8. Ancaman dan Hukuman

1119 Words
ARDO POV             Aku tahu, buntut dari peristiwa kaburnya Nona Bella tak akan mudah bagiku.  Begitu datang, Bella langsung masuk ke rumah dengan wajah merengut.  Mungkin dia kesal padaku, karena merasa kupermalukan.  Susah memang berhadapan dengan gadis angkuh nan manja ini.              Aku baru menghela napas panjang, ketika beberapa orang berpakaian serba hitam menyergapku tanpa suara.  Mereka mengikat tanganku ke belakang dan menutup wajahku dengan topeng hitam gelap.  Lalu aku dibawa entah kemana.             Saat topeng hitam yang menutupi wajahku dibuka, mataku sempat memicing untuk menghalau silau yang menyeruak masuk.  Ternyata aku berada di suatu tempat mirip pergudangan.  Dengan beberapa pria berpakaian serba hitam yang menginterograsiku.  Khas kerjaan mafia, pikirku sinis.             “Siapa kamu sebenarnya?!”             Deg!  Jantungku seakan berhenti berdetak mendengar pertanyaan itu.  Apa mereka mulai mencurigaiku atau telah mengetahui identitasku yang sebenarnya?   Tidak, aku tak boleh berspekulasi.  Dengan tenang aku menjawab pertanyaan itu.             “Saya Ardo, supir pengganti buat Nona Bella.”             “Apakah itu identitasmu yang sebenarnya?!” bentak salah satu dari mereka.             “Iya, memangnya kalian mengira saya siapa?  Pangeran?”             Mereka mendengus kasar dan membentakku lagi, “Mimpi kamu!”             Berarti selama ini hidupku tak nyata.  Jujur, kehidupan sebagai pengeran terasa semakin jauh dariku.  Aku merasa nyata disini, menjadi supir dari putri mafia, yang memanfaatkanku menjadi pionnya.  Sebagai Cinderella Man-nya.              Seseorang dari mereka menjambak rambutku, untuk mengamati wajahku dengan lebih teliti.  Kuharap mereka tak mengenaliku.  Aku masih harus disini, melakukan sesatu misi pribadikku.  Juga melalukan misi konyol yang dibebankan putri mafia itu padaku!             “Ada maksud apa kamu mendekati putri Bellla, hah?!”             Bodoh!  Justru putri mafia itu yang memiliki maksud padaku. “Tidak ada, Nona cuma majikan saya.”  “Jangan bohong!!  Kalau tidak, buat apa kamu mengajak putri Bella kabur saat di mal?!” “Salah, Nona yang mengajak saya kabur.  Saya hanya menemani Nona sekalian menjaganya dari orang-orang yang bermaksud kurang baik!  Kalian bisa bayangkan jika Nona kabur sendirian, tanpa ada yang mendampinginya?!” Mereka terdiam mendengar argumentasiku.   Mungkin mereka mulai terpengaruh perkataanku.  Salahkan saja putri mafia kalian yang super aneh itu!  Aku disini juga adalah korbannya.  Dari dulu aku benci mafia.  Benar atau salah, mereka tetap menganggap dirinya paling benar.  Lalu apa bedanya dengan preman jalanan yang suka memalak orang dengan memukulinya?  Sama dengan yang kualami sekarang.  Meski mereka menangkap kebenaran kata-kataku, tetap saja aku digamparin berkali-kali hanya untuk sekedar menunjukkan kekuasaan dan kekuatan mereka! Buk! Bukk! Bukkkk!!! Setelah meninggalkan bekas di wajahku, mereka lalu mengancamku, “Hari ini cukup sekian!  Pukulan ini untuk mengingatkan dirimu, bila suatu saat putri Bella mengajak melakukan sesuatu yang tidak-tidak, kau harus komprooni pada kami.  Bukan malah menurutinya!!” Suatu saat?  Apa mereka tak tahu putri mafia manja  itu telah merancang pemberontakan dirinya dengan menjadikanku bonekanya?!   Sebagai Cinderella Man!   ==== >(*~*)   Sial, wajahku lebam.  Aku terpaksa mengompresnya dengan es untuk mengurangi bengkaknya.  Hawa dalam kamarku yang gerah membuatku memutuskan bertelanjang d**a.  Siapa juga yang akan melihat?  Hanya ada aku di kamar kecil ini. Namun beberapa saat ada seseorang yang menyusup masuk kedalam kamarku. BLAM! Matanya membulat melihatku yang tengah mengompres pipi dengan d**a telanjang.  “Ardo!!  Siapa yang melakukan ini padamu?!” bentaknya gusar. “Beberapa orang,” sahutku malas. “Aku tak tanya berapa orang yang memukulmu!  Tapi siapa dia... eh, mereka?!” “Tak tahu.”  Aku tak bohong, aku tak tahu nama mereka.  Mana mungkin aku menanyakan nama pada si A, si B dan si C , sementara mereka memukuli diriku?! Putri mafia yang aneh ini mendecih kesal.  Sembari menggerutu ia duduk di sampingku, merebut kompresan yang kupegang, lalu ia melakukannya untukku.  Aku terpana menatapnya. “Ardo, jadi cowok tuh mesti yang strong!  Jangan cuma pasrah bongkokan saat dipukuli orang.  Apa kamu sudah bertanya pada mereka kenapa kamu di biru-biruin begini?!” Tak usah bertanya, dengan senang hati mereka akan memberitahu.  Tentu saja disertai pesan sponsor yang sangattttt spesial.  Supaya kita tak berani mengulanginya! “Sudah, Non.” “Apa kamu tak lupa menanyakannya dengan sopan?” Perlukah?  Batinku gusar.  “Sudah, Non.  Dengan sesopan mungkin.” Pletak!  Mataku membola ketika nona majikanku menjitak kepalaku gemas. “Nona, apa salah saya?” “Salahmu yang terlalu bodoh!  Seharusnya kamu memukul mereka.  Bukan bertanya dengan sopan.  Lawan dong mereka!!  Tendang!  Jewer telinganya!  Cekik lehernya!” “Kalau mereka mati bagaimana?” “Haishhhh, itu urusan mudah.  Dad akan membereskannya.  Orang kepercayaan Dad telah terlatih menyembunyikan atau menghilangkan jejak mayat!” ucap Bella dengan gaya angkuh. Heloooowwww, apa dia tak sadar... yang barusan disebutnya adalah oknum yang membuat wajah tampanku menjadi bengkak dan biru!’  Aku mendengus kesal.  Percuma menghadapi makhluk bebal seperti ini! “Aduh, asetku jadi rusak begini,”  Bella mendecak gusar sambil mengamati wajahku lekat-lekat.  “Berapa lama nih kembali normal?   Padahal kamu harus segera tampil mempesona.  Dan ini lagi!”  dia mencubit dadaku gusar.  Aku terkejut sampai memandangnya dengan mulut ternganga lebar. “Keseluruhan dirimu adalah asetku, Ardo!  Kamu sembarangan telanjang begini, dengan kipas angin yang berputar kencang.. awas kalau masuk angin!  Mengapa kamu melakukannya?  Berniat menggodaku?  Astaga, aku tak tertarik padamu Ardo!  Kamu itu hanya asetku.   My Cinderella Man!” Haruskah aku tersinggung?  Dia menganggapku pajangan, karya seni, atau what ever lah dibanding kehadiranku sebagai lelaki yang berpotensi membuatnya b*******h.  Aku jadi penasaran ingin menggodanya.  Bella tersentak ketika aku menarik tangannya dan menaruhnya didadaku yang liat, aku bisa merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. “Mau apa kamu?” “Seharusnya saya yang bertanya, Nona mau apa?”  aku balas bertanya dengan suara parau.  Mataku melirik pada tangannya yang tak sadar telah mensquishy dadaku.  Bella berjengkit kaget, tangannya sontak terangkat keatas seperti orang yang menyerah dibawah todongan pistol. “Aku tak sengaja!” semburnya dengan pipi memerah.  Duh, ternyata gadis angkuh ini bisa juga terlihat imut.  Aku semakin gemas dibuatnya.  Jadi ingin menggoda lebih lanjut.  Aku mendekatinya, mencondongkan tubuhnya merapat ke tubuhnya.  Sontak dia mundur untuk menjauh dariku, hingga punggungnya menyentuh kasur tipisku.  Aku menindihnya dan mengurungnya dengan kedua lenganku.  Napas Bella tercekat, dia menatapku nanar. “Mau apa kauuuuu?” Aku tersenyum manis padanya, “Maaf, aku tak sengaja... menciummu!” Mata Bella membulat, mulutnya melongo.  Kesempatan itu tak kusia-siakan, kucium bibir manisnya yang belakangan ini sering membuatku gemas.  Kembali rasa itu datang, rasa ingin memilikinya utuh.  Kupagut bibirnya kuat, kugigit dan kuhisap dengan gemas.  Lidahku menyeruak masuk kedalam mulutnya, menginvasi apa yang da didalam sana,  Menyentuh titik-titik sensitif dalam dirinya.  Dia meremas dadaku lagi, tangannya yang lain mengelus perutku.  Boleh dong aku balas menikmati keindahan tubuhnya?  Aku balas meremas dadanya yang montok.  Tapi yang kudapat malah... PLAK!! Dia menamparku dengan pipi merah padam.  “Maaf, aku tak sengaja menamparmu!” sarkasnya dengan mata berapi-api. Lalu dia mendorongku kasar hingga aku jatuh ke lantai.  Sial, kurasa hubungan kami semakin memburuk karena kenekatanku mencium nona majikanku!   ==== >(*~*) Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD