"Peach ditunggu di ruangannya Pak Gerald," ucap Aries lelaki itu tidak masuk ke dalam ruangan asrama gen 9, hanya kepalanya yang menyembul memanggil Peach yang sedang berkumpul bersama kawan-kawannya.
"Aries, sini dulu, halo kena hukuman ya sini cerita dulu?" Andreas berusaha mencegah Aries yang akan kembali meninggalkan ruangan asrama.
"Gue ke sini mau nyusulin Peach aja masalahnya belum kelar. Ayo Peach di udah ditunggu."
Aries menyeret langkahnya, karet sol pada sepatunya beradu dengan lantai marmer menimbulkan bunyi cit, cit, cit, membuat ngilu orang yang mendengarnya. Dari koridor asrama gen 9 lelaki itu menapaki satu persatu anak tangga diikuti oleh Peach.
"Nggak usah ngomong Gue lagi males," ujar Aries, dia tahu bahwa temannya itu penasaran dengan apa yang terjadi di ruangan Pak Gerald.
Insiden jatuhnya Peach beserta seluruh makanan yang ada di nampan, sepenuhnya bukan kesalahan dirinya. Dia sangat yakin bahwa Zara sengaja menangkis kakinya hingga dia tersandung.
Yang bikin bingung bukannya Aries membela dirinya sampai dia dipanggil ke ruangan BK? Lantas kenapa saat ini wajah lelaki di depannya malah terlihat sangat garang, Peach tidak minta untuk ditolong, biarkan saja masalah ini berlalu Karena bagaimanapun junior tetap akan kalah oleh senior yang ada organ seperti Zara dan teman-temannya.
"Gue bakalan dihukum ya, Ries?"
Dasar nggak nurut, Aries hanya menggelengkan kepalanya, dibilang jangan bicara malah terus bertanya. Siapa yang enggak penasaran coba, jelas-jelas dirinya terjatuh kemudian Aries melabrak orang yang membuat Peach terjatuh. Dan kini, perempuan itu harus mau menghadap ke ruangan BK.
Jangan sampai pelanggaran-pelanggaran membuat dirinya didiskualifikasi dari Baddas Academy. untuk itu ketika ada yang berusaha membully dirinya dia lebih baik diam daripada harus terlibat dengan kasus-kasus.
"Menurut lo?"
Aries semakin sinis, sungguh ku merasa sangat terpojok. untuk itulah dia tidak menghentikan langkahnya berdiri mematung di koridor kosong antara ruangan musik dan perpustakaan. dia tidak ikut berbelok untuk keluar dari gedung menemui Gerald Sang guru BK.
Untuk apa? Toh, Peach merasa tidak pernah salah. Perempuan itu berdiri diantara dua pilar, dekat pintu masuk ruangan musik. Hari sudah malam, jadi koridor itu kosong dan untuk menuju ruangan BK mereka harus melewati beberapa ruangan salah satunya ruangan musik ini.
Merasa langkahnya sudah tidak diikuti oleh Peach Aries berbalik, benar saja perempuan itu tidak ada di belakangnya, berdecak kesal akhirnya Aries kembali lagi.
"Ngapain lo berdiri di sini kayak orang b**o!" tanya Aries ketika menemukan Peach.
"Gue nggak pernah minta lo buat bantu, sama sekali nggak pernah minta lu buat ngelabrak Zara meskipun dia bikin gue celaka. Kalau pada akhirnya lo kayak gini," ucap Peach.
"Maksud Lo apa, Hah? Gue kayak gini tuh gimana?"
"Lo ngambek, kan sama gue? Lo marah? Gue bahkan gak boleh ngomong."
"Gue nanya sama lo, lo nganggap gue teman gak sih?"
Peach berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh Aries, di koridor yang kosong itu, dia melihat wajah tak biasa dari Aries. Lelaki yang biasanya selalu heboh bercanda dan mencairkan suasana ketegangan kini malah diam seperti es batu yang dingin.
"Yang gak nganggap lo, teman siapa? Sebenarnya Lo ada masalah apa sih, gue bingung. Gue enggak ada masalah apa-apa, terlepas mereka jahatin gue, ya gue nggak apa-apa gue masih bisa hidup ini."
"Itu yang bikin gue marah, lo itu dirundung, dibully, harusnya lo bilang sama sama gue, sama teman-teman gen 9. Kami semua bakalan ada buat lo, kami semua siap belain lo. Gue temen Lo, lihat lo kayak tadi gue sakit hati emangnya nggak ngerasain apa-apa? Hati lo itu terbuat dari apa?"
Peach menunduk, air matanya jatuh satu satu. "Gue nggak pengen ada masalah, apalagi sampai terlibat guru-guru. Kita di sini itu belum lama, belum merasakan gimana enaknya jadi siswa Baddas Academy."
"Menghindari masalah bukan berarti lo diem aja saat di bully, Peach. Bukan berarti juga lo harus melawan, dengan lo bilang sama kita semua kita bisa carikan jalan keluar. Apa enaknya lo diem aja saat di bully yang ada lho kan tersiksa."
Kedua tangan Aries memegang bahu Peach, bisa dilihat dari perilakunya, Aries yang slengean, doyan bercanda dan selalu heboh dalam menanggapi sesuatu ternyata mampu bersikap dewasa.
"Masalah ini udah selesai," ucap Aries. "Gue diminta manggil lo karena Zara dan teman-temannya mau minta maaf."
Peach mengangkat wajahnya, pipi yang basah dengan air mata itu dibersihkan oleh Aries. "Beneran?" tanya perempuan itu dengan suara serak khas habis menangis.
"Beneran, sori juga karena gue bersikap kayak gini, pokoknya lo harus janji mulai sekarang kalau ada yang gangguin lo bilang aja."
"Makasih ya, Ries." Peach tersenyum, keduanya kini berjalan bersisian menuju ruangan BK.
"Gue minta maaf, tadi Beneran enggak sengaja." Zara mengulurkan tangannya disambut baik oleh Peach dengan senyuman tulus.
"Iya, gue gak apa-apa, maafin juga teman gue ya, dia emosi sampe gebrak meja."
Sepintas permintaan maaf mewakili Aries itu memang baik, akan tetapi Aries tidak terima. Dia merasa tetap tidak perlu meminta maaf.
"Udah gitu aja?" tanya Aries sinis.
"Ries," tegur Peach.
Gerald di mejanya mengawasi lima siswa Baddas Academy yang berseteru.
"Gue cuma tanya minta maafnya udah apa belum?" ucapnya sini, tatapannya menantang.
Jeremy terlihat sangat tidak suka, Aries tidak peduli. Kalaupun nanti lelaki itu menantangnya untuk duel, dia siap siap saja.
"Gue harus gimana lagi? Sungkem?" Kesabaran perempuan tomboy itu benar benar diuji.
"Ries sudah, Ries, gak usah diperpanjang." Peach memohon.
Gerald berdehem dari tempat duduknya. Aries menoleh sekilas. Dia sadar diri berada di ruangan guru BK.
"Pak, Maaf," ucap Aries.
Dengan tangannya Gerald seperti memberikan kode mempersilakan Aries.
"Keadilan harus ditegakkan, hal-hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi di sini, Pak. Saya menghargai permintaan maaf Zara atas kejadian malam ini. Tetapi saya menunggu itikad baik cara untuk perminta maaf atas kejadian sebelumnya."
"Ah, ya betul masalah SketchBook. Bisa kamu jelaskan mengapa kamu merusak scrapbook milik Peach?"
Wajah Zara memerah. Jeremy dan Angga saling, Kedua lelaki itu terlibat atas insiden yang terjadi. dia pula yang memprovokasi Zara untuk melakukan hal itu kepada ada Peach.
"Saya minta maaf atas kejadian hari ini dan juga kejadian tadi," ujar Jeremy, perhatian diruangan itu tertuju padanya. "Zara tidak sepenuhnya, kami juga di sini terlibat."
Gerald berdiri dari duduknya, kemudian dia menghampiri kelima murid Baddas Academy yang sedang yang berusaha menyelesaikan masalahnya.
"Aries, lain kali jika ada hal yang mengusik nuranimu, sebaiknya selesaikan dengan cara yang baik. Dengan attitude yang baik. Jangan main gebrak meja, seperti seseorang yang tidak punya pendidikan. Bapak tahu kamu emosi, tapi bapak juga tahu kamu membela kebenaran untuk itu dalam hal ini kamu tidak diberikan poin pelanggaran sama sekali. Dan untuk kalian bertiga, sayang sekali kalian telah mengecewakan saya, maaf kali ini tidak ada ampun poin pelanggaran kalian akan bertambah. Kalian semua boleh kembali ke kamar masing-masing, istirahatlah ini sudah malam."
Setelah mengucapkan terima kasih, Zara, Angga dan Jeremy meninggalkan ruangan BK lebih dulu. Salah satu diantara mereka menggerutu, berkeluh kesah mengenai masalah ini. Aries sempat mendengar gerutuan tersebut tetapi dia tidak mau memperpanjang masalah.
"Lo kenapa ngebelain gue?" tanya Peach di sepanjang perjalanan menuju kamar asrama.
"Bukan ngebelain lo, gue bakal ngebelain semua anak-anak gen 9 kalau mendapatkan ketidakadilan. Anggap aja gue polisinya gen 9."
