Menjelang Magrib, mereka sudah sampai di rumah. Mereka masih berdua saja di rumah. Haidar dan Kinan masih belum pulang dari rumah opanya. Asisten rumah tangga mereka pun hari ini pulang, libur selama empat hari. Kinan selesai membersihkan badannya. Dia tidak melihat ada Adrian duduk di teras balkon, Kinan dengan santainya berganti baju di kamarnya. Membuka handuknya tanpa ragu, karena dia tidak tahu kalau Adrian ada di dalam kamar dan sedang berada di teras balkon.
Adrian melihat jelas lekuk tubuh indah istrinya itu yang masih sangat mulus dan ramping sekali. Sama saat dia melihatnya, waktu masalah sepeda motornya yang lecet dan Adrian meminta tubuh Kinan sebagai gantinya. Adrian hanya bisa menelan ludah saja melihat istrinya yang sedang telanjang bulat, berdiri di depan cermin mengamati setiap lekuk tubuhnya sendiri.
Sesekali Kinan meremas dua gundukan sintal di dadanya dengan lembut, dan menggigit bibir bawahnya, merasakan remasannya sendiri. Tapi, seketika dia menghentikannya, dia sadar kalau dia tidak bisa merasakan itu lagi dengan Adrian, karena setiap kali ia disentuh Adrian, hanya rasa takut yang hinggap pada dirinya.
Adrian semakin menelan ludahnya melihat apa yang Kinan lakukan. Bagian bawahnya sudah sesak sekali. Hanya membayangkan lekuk tubuh Kinan saja bisa on, apalagi sekarang melihat secara live lekuk tubuh Kinan yang indah.
“Si Juniior, jangan on dulu napa, sih?! Shiiiit ...! Makin keras saja kamu! Kinan ... Sampai kapan kamu mau menyiksa aku seperti ini? Apa aku paksa saja Kinan? Toh dia sudah sah-sah saja, kalau aku apa-apakan dia? Tapi, aku tidak mau menyakitinya lagi. Sabar ya, adik kecil, tunggu rumah kamu siap di huni, baru kamu bisa masuk,” gumam Adrian.
Adrian masih melihat Kinan yang sekarang sedang memakai baju. Adik kecilnya semakin on, melihat setelan dalaman Kinan yang berwarna merah, yang membuat tubuh Kinan menjadi indah dengan memakai setelan itu.
“Ya Tuhan ... Aku benar-benar bisa hilang kendali kalau seperti ini. Stop Adrian! Jangan dilihat! Kamu tidak ada lawannya untuk menuntaskan hasratmu! Sudah Adrian, stop! Jangan jadi orang bodoh lagi,” gumam Adrian dengan merutuki dirinya sendiri.
Adrian kembali melirik Kinan yang sudah selesai memaki baju. Tubuh seksinya sudah tertutup dengan daster bercorak batik berwarna biru muda. Adrian mendinginkan suasana pada dirinya. Si kecilnya masih saja on. Dia berusaha menghilangkan pikiran kotor yang ada di kepalanya.
Kinan duduk di depan meja rias, menyisir rambutnya lalu mengikatnya. Adrian masuk setelah keadaan dirinya sudah baik-baik saja. Kinan menoleh ke arah teras balkon yang tiba-tiba pintunya terbuka, Kinan sedikit shocked melihat Adrian muncul dari pintu balkon. Dia melotot pada Adrian, dan pikirannya sudah ke mana-mana.
“Kak, kok kamu dari situ? Nga—ngapain? Kakak ngapain dari teras balkon?” tanya Kinan dengan gugup dan jantungnya berdegup sangat kencang.
“Habis cari angin saja. Tadinya mau langsung mandi, tapi masih keringatan, jadi aku ke teras balkon cari angin, sambil balas email dari kantor, terus menyelesaikan pekerjaan kantor,” jawabnya dengan berbohong.
“Oh, a—aku kira,” ucap Kinan gugup.
“Kamu kira kenapa, Sayang?” Adrian memeluk istrinya dari belakang, dan menciumi tengkuknya.
“Kak, jan seperti ini ....” Kinan sedikit beringsut dan menjauhkan lehernya dari wajah Adrian.
“Kenapa kalau seperti ini, Sayang?” Adrian tambah mengeratkan pelukannya, dan tangan satunya sengaja menyenggol salah satu gundukan sintal di dadaa Kinan.
“Kakak! Jan gini!” Kinan menyingkirkan tangan Adrian yang mengusap lembut gundukan sintalnya.
