Bab 11 - CLBK

2427 Words
Kinan baru saja pulang dari mengantar Haidar dan Kinan kecil ke sekolahan. Adrian dari tadi menunggu di rumah, sembari mengerjakan tugas kantornya di rumah. Dia memang sengaja tidak ke kantor, karena nanti akan ke apartemennya untuk menemui Tia bersama Kinan. Kinan membawakan kopi untuk Adrian, membawanya ke ruang kerja Adrian, meletakkannya di meja, dan dia duduk di depan Adrian. Kinan sebenarnya masih ragu dengan wanita yang bernama Tia itu. Adrian benar-benar menolongnya, atau pernah memakai wanita itu untuk memuaskan hasratnya. “Kak,” panggil Kinan. “Apa, Sayang ....” Adrian langsung menghentikan aktifitasnya yang sedang sibuk dengan laptopnya. “Kamu enggak sedang bohong, kan?” tanya Kinan. “Bohong? Kok kamu tanya seperti itu?” jawabnya dengan santai. “Kamu beneran belum menyentuh gadis itu?” tanya Kinan. “Kamu tidak percaya denganku, Sayang?” ucap Adrian. “Ya percaya, tapi aku kan tahu kamu bagaimana? Kamu kan dulu ....” “Aku suka main wanita? Aku hiperseks gitu? Jadi kamu tidak percaya kalau aku gak menyentuh Tia?” tukas Adrian. Kinan hanya diam dan menganggukkan kepalanya dengan pelan. Adrian mengurai senyum di sudut bibirnya. Dia beranjak dari tempat duduknya, mendekati Kinan dan memeluk Kinan dari belakang. Mencium pipi istrinya dengan mesra. Adrian berjongkok di depan Kinan, menggenggam tangan Kinan dan mencium tangannya. “Kamu masih berpikiran ke situ, Sayang? Aku memang dulu seperti itu. Kalau aku masih sama seperti dulu, aku pasti langsung mencari wanita untuk memuaskan hasratku setelah kepergian Sherly, tanpa memedulikan anakku. Aku mencari kesenangan dan kepuasan dengan wanita lain, tidak peduli Kinan. Tapi, aku sadar, aku memiliki anak perempuan. Aku tidak ingin apa yang aku lakukan, akan dituai anak perempuanku. Itu yang ada di pikiran aku. Dan, semalam pun saat aku membawa Tia, aku berpikir seperti itu. Aku memikirkan kamu dan Kinan putriku. Oke, aku memang sebelum dengan Tia, aku dengan wanita lain. Tapi, Demi Allah aku tidak melakukannya lebih, hanya menyentuh tidak memasukkannya, tidak sampai intim sekali. Dan, aku sangat menyesali itu, Kinan. Apa kamu masih belum percaya?” ucap Adrian dengan jujur apa adanya pada Kinan. “Bukan aku tidak percaya, Kak. Aku hanya takut saja, kamu seperti dulu. Aku sudah cukup diombang-ambingkan oleh kehidupan kamu dulu. Mencintai kamu, mengharapkan kamu, kamu memberikan kesempatan untuk kita menjalin hubungan, tapi kamu? Kamu malah masih bersenang-senang dengan Sherly dan wanita lainnya. Aku memang sedikit pun tidak bisa melupakan kamu, Kak. Aku terus mencobanya saat dengan Kak Bian, aku mencintai Kak Bian, tapi tidak sepenuhnya, karena ada kamu yang tertinggal di hatiku. Aku membohongi diriku, bilang sudah tidak mencintaimu, sudah hilang rasa cintaku, tapi setelah kamu ada di hadapanku lagi, aku merasa ada sesuatu yang tumbuh lagi di hatiku, meski aku selalu ketakutan saat kamu dekati aku. Takut, kalau nantinya aku akan kecewa lagi,” ucap Kinan. “Sekarang, aku mohon sama kamu, Kinan. Hilangkan rasa takut kamu itu. Aku tidak akan menyakitimu lagi. Aku akan membahagiakan kamu, aku janji itu. Apa kamu meragukan janjiku ini, Kinan? Demi Allah aku tidak melakukan apa-apa dengan Tia. Aku hanya menolongnya. Kasihan kalau dia masih ikut orang itu untuk diumpankan pada laki-laki lain. Aku hanya kepikiran kamu dan Kinan saat itu, Aku punya Kinan, aku tidak ingin karmaku ini Kinan yang menanggung. Dan, aku punya kamu, kamu istriku. Aku salah, karena aku tidak sabar, aku tidak mengerti kamu. Maafkan aku,” jelas Adrian. “Iya aku percaya kamu, Kak. Aku mohon jangan seperti dulu lagi,” pinta Kinan. “Aku janji, aku akan menjaga kepercayaan kamu padaku, kita sama-sama membangun rumah tangga ini, Kinan. Kita mulai dari sekarang, membangun rumah tangga ini dengan penuh cinta dan kasih sayang. Itu yang aku impikan dari dulu, bisa hidup bersama kamu, dan impian itu jauh dari sebelum aku kenal Sherly. Tapi, karena aku mendengar kecelakaan yang menimpa orang tua kamu, dan keluargaku cari kamu, tapi tidak pernah ketemu, aku menyerah, aku frustasi saat itu. Gadis yang aku cintai entah ke mana, dan aku terjerumus ke dalam dunia yang sperti itu. Main wanita, mabuk, seks bebas, dan banyak sekali dosa yang sudah aku lakukan dulu. Aku ingin memperbaikinya sekarang, bersama kamu, memperbaiki semuanya, untuk masa depan rumah tangga kita dan masa depan anak-anak kita kelak.” Adrian memohon pada Kinan, agar Kinan percaya dengannya. Adrian menyandarkan kepalanya di lutut Kinan dan mencium tangannya. “Iya, kita sama-sama memperbaikinya, Kak. Sudah jangan seperti ini. Maafin aku ya, Kak. Aku tadi tidak percaya kamu. Aku pun tidak mau apa yang dulu aku lakukan, akan berimbas pada anak-anakku, aku tidak ingin kelak anakku yang menanggung semua. Kita perbaiki sama-sama, Kak. Untuk ke depan yang lebih baik,” ucap Kinan. “Iya, Sayang. Terima kasih kamu sudah percaya dengan aku.” Adrian memeluk Kinan. Adrian menarik tubuh Kinan dari kursinya. Dia menduduki kursinya, dan memangku Kinan. Adrian memandang wajah Kinan yang cantik natural tanpa make up. Meraih bibirnya, dan mengecupnya dengan lembut. Kinan membalas kecupan Adrian, mereka semakin memperdalam kecupannya. Tangan Adrian menyentuh salah satu gundukan sintal di dadaa Kinan. Meremasnya pelan, dan memberi sentuhan yang membuat Kinan semakin melayang. Tidak peduli itu di ruang kerjanya Adrian menanggalkan pakaian Kinan satu persatu, dan tersisa hanya pakaian dalam Kinan saja. Adrian menggendong Kinan, berjalan ke arah pintu, menguci pintu ruang kerjanya. Tidak peduli di ruang kerja, Adrian kembali melakukannya. Kinan pun menikmati permainan suaminya kali ini, di ruang kerjanya, yang hanya ada meja kerja dan dua kursi saja. Desahan Kinan membuat Adrian semangat menikmati tubuh Kinan yang seksi. Adrian membawa Kinan dalam pangkuannya, membiarkan Kinan yang memegang kendali di atasnya. Kinan menggerakkan tubuhnya di atas Adrian yang duduk di kursi. Menghadap Adrian dan dadaanya begitu menantang di depan Adrian. Tidak terasa permainan mereka di atas kursi sudah cukup lama. Adrian merebahkan tubuh Kinan di atas meja kerjanya, dan langsung memulai permaiannya lagi. Napas mereka terengah-engah. Saling bersahutan lenguhan mereka, dan membuat mereka semakin bergairaah melanjutkan permaiannya. Adrian melepaskan hasratnya bersamaan dengan Kinan. Kinan memeluk tubuh Adrianya yang terkulai lemas di atasnya. Kinan mencium pipi Adrian, menyeka keringat yang ada di kening Adrian. “Memang kamu itu gak tahu tempat ya, Kak?” ucap Kinan dengan suara masih terengah-engah. “Kamu juga mau, kan?” ucap Adrian dengan tersenyum dan menarik hidung Kinan. Lalu menarik tubuh Kinan, dan duduk di kursi dengan memangku Kinan. “Ingat dulu saat di kantor kamu,” ucap Kinan. “Terus?” tanya Adrian. “Kok terus? Ya kamu emang gak tahu tempat, ya ginian, tapi kan enggak masuk,” ucap Kinan dengan manja. “Ingetnya yang enak-enak saja ya sekarang? Jangan inget yang menakutkan lagi. Kan kita dulu enak-enaknya banyak dibanding yang nakutin?” ucap Adrian. “Aku sadar, ternyata aku sama saja seperti kamu. Ya mau-maunya tiap hari gituan sama kamu,” ucap Kinan. “Tapi aku salut dengan kamu, Sayang. Tahan Cuma di sentuh saja. Biasanya cewek kalau udah disentuh sampai gitu, pasti mau ngasih semuanya,” ucap Adrian. “Pengecualian, dong. Masa Kinan mau seperti itu? Rugi nanti suaminya gak dapat perawanannya Kinan,” jawabnya dengan terkekeh. “Beruntung Bian dapat kamu, Kinan. Aku pun juga, karena kamu janda yang terhormat. Kamu bisa menjaga nama baik mendingan suami kamu saat menjadi janda. Aku beruntung bisa memiliki kamu, meski aku mendapatkannya setelah Bian. Aku tidak mengerti dengan semua ini, apa kamu cinta sejatiku? Aku mencintaimu dari pertama mengenal kamu. Meski banyak wanita yang berlalu lalang di kehidupanku, tapi hati ini enggak pernah berhenti memanggil namamu. Atau mungkin ini yang namanya cinta lama belum kelar?” ucap Adrian dengan tertawa kecil. “Ada-ada saja kamu, Kak? Masa cinta lama belum kelar?” ucap Kinan. “Iya, bukan cinta lama bersemi kembali. CLBK nya kita ya cinta lama belum kelar. Memang belum kelar, kalau aku belum memiliki kamu. Cerita cinta kita masih belum selesai, Sayang. Dan, aku tidak mau kalau cerita cinta kita selesai dengan sia-sia. Aku ingin membahagiakan kamu, hingga akhir hidupku. Hingga suatu hari nanti, kita terbaring di bawah gundukan tanah merah saling berdampingan. Aku mencintaimu, Dewi Kinanti.” Adrian mengecup kening Kinan setalah mengungkapkan semua isi hatinya pada Kinan. “Iya, aku pun sama. Aku ingin menua bersama kamu. Bersama cinta pertamaku. Aku juga mencintaimu, Kak Adrian,” ucap Kinan. Mereka saling mengeratkan pelukannya. Menautkan bibirnya hingga merasakan cinta yang mengalir pada diri mereka. “Jangan pernah pergi dari hidupku lagi, Kak. Hanya kamu yang aku miliki,” ucap Kinan. “Aku tidak akan pergi, tapi kalau Tuhan memanggil aku lebih dulu, aku harus apa? Kamu tidak hanya dengan aku, Kinan. Ada Haidar, ada Kinan, dan kelak suatu hari nanti kita akan dapat anak lagi, yang bisa menemani kita, meski nantinya masa tua kita hanya kita berdua saja. Karena, anak-anak kita pun nantinya akan hidup dengan seseorang yang mereka cintai,” ucap Adrian. Kinan menatap wajah suaminya dan mendekatkan wajahnya, lalu mencium kilas bibir Adrian. Kinan tidak pernah menduga, Adrian sekarang menjadi miliknya seutuhnya, begitu juga dirinya. Sekarang dia sudah menajdi milik Adrian seutuhnya. Semalam. Ya, semalam Kinan menyerahkan semuanya pada suaminya, tanpa rasa takut, tanpa ragu, dan menikmati setiap detik alunan bercintanya dengan Adrian. Semua berkat sahabatnya yang selalu care dengan Kinan. Yang terus mensupport Kinan untuk tidak takut melakukannya pada Adrian. Rossa dan Aletta selalu setia menemani Kinan ke psikiater. Kadang mereka pun ikut menasihati Kinan, agar tidak takut lagi. Meyakinkan Kinan kalau Adrian tidak akan pernah menyakitinya lagi. Sekarang, Kinan sudah melupakan rasa takutnya, sudah memberikan hak Adrian yang tertahan selama enam bulan setelah pernikahannya. Ponsel Adrian berdering, ada telefon masuk, entah dari siapa. Dari tadi posisinya masih belum berubah, memangku Kinan di kursi kerjanya. Memanjakan istrinya, dan masih belum mau melepaskan istrinya. “Kak, itu ponsel kamu bunyi. Ada yang telfon tuh. Mungkin gadis itu, siapa namanya?” tanya Kinan. “Tia, iya mungkin Tia. Bentar aku ambil,” ucap Adrian. Kinan akan turun dari pangkuan Adrian, tapi Adrian menahannya. “Jangan gini aja.” Adrian menggeser kursinya mendekati meja, tanpa Kinan turun dari pangkuan. Kinan menggelengkan kepalanya karena kelakuan suaminya yang maunya memeluk dirinya terus. “Iya ini nomor Tia. Dia pakai nomor yang tidak aku pakai soalnya,” ucap Adrian. “Ya sudah angkat saja, Kak,” ucap Kinan. Adrian mengangkat telefon dari Tia. Gadis yang semalam ia tolong. Mungkin nantinya dia akan menyuruh Tia bekerja di kantornya, karena Kinan pun mengizinkan Tia kerja di kantor Adrian. Kalau di butiknya, Kinan sedang tidak butuh karyawan lagi. Karena, butiknya sedang sepi, dan sudah cukup karyawannya. “Oke, nanti aku ke situ dengan istriku.” Adrian mematikan telefonnya. Tia sudah mengambil ijazahnya, dan sudah kembali ke apartemen Adrian. Kinan masih mengusap-usap kepala Adrian dengan sayang. Rasanya masih nyaman dengan posisi yang sekarang ini. Tapi, dia harus cepat-cepat membersihkan badannya, dan bersiap untuk menemani suaminya menemui gadis yang bernama Tia. “Ayo mandi,” ajak Adrian. “Gendong, sampai kamar,” pinta Kinan dengan manja. “Depan atau belakang?” tanya Adrian. “Belakang saja,” jawab Kinan. Adrian berjongkok dia depan Kinan, Kinan langsung naik ke punggung Adrian. Adrian menggendongnya, seperti saat dulu waktu kecil menggendong Kinan yang habis jatuh karena berlarian. “Kamu enggak nangis?” tanya Adrian. “Ngapain nangis? Aku kan sedang bahagia?” jawab Kinan. “Kali saja pengin kek dulu, di gendong aku sambil nangis,” ucap Adrian. “Masih ingat tidak?” tanya Adrian. “Ehm ... sebentar-sebentar ... waktu aku habis jatuh itu, ya? Pas lari-larian, terus jatuh, nangis, dan digendong kamu. Kamu yang dimarahin mama kamu, karena buat aku nangis? Iya, aku ingat itu, Kak,” ucap Kinan. “Lucu kalau aku pikir. Aku yang masih kecil, kamu pun masih sangat kecil, tapi aku sudah jatuh cinta sama kamu,” ucap Adrian. “Hmmm ... iya, ya kak? Kalau ingat itu rasanya pengin nangis, aku dulu masih lengkap dengan mama, papa, dan adikku. Setelah itu, aku sendirian, kamu dan mama papamu entah ke mana setelah semua keluargaku pergi,” ucap Kinan. “Jangan nangis, sekarang udah ada aku, Haidar, Kinan, mama sama papa, belum bibi kamu, papanya Sherly, dan papanya Bian. Semua sayang kamu, semua ada untuk kamu. Kamu tidak pernah sendiri, Sayang. Terus ada sahabat kamu yang selalu care dan sayang sama kamu,” ucap Adrian. “Iya, aku sekarang punya keluarga yang sayang sama aku. Untung juga bibiku sudah tidak seperti dulu, selalu menyiksaku setiap hari, dan suaminya sering mau memerkosaku. Aku selalu hidup dalam ketakutan saat itu,” ucap Kinan “Sudah, jangan ingat yang menyedihkan lagi. Aku kan bilang, ingatnya yang seneng-seneng sama enak-enak saja. Jangan ingat yang sedih, atau yang menakutkan. Tidak ada yang kamu takutkan lagi, dan tidak ada yang kamu tangisi lagi. Kita sudah bahagia, dan aku janji, aku akan membuat kamu dan anak-anak selalu bahagia. Aku janji itu, Sayang,” ucap Adrian. “Ih, ngomong-ngomong kamu berat, ya? Mana kamar sama ruang kerjaku jaraknya jauh banget,” ucap Adrian yang merasa tidak sampai-sampai di kamarnya dari tadi. “Ya sudah aku turun!” ucap Kinan dengan kesal. “Cie ... istriku ngambek. Jangan turun dong, aku masih kuat. Jangankan dari ruang kerja ke kamar. Keliling Jakarta saja aku sanggup dengan gendong kamu,” ucapnya dengan semangat. “Masa sih? Coba besok kalau kuat,” ucap Kinan dengan terkekeh. “Jangan besok dong, capek. Apalagi tiap malam aku mau minta jatah di kasur terus, bisa lepas nih kaki,” ucap Adrian. “Ih, ngeles,” ucap Kinan. Adrian membuka pintu kamarnya. Dia setengah berlari masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuh Kinan di tempat tidur. “Huh ... pegel,” keluh Adrian. “Katanya sanggup keliling Jakarta dengan menggendong aku?” canda Kinan dengan menarik tubuh Adrian supaya tidur di sebelahnya. “Yang ada punggung aku langsung patah, Sayang. Mau kalau suaminya gitu?” ucap Adrian dengan terengah-engah. “Enggak, jangan dong. Nanti yang bahagiain aku di kamar siapa?” ucap Kinan dengan tangannya menyentuh d**a Adrian dengan lembut. “Kinan, Sayang ... jan gini, ya? Tenaganya buat nanti malam aja? Tadi kan sudah tiga kali di ruang kerja, mau lagi?” ucap Adrian. “Enggak, nanti malam saja. Mandi, yuk?” ajak Kinan. “Bareng, ya?” pinta Adrian. “Oke, tapi gendong lagi sampai kamar mandi,” jawab Kinan. “Ayok, aku masih kuat kalau ke kamar mandi, kalau keliling Jakarta, gendong Haidar saja aku tidak kuat. Aku kan butuh tenaga buat di kasur, untuk nyenengin istri,” ucap Adrian dengan terkekeh. “Dasar m***m!” tukas Kinan. “Tapi suka, kan?” ucap Adrian. “Suka, suka banget,” jawab Kinan. Mereka mandi bersama. Adrian sebenarnya masih ingin melakukannya lagi, begitu juga Kinan. Tapi, mereka harus segera menemui Tia. Dan, Adrian juga ada meeting jam dua siang di kantor. Jadi dia harus menahannya, menunggu nanti malam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD