Adrian dan Kinan sudah sampai di apartemen Tia. Mereka langsung menuju ke unit Tia. Adrian menekan bel, dan Tia langsung membukakan pintunya. Gadis yang mengenakan kaos oblong dan celana tiga perempat itu menyapa Adrian dan Kinanti dengan senyum yang ramah.
“Silakan masuk, Pak, Bu.” Tia mempersilakan Adrian dan Kinan masuk ke dalam dengan membungkukkan dadanya.
“Terima kasih,” jawab Adrian dan Kinan.
“Bagaimana kamu sudah ambil ijazah kamu?” tanya Adrian dengan mendudukan dirinya di sofa dan menyilangkan kakinya. Kinan pun ikut duduk di sebelah Adrian.
Tia mengambil map warna biru muda, dan diberikan pada Adrian. Dia baru saja mengambil ijazah sekalian membeli pakaian yang pantas untuk dirinya.
“Ini ijazah saya, Pak.” Tia memberikan ijazah miliknya pada Adrian. Adrian melihat nilai Tia di transkrip nilainya. Menurut Adrian Tia gadis yang pintar. Nilainya saja paling rendah 7,90. Adrian memperlihatkannya pada Kinan.
“Tia, ini istri saya. Namanya Kinan.” Adrian baru mengenalkan Kinan pada Tia.
“Tia.” Tia menjabat tangan Kinan dengan senyuman ramah.
“Kinan,” ucap Kinan. “Nilai kamu bagus,” pungkasnya.
“Alhamdulillah. Saya peringkat dua satu sekolahan, dan peringkat satu di kelas, Bu,” jawab Tia. “Aku sebenarnya dapat beasiswa, tapi aku terlambat masuk, karena ayah tidak menyetujuiku untuk melanjutkan pendidikanku, dan ternyata malah menjualku seperti ini. Beruntung ada suami ibu yang menolong,” ucap Tia.
“Kadang hidup memang keras, Tia. Kamu yang sabar, semua pasti ada jalan keluar yang terbaik,” ucap Kinan.
“Rencana kamu setelah ini mau bagaimana?” tanya Kinan.
“Aku akan cari kerja, Bu. Kerja apa pun, yang penting tidak seperti kemarin,” jawab Tia. “Tapi, saya minta izin tinggal di sini dulu, sebelum saya bisa ngontrak sendiri,” ucap Tia.
“Aku sudah bilang sama kamu, sementara pakai apartemen ini, sampai kamu mendapatkan kerja,” ucap Adrian.
“Kalau kamu kerja di kantor suami saya, kamu mau? Saya punya butik, tapi sedang tidak membutuhkan karyawan. Kalau di kantor suami saya, ada lowongan pekerjaan. Kamu pernah magang di perusahaan, kan? Pasti kamu bisa kalau bekerja di kantor suami saya,” ucap Kinan.
“Ehm ... saya tambah tidak enak dengan ibu, sudah menumpang di sini, malah kerja disuruh kerja di kantor bapak,” ucap Tia.
“Saya sama istri sudah membicarakannya semalam. Saya memang butuh dua orang, untuk sekretaris pribadi saya, dan untuk di bagian keuangan, jadi kamu bisa datang ke kantor saya, bawa lamarannya, besok pagi saya tunggu. Kamu tahu kan alamatnya? Ada di kartu nama saya semalam,” jelas Adrian.
“Kenapa harus besok pagi, Kak? Kan kamu butuh hari ini juga. Anggap saja dia training hari ini, biar dia siapkan lamarannya sekarang,” ujar Kinan.
“Ehm ... kamu bisa siapkan CV kamu sekarang?” tanya Adrian.
“Iya, bisa, Pak. Jadi benar saya bisa bekerja di kantor Pak Adrian?” tanya Tia dengan senyuman yang mengembang bahagia.
“Iya, nanti sekalian ikut saya ke kantor. Kalau kamu tidak bisa menulis surat lamaran, ada istriku yang mengajarinya,” ucap Adrian.
Kinan mengajari Tia untuk membuat surat lamaran, dan menyiapkan berkas lamaran. Sementara Adrian masuk ke dalam. Dia ke dapur, melihat isi kulkas, dan mengambil minuman dingin untuk dirinya juga Kinan dan Tia.
Adrian melihat Kinan sedang mngajari Tia membuat surat lamaran, dan membantu menyiapkan berkas lamaran. Kinan sebenarnya sedikit ragu kalau Tia jadi sekretaris pribadi Adrian. Tapi, mau bagaimana lagi, Adrian memerlukan asisten di kantornya. Dan, Tia sepertinya bisa diandalkan. Apalagi Tia menguasai bahasa inggris juga. Dilihat dari nilainya juga sangat bagus.
Meski hanya lulusan SMK, Kinan percaya kalau Tia mampu membantu Adrian di kantornya. Adrian membawakan minuman untuk mereka, dan kembali duduk di sebelah Kinan.
“Bagaimana sudah?” tanya Adrian.
“Sebentar lagi selesai,” jawab Tia.
“Ini langsung ke kantor habis ini?” tanya Kinan.
“Iya, Sayang. Nanti langsung ke kantor saja. Aku jam dua saja ada meeting. Kamu ikut, ya? Tia kan masih belum tahu, jadi biar dia tahu dulu kerjanya bagaimana,” jawab Adrian. Adrian juga meminta Kinan ikut ke kantor.
Adrian tidak pernah mengerti, kenapa Rio tiba-tiba resign. Padahal dia sudah menjadi kepercayaannya selama ini. Setelah kembali ke Indonesia, Adrian mengenal Rio, mereka cocok, akhirnya berteman, dan memberikan kesempatan Rio untuk bekerja di kantornya sebagai orang kepercayaannya. Tapi, ternyata Rio tiba-tiba pergi, mengajukan resign hanya lewat email saja, dan meninggalkan begitu banyak pekerjaan yang terbengkalai. Juga memakai uang perusahaan, entah untuk apa.
Adrian tidak pernah menyangka Rio akan seperti itu. Membalas kebaikan Adrian yang sudah menolongnya bertahun-tahun, dengan cara seperti itu. Padahal Adrian selama ini baik dengan Rio. Adrian pun berani memberikan gaji Rio cukup banyak, karena kerjanya sangat memuaskan bagi Adrian. Adrian juga tak segan-segan menyewakan Apartemen untuk Rio, yang sekarang di pakai Tia. Dan setelah Rio bisa membeli rumah, Apartemen ini masih Adrian perpanjang sewanya, karena akan di pakai Tia, sampai dia bisa menemukan kontrakan yang cocok.
Padahal sebelum kehadiran Andrew, semua baik-baik saja di antara Rio dan Adrian. Sejak itu juga, klien Adrian banyak yang memutuskan kerja sama secara sepihak, dan memilih bekerja sama denga perusahaan yang sekarang Andrew pimpin.
“Kita langsung ke kantor saja, kamu ganti baju kamu. Baju yang pantas untuk ke kantor,” ucap Adrian pada Tia.
Tia ke kamarnya, mengganti baju. Sedang Adrian membaca surat lamaran yang baru Tia tulis. Kinan tahu, Adrian selama ini banyak sekali masalah di kantornya. Tapi, Adrian sebisa mungkin menangani sendiri, tidak meminta bantuan dari mama dan papanya, atau ayahnya Sherly.
“Kak, kamu baik-baik saja, kan?” tanya Kinan yang melihat Adrian sedang bengong seperti memikirkan sesuatu.
“I—iya, aku baik-baik saja,” jawab Adrian dengan gugup.
“Kamu yang sabar ya, Kak? Berapa uang yang di bawa kabur Rio? Kakak kenapa enggak melaporkan pada polisi saja? Sudah kan selesai?” ucap Kinan.
“Tidak semudah itu, Sayang. Dia itu melenyapkan semua bukti-buktinya. Aku pun tidak mengerti, setelah bertemu dengan Andrew, dia menjadi berubah. Aku tidak mementingkan uang yang dibawa kabur Rio. Sekarang semua klienku di ambil mereka semua, meski masih ada beberapa yang masih mempercayaiku untuk bekerja sama. Aku bingung, ada dendam apa Andrew padaku, kenapa dia sampai seperti itu?” ucap Adrian dengan mengusap kasar wajahnya.
“Apa itu karena Sherly dulu? Tapi, kayaknya dia menerima kenyataan kalau Kinan itu anak kamu, kan?” ucap Kinan.
“Aku tidak tahu, Sayang. Aku pusing kalau mikir ke situ. Maafkan aku, ya? Aku jadi merepotkan kamu, kamu kan jadi ikutan mikir semua ini,” ucap Adrian.
“Kak, kita suami istri, jadi ya apa salahnya aku membantu menyelesaikan masalah di kantor kamu. Kamu butuh dana berapa untuk perusahaan? Perusahaan aku saat ini sedang baik-baik saja di tangan ayah dan bibi. Apa aku bisa membantu kamu?” tanya Kinan.
“Jangan, sayang. Lagian aku tidak butuh dana, aku hanya butuh oang yang bisa ku percaya. Selagi aku masih sehat seperti ini, aku pasti bisa berusaha sendiri. Bantu aku, ya? Do’a istri kan katanya doa yang paling mustajab untuk suaminya. Aku butuh kamu, penyemangat aku, dan terima kasih, kamu sudah memberikan kebahagiaan dalam hidupku. Aku pasti bisa melalui ini, Sayang. Kamu jangan khawatir, jangan ceritakan masalah ini sama ayahnya Bian, bibi, mama, papa, dan ayahnya Sherly. Aku bisa menangani ini sendiri, Sayang,” ucap Adrian.
“Iya, aku selalu mendoakan kamu, Kak. Kita sama-sama lalui ini. Aku akan terus berada di samping kakak, menguatkan kakak. Aku yakin kakak pasti bisa,” ucap Kinan.
“Terima kasih, Sayang.” Adrian mengusap pipi Kinan, dia mendekatkan wajahnya pada wajah Kinan, dan mengecup lembut bibir Kinan cukup lama.
“Pak, bu, saya sudah si... ah, maaf.” Tia yang baru saja keluar dari kamar, dia tidak tahu kalau Adrian sedang ciuman di ruang tamu.
“Ah Tia, kamu sudah siap?” ucap Adrian dengan gelagapan, karena kepergok sedang ciuman dengan istrinya.
“Ayo kita langsung berangkat saja, Kak,” ajak Kinan dengan wajah yang memerah karena malu.
Adrian berjalan lebih dulu dengan Kinan. Tia mengikutinya. Tia hanya mengernyitkan keninganya, melihat perlakuan mesra Adrian pada istrinya. Tia bertanya-tanya dalam hatinya, menebak-nebak, kalau Kinan bukan istri Adrian.
“Kalau istrinya enggak mungkin mesra gitu, main sosor-sosoran di ruang tamu. Mungkin dia simpanannya. Ketemu aku saja di bar? Dan dengan gampangnya dia ngeluarin uang untuk membeliku? Pasti orang seperti Pak Adrian tidak hanya satu simpanannya. Aku yakin, Bu Kinan bukan istrinya, tapi simpanannya, tapi masa simpanan tampilannya berhijab?” gumam Tia sambil melihat Adrian yang merangkul istrinya.
^^^
Adrian sampai di kantornya. Kinan dan Adrian menjelaskan apa saja pekerjaan Tia. Tadi Tia pikir Kinan bukan istri sahnya Adrian. Tapi, setelah dia melihat Foto keluarga kecil Kinan dan Adrian terpajang di dinding ruangan Adrian, dia baru percaya kalau Kinan adalah istrinya Adrian.
“Sayang, Haidar nanti biar dijemput Bibi ya? Kamu jadi mau menemani aku, kan?” tanya Adrian.
“Iya, aku sudah bilang sama bibi, minta tolong jemput Haidar sama Kinan juga,” jawab Kinan.
Tia dari tadi memerhatikan Adrian yang sedang sibuk menyiapkan berkas untuk meeting siang ini. Kinan pun juga sibuk mengajari dirinya sambil membantu Adrian juga.
“Jadi mereka suami istri betulan. Aku kira Bu Kinan bukan istrinya. Ternyata memang benar Bu Kinan istrinya. Tapi, kenapa Pak Adrian sampai ke bar dan sewa wanita? Mungkin mereka ada masalah dalam keluarganya. Tapi, mereka kompak sekali kalau aku lihat. Dan, sepertinya harmonis sekali rumah tangganya,” gumam Tia.
Kinan melihat Tia yang tidak fokus saat sedang dijelaskan mengenai apa pekerjaannya. Matanya malah fokus melihat Adrian yang sedang sibuk dengan laptopnya. Kinan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Berpikir apa yang ada di otak gadis itu saat menatap Adrian.
"Ehem ... ada yang salah dengan suami aku?" tanya Kinan. Tapi, Tia masih saja fokus menatap Adrian.
"Memang ada apa dengan aku, Sayang?" tanya Adrian.
"Enggak apa-apa, Kak. Itu ada yang fokus liatin kamu, Kak," jawab Kinan.
Tia baru sadar, kalau dirinya terlalu fokus menatap Adrian. Laki-laki yang sudah melepaskan dirinya dari jeratan germonya.
"Maaf, Bu, Pak," ucap Tia dengan menunduk.
"Tia, kamu sudah paham?" tanya Kinan.
"Sedikit, Bu," jawab Tia.
Kinan menghela napasnya dengan berat. Dia tidak mengerti kenapa Tia sampai menatap suaminya seintens itu. Kinan agak tidak merelakan Tia sebenarnya, kalau Tia membantu Adrian sembari Adrian benar-benar dapat Sekretaris lainnya.
"Dia nyebelin banget sih! Lihatin suamiku sampai seperti itu. Baru lihat orang setampan suami aku apa sih? Atau jangan-jangan dia ... ah sudah aku enggak mau berpikiran macam-macam. Mungkin dia melihat suamiku seperti itu, karena dia merasa sudah diselamatkan oleh Kak Adrian dari jeratan mami-mami germoo," gumam Kinan.