“Kamu enggak kepingin, Sayang?” Adrian sudah merasa on lagi, dia tidak peduli istrinya yang berontak.
“Kak, stop!” bentak Kinan dengan mendorong tubuh Adrian.
Adrian tersadar dengan apa yang ia lakukan, dan membuat istrinya ketakutan. Mata Kinan memerah, menahan tangisnya.
“Maaf, sayang. Maafkan aku, aku laki-laki yang normal, melihat kamu cantik seperti ini, jujur aku hilang kendali. Maafkan aku,” ucap Adrian dengan menundukkan kepalanya.
“Mandi! Biar pikirannya gak kotor seperti itu!” tukas Kinan.
“Maafkan aku, Kinan,” ucapnya.
“Maafkan aku juga, Kak,” jawab Kinan dengan beranjak keluar dari kamarnya.
Adrian mengangkat bahunya, dia merasa istrinya sangat aneh. Tadi disentuh sendiri dia menikmati, giliran tersentuh sedikit oleh Adrian, malah langsung mendorong kasar tubuh Adrian.
“Aneh, apa kamu sebenarnya akan balas dendam denganku, dengan cara seperti ini, Kinan. Dengan menyiksa batinku. Sungguh aku hilang kendali, setelah melihat lekuk tubuh kamu yang indah seperti tadi. Aku tidak tahu, apa aku bisa menahannya? Sekali lagi, aku laki-laki normal, Kinan, apa aku salah merasakan on karena melihat lekuk tubuh istriku yang indah, Kinan?” gumam Adrian.
Kinan tidak menyangka suaminya melakukan itu. Memang dia yang salah, dia terlalu kejam dengan suaminya, bahkan dia durhaka dengan suaminya, karena belum bisa melayani suaminya, belum bisa memberikan hak suaminya selama lima bulan. Kinan masih merasakan remasan suaminya di payuudaranya. Degub jantungnya semakin kencang saat mengingat tadi. Ada sedikit getaran aneh pada dirinya. Tubuhnya merasa bergelenyar dan merasa sedikit aneh karena sentuhan Adrian tadi.
Kinan mengusap tengkuknya dan memejamkan matanya. Dia masih merasakan apa yang Adrian sentuh tadi. Dia semakin menyadari, dia harus bisa sedikit demi sedikit menghilangkan rasa takutnya itu, daripada dia harus melihat Adrian liar lagi dengan wanita, seperti dulu.
Kinan terjingkat, ponsel yang ada di tangannya bergetar dan membuyarkan lamunannya. Apalagi dia sedang memikirkan sesuatu yang aneh. Ya, memikirkan sentuhan Adrian tadi.
“Astaga ... Kenapa malah aku memikirkan lebih, sih?” gumam Kinan dengan memukul lirih keningnya.
Kinan melihat siapa yang menelefonnya. Rossa, sahabatnya menelefon dirinya. Seperti biasa, paling besok hari minggu mengajak kumpul bertiga dengan Alleta juga.
“Iya, Ca? Ada apa?”
“Dew, besok ada waktu, kan? Dah dua minggu enggak kumpul nih?”
“Hmmm ... Ada, kumpul di rumahku atau di mana? Mumpung Haidar sama Kinan di rumah opanya. Belum mau pulang dia. Sepi di rumah enggak ada mereka.”
“Wah ... Enak dong, berdua saja. Pasti gak berhenti nih si Adrian, tancap terus! Kapan dong ada Adrian Juniior? Buruan, jangan lama-lama. Aku anaknya sudah tiga lho? Kamu baru satu, dua sama Kinan.”
Kinan hanya diam dan tersenyum miris. Karena dia belum bisa melakukannya dengan Adrian. Jangankan hamil, melakukan hubungan suami istri saja dia belum?
“Hallo ... Kinan? Kamu masih di situ, kan? Masih dengar suaraku, kan?”
“Iya, masih. Bikin adik buat merekanya nanti sajalah, santai, mau pacaran dulu sama Adrian.”
“Duh ... Senangnya ... Kerasa pengantin baru terus dong?”
“Bisa aja kamu, Ca. Ca, mau magrib dulu, ya? Besok kabari saja mau di mana tempatnya.”
“Oke, baby ... Dah ....”
Kinan menaruh ponselnya di atas meja. Dia duduk di sofa, mengingat ucapan Rossa tadi.
“Benar kata Rossa, aku harus mikir ke situ. Sampai kapan aku takut seperti ini?” gumam Kinan.
Kinan masuk ke dalam kamarnya setelah selesai mengangkat telefon dari sahabatnya. Adrian sudah siap dengan pakaian salatnya. Kinan tersenyum melihat suaminya yang tampan sedang duduk di atas tempat tidur menunggu dirinya masuk ke kamar.
“Aku kira kamu pergi ke mana, gak tahunya habis telfonan,” ucap Adrian.
“Memang pergi ke mana? Lagian kok kamu tahu aku sedang menerima telfonan?” ucap Kinan.
“Orang tadi aku keluar, ya jelas aku tahu lah, paling dari Rossa atau enggak Alleta. Besok minggu, pasti kalian mau kumpul, kan?” ucap Adrian.
“Iya, boleh kan kalah kumpul di sini? Kan biasanya di rumah Letta, kadang di rumah Rossa, lebih seringnya sih di Cafe,” ucap Kinan meminta izin pada suaminya.
“Emm ... Gimana, ya?” Jawab Adrian dengan memutar kedua bola matanya.
“Boleh ya, Sayang?” rayu Kinan.
“Boleh gak, ya?” Adrian tambah menggoda istrinya.
“Boleh, ya? Boleh dong, Sayang ....” Kinan terus merayu suaminya dengan bergelayut manja memeluk suaminya.
“Iya, boleh, sama suami mereka juga, kan? Kalau iya kan aku jadi ada temannya, kalau Cuma mereka berdua, aku masa mau ikut-ikutan urusan cewek?” jawab Adrian.
“Jadi boleh, nih?” tanya Kinan memastikan. “Sepertinya suami mereka ikut,” ucap Kinan.
“Iya, Sayang ... Boleh, apa sih yang gak buat kamu?” ucap Adrian.
“Makasih, Sayang ....” Kinan memeluk dan mencium suaminya. Padahal Adrian sudah wudhu.
“Dih, aku sudah wudhu, Sayang ....” Adrian juga lupa kalau dirinya sudah wudhu.
“Air masih banyak, mau wudhu lima kali juga masih bisa, Kak,” jawab Kinan dengan tertawa.
“Dasar nakal! Kalau dinakalin takut, tapi sukanya jahil sama nakal!” tukas Adrian.
Kinan hanya tertawa melihat suaminya ngomel dan kesal pada dirinya. Bercanda dengan Adrian, sudah biasa ia lakukan setiap hari. Tapi, kalau sudah masuk ke kegiatan ranjang, Kinan langsung merasa ketakutan. Entah kenapa bayangan Sherly dan Adrian dulu saat di Villa, sekarang sering muncul di ingatannya.
“Kak, aku mencintaimu, tapi kenapa aku tidak bisa melayanimu di atas ranjang? Kenapa aku takut? Dan, kenapa bayangan Sherly dan kamu saat di Villa lagi-lagi muncul dalam ingatanku?” gumam Kinan.
^^^
Malam harinya Adrian mendapat telefon dari teman kerjanya yang bernama Rio. Dia memberitahukan Adrian malam ini ada acara di rumahnya, dan Rio meminta Adrian untuk menghadiri acara kepindahan rumah barunya. Adrian berniat mengajak Kinan, tapi Kinan yang sudah merasakan ngantuk, dia tidak mau ikut bersama Adrian ke acara temannya yang baru pindahan rumah.
“Kamu yakin gak apa-apa aku tinggal sendiri di rumah?” tanya Adrian.
“Enggak apa-apa, Sayang ... Kalau aku enggak ngantuk, aku pasti ikut, tapi aku ngantuk sekali, Kak,” jawab Kinan.
“Ya sudah, aku berangkat sendiri boleh, kan? Aku gak enak sama Rio soalnya,” pamit Adrian.
“Enggak apa-apa, Kak,” jawab Kinan.
“Oke, aku sebentar saja, kok,” ucap Adrian.
“Iya, Sayang. Tapi cium dulu,” pinta Kinan.
“Sini aku cium.” Adrian mencium pipi, kening, dan bibir Kinan sebelum berangkat.
“Istirahat saja, gak usah urus pekerjaan butik atau lainnya,” ucap Adrian.
“Oke, siap!” jawabnya dengan semangat.
Adrian mengambil sweternya, malam ini katanya tidak terlalu formal, makanya dia santai saja pakaiannya. Dia melajukan mobil ke alamat yang Rio kasih. Temannya itu mengadakan pesta di rumah barunya.
Sesampainya di rumah Rio, Adrian merasa sedikit aneh, karena terdengar musik yang cukup keras. Bahkan dia di halaman rumah saja masih bisa mendengar musik seperti di diskotek.
“Acara apa ini? Pindahan rumah bukannya pengajian malah dugeman?” gumam Adrian.
Adrian yang penasaran dia akhirnya masuk ke dalam. Suasana ruang tengah yang luas, di pakai untuk dance, dan ada pertunjukan DJ juga. Adrian menggelengkan kepalanya, dia tidak menyangka Rio akan mengadakan pesta yang menurutnya dulu sering ia lakukan saat memiliki bar.
“Untung saja Kinan gak ikut, kalau ikut bisa marah dia,” gumam Adrian.
Adrian mencari di mana Rio, dia melihat Rio sedang mengobrol dengan seseorang. Adrian mendekatinya dan menyapa Rio yang sedang dengan temannya.
“Jadi ini pestanya? Wah ... Aku tidak menyangka kamu menyukai dunia gemerlap seperti ini, Bro!” Adrian menepuk pundak Rio dan berdiri di sebelahnya.
“Hei ... Aku kira bos ku ini tidak datang. Selamat datang tuan Adrian Carlos,” sapanya dengan tertawa.
“Adrian?”
“Andrew?”
“Sebentar kalian saling kenal?” tanya Rio pada Adrian dan Andrew.
“Ya, kami memang berteman dari dulu, aku tidak menyangka akan bertemu lagi, Ndrew?” ucap Adrian.
“Aku baru balik dari Denmark, baru satu minggu aku di sini, Rio itu sepupu aku,” ucap Andrew.
“Aku kemarin melihat kamu di SPBU yang berada di daerah S. Benar itu kamu?” tanya Adrian.
“Iya, kemarin aku mampir ke sana,” jawab Andrew.
“Wanita itu istrimu?” tanya Adrian.
“Bukan, aku belum menikah, biasa teman mainan saja,” jawabnya dengan tertawa.
“Sudah tua, Ndrew, ingat umur!” canda Adrian.
“Dua kali nikah kamu tambah ganteng saja, Bro!” Andrew mulai meledek teman lamanya itu.
“Bisa aja kamu, Ndrew.”
Mereka mengobrol cukup lama. Meski banyak minuman beralkohol, Adrian memilih tidak minum sama sekali. Dia juga tidak mau lama-lama di acara yang menurutnya tidak berguna ini. Adrian merasa sudah cukup lama mengobrol bersama mereka, dan dia pamit pada mereka untuk pulang. Namun, saat dia hendak beranjak dari tempat duduknya, ada tiga wanita cantik dan seksi menghampirinya.
“Kalian aku tunggu lama sekali,” ucap Andrew pada tiga wanita itu.
“Biasa, seperti tidak tahu aku saja?” jawab salah satu wanita itu.
“Adrian, kamu yakin akan pulang? Aku sudah siapkan mereka, apa tidak sayang kamu pulang?” tanya Andrew.
“Kasihan Kinan, di rumah sendirian. Anak-anak tidak di rumah. Lagian aku tidak minat dengan apa yang kamu suguhkan, Ndrew,” jawab Adrian setengah kesal dengan temannya.
“Oh, ya sudah,” jawab Andrew.
“Yakin tidak mau denganku, Baby? Aku akan kasih kepuasan malam ini, ayolah ....” Salah satu wanita itu menggoda Adrian.
“Maaf aku mau pulang.” Adrian langsung meninggalkan tempat Rio. Dia benar-benar kesal dengan Rio. Ternyata acaranya semacam ini.
“Tunggu dong, Sayang ... masa pergi langsung?” Tangan Adrian di cekal oleh wanita malam itu.
“Lepaskan!” Adrian menepiskan tangan wanita itu dengan kasar.
“Oke, baby ... Mungkin malam ini kamu belum butuh aku, kali saja kamu butuh, hubungi aku, ini kartu namaku.” Wanita itu meninggalkan kartu nama di saku celana Adrian.
Adrian tidak memedulikan wanita itu. Dia berlalu lalu pulang. Di perjalanan, dia meremas kartu nama itu dan membuangnya di jalan.
“Aku memang butuh kepuasan, tapi aku butunnya istriku, bukan wanita malam itu! Aku harus bagaimana? Apa aku harus memaksa Kinan? Sama saja seperti memerkosaa dia dong?” gumam Adrian.