya dalam beberapa menit saja? “Lo janji sama gue kalo lo bakal sembuh dua minggu lagi. Gue nggak sabar. Gue bawa makanan buat lo. Gue nggak tahu lo suka apa enggak, tapi kalo lo nggak suka, tetep makan aja biar gue seneng” Kata Khansa dengan santai. Raka tertawa pelan ketika mendengar apa yang Khansa katakan. Astaga, kenapa perempuan ini sangat asik sekali? Mereka baru saja dekat selama beberapa hari ini, tapi kenapa dia sangat rajin mengunjungi Raka? Ya, sebenarnya Raka juga senang jika ada yang datang mengunjunginya. Raka sering merasa bosan jika dia harus kembali sendirian setelah terapi dan konsultasi. Raka membutuhkan seseorang yang akan mengajak dirinya berbicara agar pikirannya kembali tenang. “Pasti gue makan. Gue seneng ada yang dateng ke sini” Kata Raka sambil menatap Khansa. Khansa tertawa pelan lalu mengeluarkan rokok dari dalam tas miliknya. Raka tidak menyangka jika dia akan menemukan perempuan seperti Khansa di rumah sakit ini. sebenarnya kenapa Khansa datang ke tempat ini? Apakah Khansa juga mengalami masalah kejiwaan seperti Raka? Mungkin saja begitu, tapi keadaan Khansa masih lebih baik sehingga dia bisa bisa melakukan penyembuhan sendiri di rumahnya. Kadang Raka berharap jika kehidupannya tidak seburuk ini. Maksud Raka, keluarganya berantakan, hubungan percintaannya juga tidak kalah buruk, lalu Raka harus tinggal di tempat ini sendiri. Apakah Raka tidak pantas mendapatkan kehidupan yang layak? Raka tahu jika semua orang pasti memiliki masalah mereka sendiri. Raka adalah salah satu orang yang tidak beruntung karena Raka tidak sanggup menghadapi masalahnya, Raka berusaha untuk tetap bertahan, tapi Raka tidak sanggup. Raka memang sangat menyedihkan. Apa yang harus Raka lakukan sekarang? Tetap berada di rumah sakit ini sambil menunggu kesembuhannya? Dunia Raka sedang berhenti berputar saat ini. Orantuanya sama sekali tidak peduli dengan keadaan Raka. Mereka sibuk mencari kesenangan mereka sendiri tanpa tahu jika saat ini Raka sedang hancur karena perbuatan mereka. Ada banyak anak yang menjadi korban keegoisan orangtuanya sendiri, tapi kenapa harus Raka yang menjadi salah satunya? Sungguh menyedihkan. “Pacar lo masih belum dateng?” Tanya Khasa sambil membuka kotak makanan yang dia bawa lalu mulai memakan isinya sendiri. Astaga, bagaimana mungkin Khansa bisa makan sambil merokok seperti itu? Jika dilihat, Khansa sepertinya memiliki kehidupan yang sangat baik. Khansa seperti tidak punya masalah apapun karena dia terlihat sangat santai. Lalu kenapa saat itu Khansa bisa bertemu dengan Raka di roof top rumah sakit? “Dia kayaknya masih marah sama gue. Udah biasa kami kayak gini. Lo punya pacar nggak?” Tanya Raka. Khansa mengangkat kepalanya dan menatap Raka sejenak. “Gue? Gue nggak butuh pacar. Gue butuh cowok buat nemenin gue party” Kata Khansa sambil tertawa dengan keras. Raka sama sekali tidak percaya jika Khansa akan memberikan jawaban seperti itu. Khansa terlihat seperti seorang perempuan bebas yang sangat tidak menyukai hubungan percintaan yang terlalu serius. Iya, Raka dulu juga berpikir jika sebaiknya dia tidak terlalu serius dengan satu perempuan saja karena nantinya hubungan asmara hanya akan membuat Raka jadi berada di dalam masalah yang rumit. Sayangnya, ketika bertemu dengan Aira, Raka tidak bisa lepas dari perempuan itu. Raka sangat membutuhkan Aira dan sepertinya Aira juga begitu. Raka tidak tahu apakah sekarang mereka masih saling mencintai, tapi mereka saling membutuhkan. Dulu Raka sangat mencintai Aira dan Aira juga demikian, tapi semuanya berubah menjadi sangat kacau. Iya, sangat kacau.. Raka menghembuskan napasnya dengan pelan. Sampai kapan semua ini akan terus terjadi? Apakah Raka dan Aira akan berhasil? Bagaimana jika akhirnya mereka tetap tidak bisa melakukan apapun? Hubungan mereka terlalu rusak untuk diperbaiki tapi Raka dan Aira tetap merasa takut untuk saling melepaskan. “Kenapa pacar lo masih marah? Kalian kalo bertengkar selalu lama gini, ya?” Tanya Khansa sambil menatap Raka. Ini belum apa-apa. Pernah satu waktu dimana mereka berdua benar-benar saling menghilang selama satu bulan penuh. Saat itu Raka pikir dia akan mengakhiri hubungannya dengan Aira, tapi pada akhirnya mereka kembali lagi. “Biasanya lebih lama dari ini. Nggak masalah, gue bakal terima apapun yang dia mau. Gue kayaknya nggak akan berhasil, hubungan kami udah rusak..” Kata Raka dengan pelan. “Gitu? Beneran sanggup lo hidup tanpa dia?” Tanya Khansa dengan pelan. Raka mengendikkan bahunya dengan santai. Raka sendiri tidak tahu apa yang harus dia lakukan jia hidup tanpa Aira. Mereka berdua sudah bersama sejak dua tahun yang lalu. Ya, benar, sebelum ada Aira Raka memang tetap bisa hidup, tapi setelah ada Aira semuanya berubah. Raka sama sekali tidak tahu harus melakukan apa jika dia memang harus kehilangan Aira. Raka sama sekali tidak terbiasa.. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Lo nggak ada pacar ‘kan? Jadi pacar gue aja” Kata Raka sambil tertawa dengan santai. Khansa menggelengkan kepalanya dengan yakin seakan perempuan itu memang benar-benar menolak Raka. Astaga, Khansa memang sangat menyebalkan. Tidak bisakah dia berpura-pura menerima Raka saja? Saat ini Raka sedang merasa pacah hati. “Gue nggak mau punya pacar yang nggak bisa nemenin gue party..” Kata Khansa. Raka sama sekali tidak mengerti cara Khansa berpikir. Apakah Khansa memang sangat menyukai party? Sepertinya Khansa memang tidak bisa hidup tanpa hal itu. Sudahlah, semua orang memang memiliki hal yang mereka sukai. “Gue bakal temenin lo kalo gue udah sembuh nanti. Jadi gimana? Lo mau jadi pacar gue?” Tanya Raka sekali lagi. “Gue nggak mau, lo jelek!” Sungguh, kali ini Raka tidak bisa menahan tawanya lagi. Khansa memang selalu asal dalam berbicara. Dia sama sekali tidak mau memikirkan kalimat yang akan keluar dari bibirnya. Ah, Raka tidak percaya jika dia bertemu dengan perempuan seperti Khansa. Sepertinya akan menyenangkan jika Raka mengenalkan Khansa dengan Dipta dan Revan. Selama ini mereka berdua tidak pernah cocok dengan Aira, bisa saja mereka malah cocok dengan Khansa karena Khansa adalah tipe perempuan yang bisa berteman dengan pria. Dia tidak mudah tersinggung dan juga suka bergurau. “b*****t, emang lo cantik?” Tanya Raka sambil tertawa. Khansa menatap Raka sejenak lalu menganggukkan kepalanya dengan santai. Ah, iya juga. Khansa memang cantik. Sekalipun kadang Khansa mengatakan hal yang sedikit menyebalkan, Raka tetap tidak bisa menolak fakta jika Khansa memang cantik. “Menurut lo?” Tanya Khansa. Raka menganggukkan kepalnya. Jika Raka mengatakan Khansa tidak cantik, itu artinya Raka berbohong. Khansa memang sangat cantik. Begitulah.. Khansa juga perempuan yang sangat asik untuk diajak berbicara dan bergurau. Raka tidak percaya jika dia bisa menemukan perempuan seperti Khansa. Raka jadi tidak merasa kesepian karena Khansa sering datang ke sini untuk mengunjungi Raka. “Lo cantik. Lebih cantik lagi kalo lo jadi pacar gue” Kata Raka sambil tertawa dengan keras. Khansa memutar bola matanya. Khansa itu tidak mudah terpengaruh dengan lelucon seperti ini. Iya, Khansa pasti tahu jika Raka hanya bergurau saja sehingga dia memilih untuk menanggapi Raka dengan gurauan juga. Entahlah, Raka merasa sangat cocok dengan Khansa. Perempuan itu sangat asik untuk diajak berbicara seperti ini. Sudah beberapa hari mereka saling mengenal tapi Raka tidak pernah meminta nomor ponsel Khansa. Iya, Raka memang tidak bisa menggunakan ponselnya sendiri, Raka hanya bisa menghubungi orang-orang lewat telepon yang disediakan oleh rumah sakit. Apakah sebaiknya Raka meminta nomor Khansa agar nanti Raka bisa menghubungi Khansa jika sedang merasa bosan? “Minta nomor ponsel lo, Sa. Nanti gue telepon lewat telepon rumah sakit” Kata Raka dengan santai. “Gue nggak punya ponsel” Kata Khansa dengan santai. Apa? Apakah Khansa sedang mencoba bergurau sekarang? Mana mungkin dia tidak memiliki ponsel. Manusia sepertinya tidak bisa hidup tanpa benda canggih itu. Iya, Raka dan beberapa orang yang ada di rumah sakit ini adalah pengecualian. Mereka memang tidak bisa menggunakan ponsel selama beberapa saat ke depan, tapi jika sudah sembuh mereka juga akan kembali mendapatkan ponsel mereka. Masalahnya, bagaimana mungkin Khansa tidak memiliki ponsel? “Jangan ngaco! Gue minta nomor lo, nanti biar gue bisa telepon lo kalo gue lagi bosen” Kata Raka. Khansa tertawa pelan dan kembali mengatakan jika dia memang tidak memiliki ponsel. Astaga? Bagaimana mungkin hal itu terjadi? Kenapa Khansa tidak memiliki ponsel? Bagaimana cara Khansa menghubungi teman-temannya? “Gue emang nggak punya ponsel. Nggak butuh lebih tepatnya. Gue nggak punya banyak waktu, jadi kayaknya gue nggak butuh ponsel” Jelas Khansa. Raka mengernyitkan dahinya. Rasanya masih tidak percaya jika Khansa memang benar-benar tidak memiliki ponsel. Kenapa bisa begitu? Apakah Khansa memang tidak butuh untuk menghubungi teman-temannya? Sungguh tidak bisa dipercaya. “Gila ya, lo?” Tanya Raka dengan pandangan tidak percaya. “Sama kayak lo?” Tanya Khansa balik. Khansa memang tidak bisa ditebak. Perempuan itu sangat berbeda dengan perempuan pada umumnya. Siapa orang yang tidak memiliki ponsel di dunia ini? Bukankah semua orang membutuhkan ponsel sebagai alat komunikasi? Bagaimana cara Khansa berkomunikasi jika dia tidak memiliki ponsel? “Gue emang nggak butuh ponsel. Siapa yang mau gue telepon? Gue nggak punya orang-orang yang bisa gue sebut temen. Nggak ada yang bisa gue telepon” Kata Khansa. Raka masih mencoba mencari tahu apa yang menjadi alasan Khansa tidak memiliki ponsel. Bukankah sedikit tidak masuk akal jika Khansa tidak memiliki ponsel? Perempuan seperti Khansa pasti memiliki banyak teman, bagaimana dia bisa berkomunikasi dengan temannya? Atau keluarganya mungkin? Apakah sekarang Khansa sedang mempermainkan Raka? “Lo nggak punya temen? Bohong banget!” Kata Raka sambil menatap Khansa dengan pandangan tidak percaya. “Gue bisa bergaul sama siapa aja. Kalo lagi ketemu sama orang asing, gue bisa langsung akrab sama mereka, tapi gue sama sekali nggak punya temen. Orang yang ketemu sama gue lebih dari dua kali, kayaknya baru lo aja” Kata Khansa dengan sangat santai. Mana mungkin ada kehidupan semacam itu? Khansa memang sangat mengejutkan. Raka mengusap wajahnya dengan pelan. Entah bisa dipercaya atau tidak, jika Khansa mengatakan dia tidak punya ponsel, sepertinya Raka tidak bisa memaksa Khansa. Memangnya kenapa jika Khansa memang tidak memiliki ponsel? “Kalo lo mau nomor telepon gue, nanti gue beli ponsel.. tenang aja..” Kata Khansa. Apa-apaan itu? Apakah Khansa memang serius?  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD