Adrian langsung mencap pedal gasnya dengan kuat. Dia langsung melesat pergi dari Rumah baru Rio. Adrian menambahkan kecepatan laju kendaraannya, dia ingin cepat-cepat sampai rumah. Adrian merasa sangat bersalah sekali pada istrinya, karena sudah datang ke acara yang menurutnya tidak berguna itu.
“Acara syukuran apaan! Acara tidak jelas seperti itu! Bukan tasyakuran pindahan rumah namanya, tapi lebih ke pesta miras dan pesta wanita malam!” Adrian tersulut emosinya, dia memukul keras kemudinya karena dia menyesal sudah datang di acara yang tidak berguna itu,
Selang beberapa menit Adrian sudah sampai di depan rumahnya. Dia langsung menyetabilkan emosinya dulu sebelum masuk ke dalam rumahnya. Setelah ia merasa baikan, emosinya sudah mereda, Adrian langsung masuk ke dalam rumahnya. Dia langsung masuk ke dalam karena pintu tidak di kunci.
“Kebiasaan Kinan, lupa kunci pintu, padahal aku selalu ingatkan dia kalau di rumah sendirian aku suruh kunci pintunya,” gumam Adrian.
Adrian melihat Kinan yang ketiduran di sofa ruang tengah. Dia duduk di sebelah Kinan. Mengecup kening Kinan dan membenarkan bajunya yang sedikit terangkat ke atas, sehingga menampakkan perut rampingnya.
“Ini yang ada malah Televisi nonton orangnya. Kebiasaan sekali dia,” ucap Adrian lirih.
Seperti itu Kinan, kalau Adrian keluar malam, atau lembur di kantor, seusai menidurkan anak-anaknya dia rebahan di sofa sampai ketiduran. Adrian lah yang nantinya memindahkan Kinan ke kamar dengan menggendongnya.
Adiran melihat kaki jenjang Kinan yang terekspose karena dia hanya memakai celana pendek. Adrian hanya bisa menelan ludahnya saja. Membayangkan Kinan yang sedang seperti tadi sore setelah mandi.
“Ohhh ... Shiiitt !!! pakai acara tegang lagi!” umpatnya dengan lirih.
Adrian merasakan miliknya yang di balik celana mengeras melihat tubuh seksi istrinya. Adrian menyandarkan kepalasnya di sandaran sofa. Dia benar-benar tidak bisa menahannya. Menahan gelora hasrat yang kuat pada dirinya.
“Kamu benar-benar menyiksa aku Kinan,” ucapnya lirih dengan memegangi miliknya.
Adrian menyentuh lembut tubuh istrinya perlahan. Dia semakin tidak kuat menahan hasratnya yang sudah di ubun-ubun. Tubuh Kinan yang seksi semakin terbayang di matanya. Tanpa sadar Adrian menyentuh miliknya dan mengurutnya sendiri.
“Shiiit !!! Aku benar-benar bisa gila kalau seperti ini Kinan!” geram Adrian dengan menjambak rambutnya.
Di menutup kembali resleting celananya yang sudah terbuka. Dia menyetabilkan gelora hasrat yang masih menggebu pada dirinya. Adrian bergegas membopong tubuh Kinan, memindagkannya ke kamar, karena dia tidak ingin lagi melihat lekuk tubuh Kinan yang seksi. Adrian menyelimuti tubuh Kinan, mengecup keningnya, lalu memerhatikan wajah cantik Kinan yang tidak pernah pudar.
“Aku mencintaimu, Kinan. Aku sangat mencintaimu, aku mohon, jangan siksa aku terlalu lama Kinan. Sudah hampir setengah tahun kita menikah, kapan kamu akan memberikannya padaku?” gumam Adrian.
Adrian meninggalkan Kinan ke kamar mandi, dia ingin membersihkan dirinya, dan mengganti bajunya. Dia masih saja terbayang tubuh seksi Kinan. Pikiran kotornya kini mulai beraksi lagi.
“Astaga ... kenapa mesti on lagi sih! Padahal selama jadi duda, lepas dari Sherly aku baik-baik saja, aku sama sekali tidak pernah memikirkan untuk bercinta lagi, kenapa sekarang jadi seperti ini, setelah menikah dengan Kinan?”gumam Adrian.
Adrian menuntaskan sendiri hasratnya di kamar mandi. Dia membayangkan tubuh seksi Kinan di depannya, bermain dengannya, memuaskan hasratnya.
“Maafkan aku, Kinan. Maafkan aku.” Adrian berkata dengan suara parau setelah melampiaskan hasratnya sendiri di kamar mandi. Ada rasa sesal pada dirinya melakukan seperti itu sendiri dengan membayangkan tubuh Kinan.
“Aku bisa gila lama-lama kalau gini!” geramnya dengan menjambak rambutnya.
^^^
Kinan menyeka air mata yang sudah menetes di pipinya. Dia merasa berdosa sekali mendengar Adrian melampisakan hasratnya sendirian di kamar mandi. Entah kenapa rasa takut itu masih menyelimuti dirinya saat Adrian akan melakukannya.
Kinan pura-pura tertidur lagi saat mendengar Adrian keluar dari kamar mandi. Adrian langsung merebahkan diri di sebelah istrinya, memeluk Kinan dan mencium kepalanya.
“Maafkan aku, Sayang. Aku sangat terpaksa seperti ini, aku benar-benar tidak kuat. Aku tidak kuat melalui ini sendirian. Hampir enam bulan aku selalu melihat lekuk indah tubuhmu di sampingku, di tambah tidak sengajanya aku melihat kamu telanjangg bulat setelah mandi tadi waktu aku di balkon. Aku semakin tidak bisa menahannya, maafkan aku yang menuntaskannya sendiri, Kinan,” ucap Adrian lirih dengan mengusap pipi Kinan yang tahunya sedang tertidur pulas.
Kinan semakin panas dadanya. Sesak sekali dadanya mendengar rintihan batin suaminya. Dia semakin merasa sangat bersalah pada suaminya. Kinan menahan air matanya agar tidak keluar membasahi pipi.
“Ya Allah, aku sangat berdosa sekali dengan suamiku. Kapan aku tidak takut lagi, apa aku harus pelan-pelan mencobanya? Dulu saat sama Kak Bian, aku langsung mau melakukannya, tapi dengan Adrian, aku takut. Aku takut Adrian meninggalkan aku lagi setelah melakukannya. Aku sangat mencintainya, tapi aku takut, maafkan aku, Sayang,” gumam Kinan.
Kinan sengaja memeluk Adrian. Dia menenggelamkan wajahnya di d**a suaminya, dan mengeratkan pelukannya pada Adrian.
“Jangan pergi, aku mencintaimu,” ucap Kinan dengan mengeratkan pelukannya lagi pada Adrian.
“Aku tidak akan pergi, aku di sini, Sayang. Aku juga mencintaimu,” ucap Adrian. Dia memeluk erat Kinan dan menciumi puncak kepalanya.
^^^
Keesokan harinya, Kinan menelfon Haidar dan Kinan kecil yang masih betah di rumah opanya. Kinan padahal sudah menyuruhnya pulang, tapi mereka masih belum mau pulang.
“Biar mereka di sana, kan di rumah opanya,” ucap Adrian.
“Iya sih, aku kangen sama dia, pengin nyusulin tapi Aletta sama Rossa mau ke sini,” ucap Kinan.
“Mereka jadi ke sini?” tanya Adrian.
“Iya, katanya mau kumpul di sini saja, enggak apa-apa, kan?” jawab Kinan.
“Enggak apa-apa lah, daripada istriku yang keluar-keluar rumah? Iya, kan?” ucap Adrian.
“Iya sih, lagian aku saja lagi males keluar. Kalau misal mereka inginnya kumpul di Cafe, aku juga gak bakalan ikut,” ucap Kinan.
“Sama suami mereka, kan?” tanya Adrian.
“Iya, katanya sih suaminya ikut,” jawab Kinan.
“Ya sudah, kamu ganti baju, jangan pakai kayak gini, ada cowok selain aku,” tutur Adrian.
“Iya, Sayang. Aku tahu itu. Lagian mereka belum pada datang kok,” jawab Kinan.
“Mempersiapkan diri dulu itu jauh lebih baik, Sayang,” ucap Adrian.
“Hmmm ... Iya deh,” jawabnya dengan mencebikkan bibirnya.
Adrian tersenyum melihat istrinya yang sifat manjanya keluar. Sedetik kemudian, senyuman itu sirna, kala mengingat dirinya masih belum bisa menyentuh istrinya.
Ponsel Adrian bergetar, ada notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Adrian menghentikan aktifitasnya yang sedang membuatkan teh untuk dirinya dan istrinya.
“Nomor baru? Siapa?” gumam Adrian dengan menautkan kedua alisnya.
“Bro, ini Andrew. Payah kamu sekarang? Yakin sudah gak doyan pesta seperti semalam?”
Adrian menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia memijit keningnya, karena merasa temannya itu masih saja seperti dulu, tidak berubah. Main wanita adalah hobbinya. Benar kata Sherly, Andrew lebih parah daripada dirinya. Adrian memang suka main dengan wanita, tapi Adrian memilih, bukan dengan sembarang wanita seperti Andrew. Itu kenapa Sherly memutuskan Andrew, dan kembali pada Adrian.
“Kapan kamu berubahnya, Ndrew???” gumam Adrian dengan membuang napasnya kasar.
Adrian mulai membalas pesan dari Andrew. Pasti Rio yang sudah memberitahukan nomor ponsel dirinya pada Andrew.
“Aku sudah tidak kenal dunia seperti itu, Ndrew. Kalau kamu ingin menikmatinya, nikmati saja sendiri, dengan Rio mungkin, karena dia sama seperti kamu. Aku takut, aku punya anak cewek, aku takut anakku yang nantinya akan menanggung semua kesalahanku dan mamanya dulu.”
“Anak kamu, atau anak aku? Dulu Sherly juga sering sama aku?”
“Kamu sudah lihat hasil DNA Kinan, kan? Dia memang anakku, bukan anak kamu!”
“Santai dong, Bro. Lagian kalau anakku pun, aku tidak mau mengurusnya. Ya sudah, nikmati hidup kamu saja yang monoton seperti itu, tidak ada warna!”
“Terserah kamu, Ndrew!”
“Nanti malam aku mau ke Bar sama Rio, kamu tidak ikut?”
“Terima kasih, Ndrew.”
Adrian menghapus semua pesan dari Andrew. Dia menaruh ponselnya di meja, lalu menekan mode diam. Dia tidak ingin diganggu siapa pun saat ini. Rekan kerjanya yang ia kira orang kalem, baik, dan tidak suka dunia malam, ternyata sama saja seperti Andrew.
Adrian membawakan teh untuk Kinan ke ruang tengah. Seperti itu kalau libur tanpa anak-anak, dia selalu menghabiskan waktu berdua untuk bertukar pikir masalah pekerjaan atau lainnya. Adrian menunggu Kinan ganti baju, dia menyesap tehnya, merasakan aroma teh melati yang menenangkan pikirannya.
“Kak, mereka belum datang?” tanya Kinan yang baru saja keluar dari kamarnya.
“Belum sih, memangnya mau datang jam berapa?” jawab Adrian, dan bertanya pada istrinya.
“Katanya sih jam sembilanan. Mau masak di sini juga untuk makan siang katanya,” jawab Kinan sambil mendaratkan bokongnya di sebelah Adrian.
Kinan menyandarkan kepalanya di bahu Adrian. Dia masih memikirkan semalam. Sudah dua malam Adrian menuntaskan hasratnya sendirian di kamar mandi. Kinan benar-benar merasa berdosa sekali pada suaminya.
“Kenapa?” tanya Adrian.
“Boleh aku tanya, Kak?” ucap Kinan.
“Tanya apa?” tanya Adrian.
“Sudah dua malam ini aku merasa berdosa dengan suamiku, maafkan aku ya, kak? Kakak semalam sama kemarin malam melampiaskan sendiri, kan?” Kinan tidak mau menutupi lagi unek-unek di hatinya.
“Ehm .... Kinan a—aku bisa jelaskan itu,” ucap Adrian dengan gugup.
“Aku sudah dengar semuanya semalam, Kak. Maafkan aku, ya? Aku sudah menyiksa batin kakak,” ucap Kinan. “Kak, ajari aku, ajari aku supaya seperti dulu, bisa melakukannya dengan kamu,” pinta Kinan dengan melihat wajah suaminya.
“Bagaimana aku mengajari kalau kamunya takut, Sayang?” ucap Adrian dengan mengusap lembut pipi Kinan.
“Paksa aku, Kak. Kalau aku masih takut, aku sayang sama kakak, aku cinta sama kakak. Aku pun tersiksa, karena rasa takut itu kak. Aku sangat takut,” ucap Kinan dengan berlinang air mata.
“Apa yang kamu takutkan, Sayang? Katakan padaku, apa yang kamu takutkan?” Adria mengusap air mata Kinan yang semakin deras mengalir di pipinya.
“Takut setelah melakukan itu kamu pergi meninggalkan aku, seperti dulu, saat di Vila itu. Setelah kamu sama aku, malam harinya kamu dengan Sher ....” Adrian menyentuh bibir Kinan dengan jari telunjuknya. Dia mencium kening Kinan dan mencium bibirnya kilas.
“Jangan ingat itu lagi. Maafkan aku, karena kejadian itu, kamu menjadi takut sampai sekarang. Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan meninggalkan kamu, aku janji itu.” Adrian memeluk Kinan.
“Paksa aku jika kamu sudah tidak bisa menahannya, Kak,” ucap Kinan dengan suara parau.
“Hei, kamu bicara apa? Masa aku paksa? Itu namanya memerkosaa istriku dong, Sayang? Aku akan nunggu kamu, sampai kamu siap, sampai kamu mau. Oke?” Adrian menyeka air mata Kinan dan membenarkan jilbab Kinan yang berantakan.
“Sudah jangan nangis, nanti disangka teman kamu aku habis nyakitin kamu?” ucap Adrian.
“Kakak yakin mau menunggu aku? Tidak melampiaskan dengan wanita lain, kan?” ucap Kinan.
“Tidak, Sayang. Aku janji, aku akan menunggu kamu, dan tidak akan main-main dengan wanita lain,” ucap Adrian.
“Janji?” Kinan menunjukkan jari kelingkingnya di depan Adrian.
“Janji, Sayang ....” Adriab menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Kinan.
“Jangan kek semalam lagi, ya? Suara kamu kedengaran sampai luar, kalau kakak tidak bisa menahan lagi, kakak paksa aku, aku ikhlas, meski takut, karena aku istri kakak,” ucap Kinan.
“Kalau aku memaksa kamu, namanya aku memerkosa istriku, Sayang,” ucap Adrian.
“Ajari aku pelan-pelas, Kak,” pinta Kinan.
“Itu pasti, Sayang,” ucap Adrian dengan menatap sayu wajah Kinan.
Adrian menautkan bibirnya ke bibir Kinan. Melumatt bibir Kinan dengan lembut. Menyentuh tengkuk Kinan dengan lembut, dan perlahan melepaskan jilbab Kinan yang tadi baru saja ia rapikan. Kinan menikmati apa yang dilakukan suaminya. Mencoba tidak berontak dan menghilangkan rasa takutnya, saat Adrian menyentuh buah gundukan sintal di dadanya dengan satu tangannya.
Adrian membuka satu persatu kancing baju Kinan. Tidak peduli dia melakukan di ruang tengah, karena kebetulan di rumah dia hanya berdua saja, asistennya sedang mengambil libur, dan hanya ada satpam yang berjaga di depan. Kinan berusaha tidak berontak, padahal dia sudah sangat takut, ingatannya kembali pada kejadia di Villa itu.
Remasan Adrian pada payudaranya semakin lembut Kinan rasakan, hingga lenguhan kecil keluar dari mulutnya yang mambuat Adrian semakin semangat melucuti pakaian Kinan.
“Dewi .... Kak Adriaan ...!! Kalian?” Aletta dan Rossa berhasil membuyarkan kegiatan mereka yang sudah sedikit memanas.
“Shiiitt !!! baru bisa pemanasan dengan lancar, sudah ada pengganggu!” umpat Adrian.
“Jangan biarkan suami kalian masuk!” teriak Adrian.
“Iya, mereka masih beli rokok di depan,” jawab Aletta.
Kinan langsung membetulkan pakaiannya dan mengambil jilbabnya lalu memakai kembali.
“Kamu kalau masuk rumah orang jangan langsung nyelonong dong! Ada bel pencet belnya!” Kinan dengan kesal dan malu bicara tapi membelakangi mereka.
“Lagian gimana kita gak langsung masuk, Dew? Pintu depan kebuka, dan kita kan udah bilang jam sembilan mau datang, eh malah lagi ena-ena. Duh sorry deh, ganggu kalian. Kalau mau lanjut, lanjut saja dulu di kamar, kita nungguin kok. Ya kan, Let?” ucap Rossa.
“Lagian kalian mentang-mentang hanya berdua saja di rumah, main di sembarang tempat!” ucap Aletta.
“Sudah stop! Jangan bicara lagi.” Kinan baru berani menatap kedua sahabatnya itu.
“Kalian mau minum apa? Aku buatkan,” tawar Kinan.
“Sudah santai saja, sana bersihin dulu, pasti basah, kan?” ucap Rossa dengan tertawa di susul juga Aletta yang tertawa dengan keras.
“Ca ... stop! Kamu itu!” tukas Kinan.
“Untung anak-anak kita gak ikut, ya?” ucap Aletta.
“Kenapa enggak ikut?” tanya Kinan.
“Anakku lagi sama mbah utinya, diajak jalan-jalan,” jawab Rossa.
“Sama, anakku lagi di ajak kakaku jalan, maklum kakaku kan belum punya baby, Dew,” jawab Aletta.
“Sana lanjutin lagi, Dew. Kasihan tu suami kamu,” ucap Rossa.
“Isshh ... kalian itu!” tukas Adrian.
“Sudah aku mau buatkan kalian minum.” Kinan langsung pergi meninggalkan kedua temannya. Adrian pun ikut dengan Kinan yang sedang berjalan ke dapur.
Kinan menyiapkan gelas untuk membuatkan minuman untuk temannya. Adrian berdiri di belakang Kinan yang sedang menyibukan diri, padahal dia sedang berusaha menghilangkan rasa malunya.
“Aku malu,” ucap Kinan dengan manja.
“Maaf aku tidak tahu tempat, Sayang,” ucap Adrian.
“Lagian mereka kebiasaan sekali, main nyelonong saja,” ucap Kinan dengan wajah memerah karena malu.
“Sudah, jangan dipikirkan, lagian kita kan suami istri,” ucap Adrian.
Benar juga apa yang Adrian katakan. Tapi, tetap saja Kinan masih sangat malu sekali dengan kedua sahabatnya. Untung saja tidak ada suami mereka, kalau suami mereka melihatnya juga, pasti dia tambah malu sekali.
"Kalau Raka dan Andra tadi melihat bagaimana? Aku pasti malunya dobel-dobel. Baru saja bisa merasakan baik-baik saja di sentuh suami, malah kedatangan mereka!" gumam Kinan dengan kesal.