Bunyi bel sekolah menandakan pelajaran telah usai. Nadira memasukkan semua buku-bukunya ke dalam tas dan melirik Nur yang bergegas mendekatinya. Gadis itu sepertinya benar-benar akan membawanya menemui Tristan. Kakak kelas yang dulunya juga menjadi kakak kelas mereka saat di bangku SMP. Nadira menghela nafasnya merasa enggan menemui Tristan. Pria itu terlalu baik padanya hingga membuat Nadira merasa tidak enak jika harus meminta bantuannya lagi.
"Nad, ayo," Nur terlihat sudah berdiri melambaikan tangannya mengajak Nadira keluar.
"Kita langsung pulang aja ya? Tidak perlu menemui Kak Tristan." Nur mengerutkan dahinya mendengar ucapan Nadira.
"Enak aja, kalau kamu tiba-tiba menghilang gak ada kabar aku mesti gimana? Udah cepetan, keburu Kak Tristan pergi," Nadira menghela nafasnya lalu beranjak dari duduknya bergandeng tangan dengan Nur. Gadis itu berjalan lesu mengingat harus menemui Tristan kali ini. Mereka berdua menunggu di luar pagar dengan Nur yang terus celingukan mencari seseorang. Nadira sendiri tidak ambil pusing, ia bahkan berdoa jika Tristan sudah kembali dari sekolah. Nadira hanya berdiam diri sambil melipat kedua lengannya di dadaa. Nur melambaikan tangannya saat melihat Tristan berjalan menuruni anak tangga.
"Kak, Tristan." Tristan menatap kedua gadis remaja itu dan bersitatap dengan Nadira yang juga bertepatan menatap ke arahnya. Nadira dengan cepat memutus pandangannya dan menunduk menghindari tatapan Tristan.
"Kamu manggil aku?" tanya Tristan saat mendekati mereka.
"Iya Kak, apa kabar? Lama tidak bertemu," ucap Nur sambil menyikut Nadira yang hanya menunduk diam.
"Baik, kalian apa kabar? Aku tidak pernah melihat kalian semenjak masuk ke sekolah baru, apa menjadi murid baru membuat kalian sibuk sampai tidak pernah ke kantin?" Tristan melirik Nadira yang hanya diam di hadapannya.
"Ya begitu lah Kak," Nur menyenggol Nadira kembali membuat Tristan menautkan alisnya menatap kedua gadis di hadapannya. "Nad," panggil Nur dengan sedikit berbisik, menyuruh Nadira untuk buka suara.
"Apa kabar Nadira?" Nadira mengangkat kepalanya menatap Tristan yang menyapa dirinya. Namun sedetik kemudian Nadira menundukkan kepalanya gugup.
"Baik, Kak. Maaf mengganggu Kak Tristan, bisa kami bicara sebentar?" ucap Nadira langsung pada intinya. Tristan mengerutkan dahinya lalu menatap Nur membuat Nur mengangguk.
"Apa kita perlu mencari tempat duduk?" tanya Tristan pada Nadira.
"Di sana saja kak," tunjuk Nur pada sebuah bangku di bawah pohon di dalam halaman sekolah. Nadira melirik Nur membuat Nur tersenyum menggoda.
"Oke baiklah, ayo," ajak Tristan membuat langkah Tristan lebih dulu berjalan di hadapan mereka.
Ketika mereka hendak memasuki pagar sekolah kembali, bertepatan Rangga berniat keluar.
"Tris," panggil Rangga membuat langkah pria manis itu terhenti. "Mau kemana loe, ayo nanti kita telat." ucap Rangga sambil melirik ke arah Nadira. Nur dan Nadira saling memandang satu sama lain. Mungkinkah mereka sudah memiliki janji?
"Kakak mau pergi?" tanya Nadira membuat Tristan menatap ke arahnya. Pria itu tersenyum lalu menatap Rangga di hadapannya.
"Iya, mau tanding futsal sama anak-anak, tapi gak buru-buru kok." jawab Tristan mencoba sesantai mungkin.
"Kalau tidak bisa gak apa-apa Kak, lain kali saja." ucap Nadira menatap Tristan dengan wajah khawatir.
"Rangga, pergilah dulu. Aku akan nyusul nanti," Rangga menatap Tristan dan Nadira bergantian, pria itu terlihat berat beranjak dari tempatnya.
"Tidak buru-buru kok bro, santai, ada apa? Pacar loe?" Rangga merangkul tubuh Tristan sambil menatap Nadira dengan mata penuh tanya. Tristan terlihat menarik sudut bibirnya mendengar pertanyaan Rangga.
"Maunya, tapi Nadira tidak mau," Rangga mengerutkan dahinya mendengar jawaban Tristan.
"Wahh, berarti loe di tolak dong?" ucap Rangga lagi dengan wajah ceria sambil menepuk punggung Tristan. Nur dan Nadira saling menatap melihat tingkah anak baru yang sedang jadi idola di sekolah mereka.
"Lebih dan kurang begitu lah kira-kira," jawab Tristan santai, sementara wajah Rangga tampak berbinar bahagia. Nadira semangkin tidak nyaman dengan kehadiran Rangga, terlebih dengan percakapan mereka. Gadis itu menggenggam tangan Nur, memberi tanda untuk pergi dari hadapan kakak kelas mereka.
"Rangga," suara feminim terdengar di telinga Nur dan Nadira membuat kedua gadis itu melirik ke belakang Rangga dan Tristan. Gadis cantik bernama Thalita itu tampak berjalan mendekati mereka. Thalita gadis berwajah blasteran, ayahnya seorang pria keturunan Italy sedangkan sang ibu asli Indonesia. Bola mata kecokelatan yang Thalita miliki membuatnya terlihat lain dari gadis biasanya. Cantik, ceria, ramah, dan disukai banyak teman. Gadis yang memiliki tubuh tinggi itu menatap Nadira dan Nur yang sedang berdiri di hadapan pria-pria paling di cari di sekolah ini.
"Kenapa kalian berdiri di sini, ada apa?" Thalita ikut bergabung di sana membuat Nadira semangkin tidak nyaman.
"Kami sedang latihan baris-berbaris." jawab Rangga ketus, Nadira memperhatikan sikap Rangga yang berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Pria itu menunjukkan wajah datar saat Thalita berada di sana.
"Rangga, aku pulang sama kamu ya?" Rangga menoleh menatap Thalita dengan tatapan sinis.
"Gue balik sama Tristan," jawab Rangga sekenanya.
"Bohong, Tristan kan bawa motor sendiri." Tristan menghela nafasnya mendengar perdebatan Thalita dan Rangga. Nadira menatap Tristan membuat pria itu tersenyum.
"Motornya mogok, lagian loe ngapain sih pulang bareng gue, kan ada supir loe yang biasa jemput!" ucap Rangga dengan nada kesal.
"Supir aku enggak bisa jemput Rangga, Mama bilang aku pulang sama kamu saja," jawab Thalita dengan nada lemah lembut.
"Gue gak bisa, loe naik taksi aja." Rangga terlihat berjalan meninggalkan Tristan membuat Thalita mengikutinya.
"Tristan, aku pulang duluan ya." pamit Thalita saat sebelum mengejar Rangga. Tristan hanya tersenyum miring melihat kedua teman sekelasnya yang seperti anjing dan kucing.
"Mereka pacaran Kak?" celetuk Nur yang sejak tadi terdiam memperhatikan. Nadira menatap Nur dengan sorot mata sinis, merasa tidak suka Nur bertanya seperti itu. Tristan yang melihat sikap Nadira langsung terkekeh dan mengacak rambut Nadira.
"Kebiasaan kamu belum berubah ya, Nur bisa tertusuk dengan tatapan tajam itu," Nadira mencebikkan bibirnya mendengar ucapan Tristan.
"Nadira tidak pernah berubah Kak, satu-satunya yang berubah dari dirinya hanya bertambah cantik."
"Ihh, Nur apasih!" Nadira memutar bola matanya berjalan lebih dulu meninggalkan Tristan dan Nur masuk ke dalam pekarangan sekolah.
"Ya, kamu benar." ucap Tristan mengikuti langkah Nadira menuju tempat duduk untuk mereka.
"Kak Tristan beneran gak buru-buru?" tanya Nur sambil menyamakan langkahnya.
"Memangnya kita mau membahas apa? Butuh waktu lama? Kalau ya, biar aku batalkan saja acaraku." tawar Tristan tanpa rasa keberatan.
"Eh, tidak-tidak, nanti Nadira marah padaku, Kakak bisa bicara sama Nadira sendiri." Tristan mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
"Baiklah."
Mereka duduk di sebuah bangku yang terletak di bawah pohon besar. Nadira tampak meremas jemarinya menatap Nur dan Tristan bergantian.
"Apa perlu aku yang mengatakannya?" ucap Nur karena Nadira belum juga membuka suaranya.
"Tidak, biar aku saja," cegah Nadira membuat Nur mengangguk. Tristan mengerutkan dahinya melihat kedua gadis dihadapannya ini.
"Ada apa?" tanya Tristan tidak sabar.
"Kak, aku butuh pekerjaan." Tristan menautkan alisnya mendengar ucapan Nadira.
"Pekerjaan? Kamu kan masih sekolah, untuk apa bekerja, Nad?" tanya Tristan bingung.
"Kak, aku sedang butuh uang." Tristan semakin mengerutkan dahinya dalam.
"Ada apa ini Nadira?" tanya Tristan khawatir.
"Nadira ingin putus sekolah Kak?" ucap Nur membuat Tristan menatap keduanya terkejut.
"Apa, tapi kenapa Nad?"
"Ayah sakit keras, Kak. Kami tidak punya cukup uang untuk membawanya ke rumah sakit." Tristan menatap Nadira dengan tatapan terkejut. Gadis itu berkaca-kaca sambil menunduk di hadapannya.
"Tidak masalah, aku akan membantumu, aku punya sedikit tabungan, gunakan saja itu untuk biaya pengobatan ayah kamu Nadira," Nadira menggelengkan kepalanya cepat, gadis itu tidak mau jika Tristan seperti ini.
"Tidak kak, aku tidak mau, berikan saja pekerjaan, aku tidak ingin bantuan seperti itu." ucap Nadira dengan tatapan sendu. Tristan tidak sanggup melihat tatapan sedih yang Nadira rasakan saat ini.
"Baiklah, aku akan carikan pekerjaan secepatnya, tapi jangan sampai kamu putus sekolah Nadira, aku tidak setuju." Nadira tersenyum lalu mengangguk patuh.
"Baiklah, Kak. Terima kasih,"
"Ya sudah, sebaiknya kita pulang, kalian naik apa?" tanya Tristan membuat Nur dan Nadira saling menatap.
"Kami, naik angkot Kak." jawab Nur cepat. Tristan menganggukkan kepalanya mengerti, ia ingin mengantar Nadira, tapi tidak mungkin meninggalkan Nur sendiri di sini, akhirnya mereka beranjak keluar dari halaman sekolah dan kembali bertemu Rangga.
"Sudah selesai?" tanya pria itu membuat Tristan terkejut.
"Loe ngapain masih disini?" tanya Tristan heran.
"Gue nungguin loe lah, ngapain lagi?"
"Thalita mana?"
"Udah pulang." jawab Rangga cepat.
"Sendiri?"
"Naik Taksi, kalian mau pulang?" Nadira dan Nur mengangguk bersamaan. "Ya udah, ayo, aku dan Tristan bawa motor, kami antar." ucap Rangga dengan semangat, Nadira mengerutkan dahinya mendengar ucapan Rangga. Bukankah pria ini menolak Thalita karena alasan motor mogok.
"Modus banget loe," ucap Tristan sambil tertawa.
"Diem loe," Rangga menarik tangan Nadira membuat Tristan menahannya.
"Loe anterin Nur, gue sama Nadira," Rangga mengerutkan dahinya mendengar ucapan Tristan.
"Loe aja sama Nur, gue sama Nadira." ucap Rangga dengan nada santai, ia melepas tangan Tristan lalu menarik Nadira.
"Nadira sama gue," ucap Tristan tidak terima. Pria itu melepas genggaman tangan Rangga lalu berdiri di hadapan Nadira. Nur yang menjadi penonton merasa senang melihat dua pria idola sekolah merebutkan Nadira.
"Kenapa loe sensi amat sih, udah gini aja, lebih baik Nadira nya yang milih, mau sama gue apa sama loe." jawab Rangga mulai kesal.
"Oke," Tristan menggeser tubuhnya dari hadapan Nadira, gadis itu memejamkan matanya merasa aneh dengan dua pria ini.
"Nadira, kamu mau pulang sama aku, atau Rangga?" Nadira menatap Tristan dan Rangga bergantian, gadis itu menghela nafasnya kasar melihat Tristan dan Rangga dengan tatapan datar.
"Aku sama Nur saja, naik angkutan umum." ucap Nadira dan menarik Nur menjauhi dua pria aneh menurut Nadira. Nur seketika terkekeh dalam gandengan Nadira. Melihat wajah kedua idola sekolah itu yang jelas-jelas di tolak Nadira tanpa basa-basi.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .