“It’s a rare gift, to know where you need to be, before you’ve been to all places you don’t need to be.” – Ursula K. Le Guin, Tales from Earthsea
***
Nicholas Kim mendapat penjelasan panjang lebar dari Emily dan Gilbert. Meskipun, dirinya masih terkejut dengan fakta yang baru saja ditemukan. Baru kali ini ia dituntut untuk tidak menggunakan logika dalam memahami sesuatu. Semua karena hal yang baru saja ia lakukan sudah termasuk hal di luar nalar.
Sepulang sekolah, Kim diajak untuk membahas lagi mengenai bakatnya, namun seseorang dari Pengurus Pertukaran Pelajar datang untuk menjemput. Itu artinya ada hal lain yang lebih penting. Terpaksa ia harus menolak ajakan Emily dan Gilbert.
“Maaf, aku tak bisa ikut ke rumahmu, Emily.”
Emily mengibaskan telapak tangannya. “Ah, bukan masalah. Cari hari lain saja.”
Kim menggaruk kepalanya yang tak gatal. “K-kalau mau, di lain hari kita bisa kumpul di hotelku saja, atau di mana terserah kalian.”
Emily tersenyum lebar ke arah Kim yang bersiap untuk pulang. “Ya!”
“Sip. Eh, Kak Kim, sepertinya orang-orang berjas itu sudah menunggumu. Sebaiknya kau segera ke mobil,” kata Gilbert melirik sekunpulan orang yang sudah tak sabar menunggu Kim di parkiran sana.
“Oke, dah!” Kim melambaikan tangan sambil berlari menuju mobil. Emily memandangi hal itu geli. [Memangnya dia anak kecil, berlari seperti itu.]
Gilbert menatap Emily yang sedari tadi memperhatikan kepergian Kim. Emily tanpa sadar tengah tersenyum lebar. Dirinya sedikit tak suka dengan hal baru ini.
[Oke, Kak Kim memang menarik, tapi tak boleh jika berdampak pada Kak Emily.]
“Ehem..”
Emily tidak merespon. Sorot matanya masih menatap mobil Kim yang sudah melaju.
“Ehem! Ehem!”
Masih belum direspon. Emily terus menatap kepergian mobil itu. Berikutnya, gadis itu menghela napas.
“Kak Emily, down to Earth!” seru Gilbert setengah kesal.
“Eh, apa?” Barulah Emily menoleh. Ia pun mendapati adik kelasnya tengah memasang wajah kesal yang menggelikan.
Gilbert mengerucutkan bibir, mengabaikan Emily sambil melipat tangan di depan d**a.
“Kenapa?” tanya Emily sekali lagi.
Gilbert masih tak peduli. Wajahnya dibuat-buat layaknya anak kecil yang merengek. Benar-benar lucu.
“Kalau tak ingin bilang tak apa. Aku pulang dulu.”
Gilbert langsung menarik tangan Emily ketika gadis itu benar-benar berbalik dan pergi.
“Jangan pulang dulu.”
[Eh, ada apa ini? Anak ini kenapa?!] pikir Emily meledak-ledak. Jantungnya melompat karena aksi kecil Gilbert.
“Katakan saja jika ada yang mengganggumu,” ucap Emily menahan ekspresi. [Semoga Gilbert tidak sadar kalau wajahku memerah.]
Gilbert memandang Emily. Mendadak jantungnya terasa seperti terkena serangan jantung. “Ah b-bukan.” Gilbert langsung mengalihkan pandangan. [Yang tadi itu apa? Kenapa aku begini?]
Emily menaikkan alis. Dia juga sedang menahan emosi yang meluap di dadanya dengan terus bersikap dingin. “Yakin? Tiga menit terakhir sikapmu aneh sekali. Barusan kamu baca pikiranku?”
“Bukan!” bantah Gilbert cepat.
Emily tersenyum miring. Sudah pasti ada sesuatu. “Terserahlah. Oh, sebentar. Kau bisa mampir ke rumahku? Kita perlu mencari sisa petunjuk itu.”
Gilbert menjawab dengan anggukan.
Berikutnya Emily kembali berpikir. [Apa lagi yang ingin kuberitahu Gilbert ya, ah! Aku ingat!]
“Gilbert! Apa kau menemukan tanda aneh ditubuhmu akhir-akhir ini? Luke dan aku menemukan simbol aneh yang muncul begitu saja.”
“Ah, sepertinya ini yang kau maksud?” tanya Gilbert sambil menunjukkan pundak kirinya. Terlihat tanda hitam berbentuk X.
“Ya! Luke juga punya tanda yang sama! Anehnya tandaku berbentuk lingkaran!” seru Emily.
Gilbert mulai mencurigai kemunculan tanda tersebut. “Ayo bergegas. Kita perlu tahu apa arti tanda ini.”
***
“Luke! Luke!” panggil Emily berulang kali. Rumahnya begitu lengang, tapi pintu depan tidak dikunci yag berrati Luke ada di rumah. “Kenapa rumah sepi sekali? Di mana anak itu?”
“Kakak! Tolong!”
Terdengar teriakan dari loteng. Emily dan Gilbert langsung bergegas ke pusat suara.
Suara pecahnya barang-barang mengkagetkan keduanya. Emily berusaha mendobrak pintu loteng. Begitu terbuka ia langsung melihat Luke disekap oleh seorang wanita.
“Siapa kau?!” teriak Emily sambil mencoba menghajar wanita mencurigakan itu. Gilbert langsung menahan kedua tangan si wanita asing. Menguncinya hingga tak bisa bergerak lagi.
“Cih!” Wanita itu mendecak kesal. “Percayalah aku hanya memastikan sesuatu! Anak ini yang histeris sedari tadi!”
“Luke!! Jelaskan apa yang terjadi?” tanya Emily menuntut penjelasan. Situasi itu berbahaya, dia tentu lebih mempercayai adiknya sendiri daripada orang asing.
“Orang ini tiba-tiba memergokiku begitu aku ingin masuk ke rumah! Dia menyeramkan! Aku langsung melayang menghindar dari wanita ini! Tapi dia sungguh aneh! Tiba-tiba menghilang dan bumm! Tepat di depan wajah lalu menyekapku ke loteng!”
Gilbert melirik ke wanita itu. “Jelaskan pada kami apa yang terjadi! Apa yang kau inginkan?!”
Wanita itu terdiam. Pancaran matanya semakin berwarna. Rautnya berubah serius. Ia menatap semua yang ada di ruangan itu satu per satu.
“Kalian...sama. Tak mungkin.”
Semuanya bingung dengan ucapan wanita itu. “Apa maksudmu?”
[Aku harus pergi.]
Wanita itu meronta. “Lepaskan dulu tanganku.”
Gilbert melotot. “Tidak.”
Wanita itu lalu menghela napas sejenak sebelum akhirnya menyeringai. “Lepaskan tanganku, akan kujawab semua pertanyaanmu.”
“Lepaskan saja. Kita lihat apa maunya,” ujar Emily.
Gilbert melepaskan tangan wanita itu, tapi ia tetap waspada.
“Oke. Pertama, nama. Aku Angel Bernadette.” Dia menyeringai kecil. Namun detik berikutnya, wanita itu berpura-pura mengecek jam. “Ups, jam berapa ini? Aku harus pergi. Dah!”
Begitu ia selesai bicara, mendadak sosok wanita itu menghilang dari hadapan mereka.
“s**l!” Luke berlari mengecek jendela, pintu rumah, halaman. Namun nihil. Tidak ada jejak wanita itu masih di rumahnya. Dia benar-benar menghilang. “Kak, dia pergi! Sudah pasti dia pergi padahal masih berdiri di depan kita tadi!”
“Dia.. Salah satu dari kita,” ucap Emily lirih. Diam-diam tadi wanita asing itu memberi catatan kecil ke tangan Emily beberapa detik sebelum ia pergi.
Isinya:
[Angel Bernadette. Teleport. Semoga dapat bertemu kalian di lain waktu.]
***