Langit dengan hebat dapat mengimbangi Jaya yang kekuatannya sudah bertambah berkali-kali lipat. Bahkan Jaya yang sudah memiliki kekebalan terhadap sihir terlihat sangat kesulitan menangani Langit.
Raja yang melihat anak terkuatnya itu bertarung, benar-benar merasa takjub akan kekuatannya. Ia bahkan kembali teringat saat pertama kali ia mewariskan spiritnya pada Langit saat ia hampir saja tewas.
"Waktu malam badai tepat saat aku menemukannya. Ia benar-benar dalam keadaan sekarat. Awalnya aku hanya ingin menyembuhkan lukanya, tapi malah kuputuskan untuk mewariskannya spiritku," batin Raja.
Kembali ia tatap anaknya itu dengan sangat takjub seperti saat pertama kali ia melihat Langit menggunakan kekuatannya.
"Galih Aditya. Ya, aku masih ingat saat kamu menggunakan kekuatanmu untuk pertama kalinya. Aku benar-benar merasa sangat terkejut melihatmu memiliki kekuatan langka berupa kuasa atas langit, yang mana kekuatanmu itu sama persis seperti anakku sebelumnya. Akhirnya karena kekuatanmu itulah, aku berikan kamu sebuah nama baru. Nama yang terdengar keren dan gagah untuk seorang laki-laki. Dan nama itu adalah, Langit. Kamu pun terlihat sangat senang menerimanya."
Senyum lebar merekah di bibir Raja. Ia selalu saja merasa senang ketika mengingat momen-momen saat pertama kali bertemu dengan anak-anaknya. Sampai Ratu kini menghampirinya dan mengatakan padanya soal pertarungan yang sedang terjadi saat ini.
"Sayang, kita harus mencari mantera lain untuk bisa membelenggu Jaya. Langit mungkin bisa mengimbanginya sekarang bahkan terlihat sedikit unggul darinya. Tapi, Langit tidak bisa terus-terusan menyerang Jaya seperti itu. Langit pasti akan kelelahan karena spiritnya yang semakin lama terkuras. Sementara Jaya akan terus menyembuhkan dirinya dan semakin memperkuat tubuhnya."
Chandra yang mendengar ucapan Ratu, lantas meminta pada Raja agar menyerahkan tugas mencari kelemahan Jaya padanya. Ia juga meminta kepada kedua orang tuanya untuk fokus mencari cara lain agar bisa menangani Jaya.
"Serahkan di sini padaku. Aku pasti akan menemukan kelemahannya. Kalian fokus saja untuk mencari cara alternatif lainnya," kata Chandra.
Raja pun mengerti dan bersama dengan Ratu, ia beralih menuju ke tempat buku-buku mantera kuno yang berserakan tak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini. Mereka akan kembali fokus pada buku-buku tersebut.
Tak terasa waktu telah memasuki sore menjelang malam hari. Tapi baik Langit maupun Jaya, tidak terlihat kelelahan sama sekali.
Langit masih dengan sangat lincah berpindah ke sana-kemari secepat kilat, menghindar sembari memberikan serangan pada Jaya. Begitu juga dengan Jaya yang dengan tangguhnya bertahan sambil sesekali memberikan serangan balik dengan melempar-lemparkan objek berat yang ada di sekitarnya.
Suara bongkahan besar dinding perpustakaan yang hancur menghantam lantai terdengar begitu keras, diikuti dengan suara tembakan petir milik Langit, yang mana serangannya itu dapat ditangkis oleh Jaya. Mereka benar-benar imbang.
Jaya tidak menyangka kalau kekuatan Langit bisa menyetarai dirinya. Bahkan, kekebalan tubuhnya atas sihir mulai sedikit berkurang saat melawan Langit.
"Sihir Akhzam, sihir langka dan juga spesial yang berasal dari spirit penguasa langit. Wajar kalau ia sekuat ini," batin Jaya.
Langit yang melihat Jaya terdiam, lantas kembali melakukan serangan. Ia benar-benar tidak memberikan waktu sedikit pun bagi Jaya untuk beristirahat.
"Urda, Vixaus Phemotion."
Tebasan udara tipis berbentuk sabit mengarah cepat ke arah Jaya. Jaya yang telat menghindar langsung kehilangan tiga lengan kirinya.
"ARGH!! CEPAT SEKALI!"
Udara tipis itu sepertinya memiliki ketajaman yang luar biasa sehingga lengan kokoh milik Jaya dapat dengan mudah ditebasnya.
Melihat serangannya berhasil melukai tubuh Jaya, Langit lantas kembali melemparkan angin tipis pemotong itu lagi. Tapi kali ini, Jaya dapat menghindarinya dengan cepat.
Namun pergerakan Jaya yang akan menghindar, ternyata sudah diperkirakan oleh Langit. Saat Jaya masih melayang di udara karena melompat menghindari serangan anginnya, Langit kembali merapalkan salah satu manteranya.
"Eish, Thrombaq Bemvunoah!"
Tiga buah tombak es yang kokoh dengan ujung yang sangat runcing, langsung melesat ke arah Jaya. Kedua tombak berhasil bersarang di tubuhnya, namun ada satu tombak yang berhasil ditahan dan dihancurkan oleh Jaya, yaitu tombak yang mengarah tepat ke tengah dadanya.
Tubuh besar itu seketika ambruk ke lantai, tapi tak berselang lama ia kembali bangkit. Terlihat tombak-tombak itu tidak hanya bersarang di tubuh Jaya, melainkan juga menyebarkan hawa dinginnya hingga secara perlahan membuat tubuh besar Jaya membeku.
"Sial! Anti sihirku benar-benar bisa ditembus oleh anak ini!" batin Jaya.
Chandra yang melihat dari kejauhan langsung menyadari sesuatu. "Sihir Langit ternyata dapat menembus kekebalan tubuhnya atas sihir. Ini hebat. Apakah saat ini anti sihirnya sedang berkurang?" Chandra bertanya-tanya.
Ia yang penasaran lantas meminta Surya dan Bumi untuk kembali menyerang Jaya menggunakan mantera yang sebelumnya mereka lepaskan pada Jaya.
"Surya-Bumi. Coba kalian serang lagi Paman dengan mantera kalian yang tadi. Aku ingin memastikan sesuatu."
Surya dan Bumi yang mendengarnya, lantas langsung merapalkan mantera mereka.
"Argon, Xerphia Veluroo," ucap Bumi.
"Aqqni, Xerphion Vannasia," ucap Surya.
Serpihan batu dan beton beserta bola-bola api yang amat panas melesat ke arah Jaya.
Jaya berteriak kesakitan ketika serangan-serangan tersebut mengenai tubuhnya. Kali ini ia terlihat benar-benar sangat kesakitan. Tubuhnya pun kini benar-benar terlihat rusak parah. Itu berarti, kekebalannya atas sihir telah berkurang banyak.
"Kamu liat itu Surya-Bumi? Sihir kalian kini berdampak pada tubuhnya," kata Chandra.
Surya dan Bumi pun mengiyakan perkataan Chandra. Mereka berdua sedikit tidak percaya kalau serangan yang sebelumnya tidak berdampak terlalu parah pada tubuh Jaya, kini bisa berdampak separah itu padanya.
Chandra pun kini mulai kembali memutar otaknya. "Benar, setelah ia bertarung dengan Langit dan terkena sihir-sihir miliknya, kini kekebalan tubuhnya atas sihir mulai berkurang dan itu terlihat jelas sekarang!"
"Apakah sihir penguasa langit adalah kelemahannya?"
Dan tepat saat Chandra masih fokus menatap tubuh Jaya yang rusak, tiba-tiba saja ia melihat sesuatu yang bersinar berwarna ungu gelap tepat di bagian tengah d**a Jaya. Ia langsung fokus menatap kebagian itu dan merasa sangat penasaran.
"Benda bersinar apa itu yang ada di dadanya? Hmm ... mencurigakan sekali."
Dan anehnya, Jaya langsung menutupi benda itu dengan telapak tangannya yang besar.
"Dan kenapa ia menutupi benda itu dengan tangannya?"
Terlihat seakan-akan Jaya sedang melindungi dan menjaga betul-betul benda tersebut. Rasa penasaran Chandra pun semakin meningkat.
"Hei, kalian, coba fokuskan diri kalian untuk menyerang bagian tengah dadanya," ucap Chandra melalui media telepati.
"Baik!" ucap Raga dan Agro kompak. Mereka terlihat ingin bertarung lagi.
Namun dengan cepat, Surya melarang keduanya untuk ikut menyerang. "Agro! Kamu sedang terluka, jadi lebih baik kamu berdiam diri saja. Dan untuk Raga, kamu sudah bertarung sebelumnya, jadi lebih baik biarkan Langit, aku dan Bumi yang menanganinya sekarang," kata Surya.
Raga dan Agro langsung mematuhi perkataan Surya. Tubuh Agro saat ini memang sedikit sulit untuk digerakkan karena serangan Jaya sebelumnya yang memang benar-benar sangat berdampak pada tubuhnya. Sedangkan Raga memang diperintahkan oleh Surya untuk beristirahat karena sekarang sudah bukan gilirannya bertarung.
Namun, tepat saat Surya ingin mengakhiri percakapan, tiba-tiba saja Bintang masuk. "Kak Surya, serahkan hal ini padaku dan Kak Langit saja. Sihir cahayaku bisa dibilang cukup efektif melawan kutukan Paman selama ini. Walaupun pada kenyataannya memang tidak sepenuhnya berhasil. Tapi aku yakin, dengan perpaduan sihir kami berdua, Paman akan mudah untuk disudutkan," kata Bintang. "Aku juga akan ikut, sihir hitamku cukup kuat untuk melawan kekuatan negatif milik Paman," kata Awan yang tiba-tiba ikut bergabung.
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Surya mengizinkan Bintang dan Awan untuk bergabung membantu Langit. "Baiklah kalau begitu, Kakak serahkan urusan ini pada kalian bertiga."
Walaupun Surya sedikit khawatir pada Awan yang memiliki sihir hitam yang cukup sulit untuk dikendalikan, tapi mau tidak mau ia harus mempercayai adiknya itu. Karena mereka bertigalah pemilik spirit dan sihir terkuat di keluarga ini.
Kini Bintang dan Awan mulai ikut memasuki arena pertarungan. Mereka akan melakukan kombo bersama dengan Langit.
Jaya yang tubuhnya mulai kembali membaik, mulai merasa kesal saat Langit, Bintang dan Awan berdiri tepat di depan sana. Menatapnya dengan tatapan yang terlihat merendahkan.
"Langit, Bintang dan Awan! Sihir penguasa langit, sihir malaikat suci dan sihir hitam. Tiga sihir yang sangat menyebalkan. Aku benci ketiga jenis sihir itu!!" Jaya benar-benar merasa sangat kesal sekarang.
Sebelum pertarungan dimulai, Langit menatap sedikit cemas ke arah Awan. Ia lantas mengajukan sebuah pertanyaan pada adiknya itu. "Wan, apa kamu bisa mengendalikan sihir hitammu saat pertarungan nanti?" tanya Langit.
Dengan singkat dan suara datar khasnya, Awan menjawab, "Ya, bisa." Langit pun mengangguk tanda ia percaya pada adiknya. "Tidak perlu khawatir, Kak, sekarang kita fokus saja pada makhluk jelek yang ada di depan sana," tambah Awan.
Bintang yang mendengar Awan berucap seperti itu merasa tidak percaya. Bukan karena sihir hitamnya, melainkan soal kata makhluk jelek yang baru saja adiknya itu ucapkan.
"Bagaimana bisa sekarang mulutnya jadi semenyebalkan itu? Dan kenapa semakin lama, ia semakin terlihat sama menyebalkan seperti Kak Langit?" batin Bintang. Sempat-sempatnya ia memikirkan hal seperti itu.
Kembali ke Jaya yang tubuhnya telah sembuh sepenuhnya. Ia menatap ke arah Langit, Bintang dan juga Awan secara bergantian.
"Akan aku habisi kalian bertiga di hadapan orang tua dan juga saudara-saudara kalian!!"
Spirit negatif berwarna ungu gelap kembali menyeruak keluar dari dalam tubuh Jaya. Tapi kali ini dengan tekanan yang jauh lebih besar. Ruangan perpustakaan pun terasa bergetar karena tekanan spirit yang Jaya hasilkan.
"AKAN KUBUNUH KALIAN!! KHUSUSNYA KAU, LANGIT!!"
Spirit negatif kini membungkus tubuhnya. Saking tebalnya spirit itu, membuat Jaya terlihat seperti sedang diselimuti oleh bungkusan kepompong yang sangat kokoh. Raja dan Ratu yang merasa kalau kekuatan Jaya meningkat dengan drastis, lantas semakin mempercepat diri mereka mencari mantera yang pas untuk menghadapi Jaya.
"Ayolah, mantera mana yang kira-kira cocok," gumam Ratu.
Tak lama kemudian, kepompong milik Jaya mulai rontok dan dari dalamnya, merangkak keluar sosok baru Jaya yang sudah bertransformasi.
Tubuhnya kini berbentuk dan sebesar dinosaurus dengan sepasang tangan yang tangguh. Di kepalanya terdapat sebuah benda mirip mahkota besar yang kokoh. Ia juga memiliki duri-duri tajam di punggungnya serta ekor panjang yang berbentuk seperti cambuk dengan ujungnya yang menyerupai mata pisau yang sangat runcing. Dan di bagian dadanya, dilindungi oleh sebuah armor yang sangat kuat dan tebal.
Langit, Bintang dan Awan bahkan harus mendongak untuk menatap wajah Jaya yang berada di atas mereka. Beruntungnya, ruang perpustakaan ini sangat luas dan tinggi, sehingga tubuh monster Jaya masih dapat ditampung di dalamnya.
"MAJULAH KALIAN BERTIGA, BOCAH!"
Trio terkuat Keluarga Azkara pun langsung menanggapi tantangan Jaya. "Oke, Paman, bersiaplah. Serangan kami akan segera datang padamu!" ucap Bintang.
"Vanaya, Larrion!"
Serangan pertama dilancarkan oleh Bintang. Dengan kecepatan cahayanya ia langsung melompat tepat ke samping kiri kepala Jaya. Jaya yang berhasil melihat pergerakan Bintang, lantas berusaha untuk menghempaskannya menggunakan tangan kuatnya. Ia menggerakkan tangannya ke arah Bintang dengan gerakan yang sangat cepat. Namun lagi-lagi, Bintang telah berpindah secepat cahaya ke sisi satunya dari tempat Jaya akan memukul. Dan tepat saat ia sudah menemukan titik yang pas untuk menyerang, barulah ia merapalkan mantera serangan miliknya.
"Vanaya, Lazerio!"
Tembakan laser cahaya langsung mengenai sisi wajah sebelah kanan Jaya disertai dengan ledakan yang cukup keras. Jaya pun sedikit kehilangan keseimbangannya saat serangan itu mengenainya. Wajahnya kini mengalami sedikit kerusakan, namun dengan kecepatan yang sangat luar biasa, wajahnya sudah kembali sembuh seperti semula.
"Apa?! Kecepatan penyembuhannya meningkat?!" Chandra kaget.
Hal itu juga disadari oleh Surya dan Bumi. Sepertinya saat ia berada di dalam kepompong tadi, kekuatannya bertambah jadi berkali-kali lipat. Termasuk kemampuan regenerasinya. Ini benar-benar gawat.
"Xixixixi ... tidak terasa sama sekali!" kata Jaya.
"Masa?!" kata Bintang yang kini sudah berada tepat di bawah kepala Jaya dan langsung kembali menembakkan cahaya laser miliknya.
JEGEERR!!!
Kini kepala Jaya dari bagian mulut sampai ke mata hancur berantakan. Bintang yang sudah berpindah tempat tampak tersenyum puas. Namun senyum itu sedikit luntur saat mendapati wajah Jaya kembali utuh dengan sangat cepat.
"Cih! Menyusahkan sekali! Aku paling malas kalau harus berhadapan dengan musuh yang seperti ini. Itu benar-benar sangat curang." kata Bintang.
Jaya kini benar-benar seperti makhluk abadi yang sangat sulit untuk dikalahkan. Namun bagi Langit, itu sepertinya bukan suatu hal yang merepotkannya. "Semua makhluk hidup pasti bisa mati. Bahkan sekuat apa pun dia."
"Eish, Dzuri Huzanio."
Langit merapalkan mantera dan duri-duri es berukuran besar dengan jumlah yang sangat banyak pun melesat cepat ke arah Jaya. Duri-duri es itu tanpa henti terus menghujani bagian depan Jaya, khususnya di bagian armor yang ada di dadanya. Namun tampaknya, kulit yang ada di tubuh Jaya terlalu tebal dan kuat sehingga bisa menangkis semua serangannya.
"Serangan seperti ini tidak akan bisa membunuhku!" kata Jaya.
Tepat di tengah-tengah serangan Langit, Awan dengan cekatan menembakkan kekuatan kegelapannya ke arah armor yang melindungi d**a Jaya.
"Heim, Xeosnoves!"
Serangan kekuatan hitam penghancur tepat mengenai titik target yang Awan bidik. Serangan itu bahkan berhasil memukul mundur Jaya ke belakang. Walaupun begitu, armor yang ada di d**a Jaya sama sekali tidak mengalami kerusakan ataupun tergores sedikit pun.
"HAHAHAHA!! AKU TIDAK TERKALAHKAN!"
Jaya saat ini menjadi sangat sombong karena serangan ketiga bersaudara itu tidak dapat melukainya sama sekali.
"Kalau begitu, sekarang giliranku!"
Jaya dengan cepatnya menggerakkan ekor panjangnya yang seperti cambuk ke arah Langit, Bintang dan Awan. Mereka bertiga pun lantas menghindar. Tapi ekor itu justru malah menyerang secara asal ke segala arah yang mengakibatkan Surya, Chandra, Bumi, Raga dan Agro juga ikut menghindar. Raja dan Ratu pun terlihat terganggu dengan serangan acak tersebut.
"HAHAHAHAHA!!" tawa Jaya menggema di ruang perpustakaan yang kini semakin berantakan karena ulahnya.
Namun tak berselang lama, Awan dengan kekuatan kegelapannya berhasil menghentikan gerakan ekor Jaya.
"Heim, Daggan Zzattan."
Tangan-tangan iblis berwarna hitam dengan cepat muncul dan menahan pergerakan ekor panjang yang liar itu. Namun, Jaya terlihat tidak tinggal diam. Ia kini melebarkan mulutnya dan terlihat sebuah bola spirit terang berwarna ungu mulai terbentuk di sana.
Tak lama kemudian, ia menembakkan bola spirit itu ke arah Awan. Namun dengan sangat cepat, Bintang berpindah ke depan Awan dan langsung menembakkan bola cahayanya ke arah bola spirit milik Jaya. Ledakan pun terjadi berkat tabrakan dari dua kekuatan besar tersebut. Percikan api karena ledakan itu tersebar ke segala arah dan mulai membakar buku-buku yang berserakan di sana.
Surya yang melihat hal tersebut lantas langsung menggunakan mantera apinya untuk memadamkan api tersebut.
"Aqqni, Aff."
Api pun seketika padam. Ruang perpustakaan kini aman dari kebakaran.
"RAAAARRGH!" Jaya berteriak dan lalu mulai menciptakan bola spirit berwarna ungu itu lagi.
Namun, tepat saat bola spirit itu sudah terbentuk, Awan dengan sigap langsung menutup mulut Jaya menggunakan tangan iblis hitamnya. Mulut Jaya kini tertutup dengan sebuah bola spirit jahat yang siap meledak di sana.
Sementara itu, Bintang dengan gerakan yang sangat cepat kini telah berada tepat di depan mulut Jaya dan siap untuk menembakkan bola cahayanya ke wajah Jaya, yang mana sudah bisa dipastikan kalau tembakan itu akan menciptakan sebuah ledakan yang dapat menghancurkan tubuh bagian atas Jaya.
Tak ketinggalan, Langit yang sedari tadi mengumpulkan sihir petirnya kini telah terbang melayang tepat di belakang Jaya. Ia sudah siap untuk menembakkan petirnya itu ke arah punggung Jaya yang mana terhubung langsung ke dadanya.
Rasa panik dan ketakutan pun merambat di sekujur tubuh Jaya. Ia tidak menyangka ketiga bocah ini benar-benar cerdik dalam melawannya.
"Bye-bye ... Iblis Jelek," ucap Langit.
"Sialan!"
Bintang dan Langit menembakkan kekuatan cahaya dan petir mereka secara bersamaan, sementara Awan masih dengan sangat kuat menahan tubuh dan mulut Jaya dengan tangan-tangan iblisnya.
Ledakan yang sangat kuat pun terjadi. Kekuatan Langit, Bintang, Awan dan Jaya yang bertabrakan mengakibatkan getaran dan gelombang spirit yang amat sangat kuat di ruangan itu. Untungnya semua itu berhasil ditahan oleh Surya, Chandra, Bumi, Raga dan Agro yang dengan cepatnya membuat medan pelindung yang mengurung ledakan itu di dalamnya sehingga ledakan itu tidak menyebar ke mana-mana.
"Bertahan semuanya!" ucap Surya yang kelihatan sangat berusaha keras menahan medan pelindung agar tidak hancur. Begitu juga dengan yang lainnya, mereka semua terlihat berusaha sekuat mungkin untuk menahannya.
Hingga tak lama kemudian, ledakan itu mulai mereda dan perlahan mulai menghilang. Setelah medan pelindung dihilangkan, kepulan asap hitam tebal dan juga partikel debu seketika mengepul keluar, menyebar ke seluruh ruangan perpustakaan.
"Ukhuk! Ukhuk!"
Beberapa dari mereka terbatuk-batuk karena kepulan asap tersebut. Mereka juga merasa sedikit kesulitan untuk melihat karena ketebalan asapnya.
Langit yang memiliki kekuatan atas angin lantas menggunakan sihirnya untuk melenyapkan kepulan asap hitam tersebut.
"Urda, Wuushi,"
Embusan angin murni seketika berembus dengan sejuknya, menetralkan udara beserta asap yang ada di ruangan itu. Kini mata mereka dapat kembali melihat dengan baik.
Setelahnya, penglihatan mereka langsung tertuju pada Jaya yang kondisinya benar-benar sangat mengenaskan. Tubuhnya dalam keadaan delapan puluh lima persen hancur. Dan kini terlihat jelas dengan mata mereka semua, benda terang bercahaya ungu yang ada di dadanya. Benda yang berbentuk seperti sebuah batu meteor kecil bercahaya yang memancarkan spirit.
Langit yang telah melihat keberadaan benda itu lantas langsung merapalkan mantera untuk segera menghancurkannya. Tapi disaat yang bersamaan, tubuh Jaya terlihat mulai melakukan regenerasi.
"Guntoor, Avavil!"
Kekuatan petir berbentuk burung yang bercahaya melesat dengan sangat cepat ke arah benda bercahaya ungu yang ada di tubuh Jaya. Semua orang terlihat merasa yakin kalau kali ini mereka akan berhasil mengalahkan Jaya.
Namun mereka salah, Jaya yang tubuhnya masih melakukan regenerasi itu ternyata dapat sedikit bergerak. Tangannya yang sudah kembali utuh melakukan beberapa gerakan yang terlihat seperti gerakan bacaan mantera.
Dan benar saja, tak lama kemudian, dinding kristal berwarna biru dengan ketebalan yang sangat luar biasa muncul tepat mengelilingi tubuhnya.
Serangan Langit yang kuat itu pun seketika tertahan oleh dinding kristal. Walaupun tak berselang lama dinding kristal itu juga ikut hancur karena kuatnya serangan yang Langit lancarkan. Namun tubuh Jaya berhasil selamat dari serangan tersebut.
Terlihat ekspresi wajah kesal yang ditunjukkan oleh Langit dikarenakan serangannya lagi-lagi gagal untuk mengalahkan Jaya.
"Sialan sekali iblis ini! Bagaimana bisa dia menggunakan mantera kristal milik Paman?!"
Sementara itu, Jaya yang proses regenerasinya itu hampir selesai dengan dadanya yang masih sedikit terbuka, tampak tersenyum menyindir ke arah Langit.
"Kesal, huh?! Sudah kubilang, kalian tidak akan bisa mengalahkanku!" ucap Jaya.
Walaupun dengan tubuh yang belum seutuhnya pulih, Jaya mengumpulkan spiritnya, ia kembali membuat bola spirit penghancur berwarna ungu itu lagi. Terlihat benda misterius yang ada di dadanya kini bersinar lebih terang saat Jaya sedang menggunakan kekuatannya. Jadi bisa disimpulkan kalau benda itu adalah sumber kekuatannya dan hal tersebut langsung disadari oleh Chandra.
"Jika kita ingin menang melawannya, maka benda yang ada di dadanya itu harus segera dihancurkan. Karena itulah sumber kekuatannya," kata Chandra pada semua saudara-saudaranya khususnya pada Langit.
"Baiklah, serahkan saja hal itu padaku," kata Langit.