Sikap Aries kembali seperti semula, di perjalanan lelaki itu terus bergurau membuat Peach merasa menemukan teman di sini.
Tidak disangka ternyata di asrama gen 9, teman-temannya sudah menunggu. Mereka tidak sabar mendengarkan apa yang terjadi di ruangan BK. Mereka menduga bahwa Aries akan mendapatkan, sedangkan yang lainnya berpendapat berbeda.
"Gue nggak apa-apa, poin nggak bertambah juga. Pokoknya selama ada gue di sini kalian semua aman," tutur Aries.
"Selama nggak ada gue kalian ngomongin apa aja," sambung Aries.
"Dih, kepedean banget sih lo." ledek Christina.
Tapi memang benar selama Aries dan Peach berada di ruangan BK, kedelapan anak-anak gen 9 berdiskusi. Aries bisa melihat hal itu dari whiteboard yang semula kosong kini penuh dengan coretan.
"Ini misi kita agar dilirik dalam pelaksanaan Olimpiade, kita tidak akan memaksakan diri. Hanya saja mereka belum melihat kemampuan kita seperti apa. Jadi tetap sesuai rencana kita akan berkumpul dekat lapangan dan bernyanyi bersama." Andreas mengungkapkan.
"Jirr, rasanya jadi kayak pengamen, ya," Rey cekikikan.
"Sebaiknya kalian izin dulu biar nggak jadi salah paham," usul Zhie.
"Iyalah pasti itu nomor satu," jawab jawab Andreas.
Mahda maju ke depan, teman-temannya heran apa yang akan dia lakukan. Perempuan yang selalu malu-malu itu menatap satu persatu orang yang ada di di ruangan itu.
Dia memejamkan mata seperti sedang berdoa, hapusan napasnya seirama dengan degup jantungnya. Tidak berselang lama lampu di ruangan itu meredup digantikan oleh cahaya dari sebatang lilin yang dibawa oleh Christina.
Cahaya kemerahan dari api kecil yang meliuk-liuk tertiup angin itu kemudian disimpan di atas meja. Masih belum ada yang bisa menebak Apa yang dilakukan oleh Mahda dan juga Christina.
Beberapa detik kemudian Christina bergerak seperti seorang penari, diikuti oleh Mahda. Meskipun tidak ada musik pengiring–mengingat di asrama tidak diperbolehkan membawa benda elektronik seperti ponsel–gerakan tubuh Mahda dan Christina seolah mengikuti alunan musik.
Beberapa hari ini keduanya selalu berlatih di kamar, tarian kontemporer yang masih kental dengan budaya akan tetapi tidak terlalu terikat dengan budaya tersebut.
Ini adalah salah satu keuntungan keduanya ditempatkan dalam satu kamar, sama-sama penari yang kemudian bisa sharing tentang apapun sebelum mereka tidur.
Darren dengan sigap menggeserkan meja, melihat lincahnya dua gadis itu menari Dia khawatir salah satu kakinya akan terbentur meja kaca itu. Benar-benar luar biasa, hanya dengan aba-aba kerlingan mata Christina mereka bisa menari indah itu. Apalagi jika diiringi dengan musik.
"Aturan Gue ingin mereka pakai gitar ya," ucap Rey. Matanya terus tertuju pada keindahan tarian Mahda dan Christina.
Semua, termasuk Joanna, Zhie dan juga Airin. Peluh bercucuran hingga tetesannya m*****i lantai. Di menit kedelapan dua gadis itu menghentikan tariannya. Keduanya membungkukkan badan, tersenyum sangat puas.
"Spektakuler!" Darren bertepuk tangan, lantas tepukan tangan lainnya datang dari anak-anak gen 9.
"Kalian makannya apa sih lentur banget badannya," Joanna bertanya di sela-sela semua yang mengagumi keindahan tarian itu.
"Kami latihan di kamar," celetuk Mahda. "Jika tarian ini layak ditampilkan di depan, gue sama Kristina mau menari. Bodo amat nanti ada yang nonton ada yang beli apa gimana, yang penting mereka tahu bahwa gue bisa nari dan layak ikut Olimpiade."
"Bagus! Kapan kita mulai?" tanya Darren.
"Besok kita kumpul aja di lapangan, dekat Gazebo anak-anak yang lain. Gue nanti minta izin sama Pak Harvey boleh nggak kalau ngumpul di sana." Andreas selalu gerak cepat.
Mereka semua sepakat, hanya inilah satu-satunya jalan agar mereka bisa debut, agar mereka bisa menjadi idola di Indonesia dan yang pasti mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri.
"Gue mau mau tampil juga dong, sekarang," ucap Aries.
Serempak kesembilan anak-anak gen 9 membubarkan diri dan masuk ke kamar masing-masing. Lelaki itu ditinggal sendirian.