"Ayah, apakah Kakak kembali?" tanya David setelah melihat Hadi kembali.
"Tidak."
"Ayah, aku akan membantu besok. Tolong, istirahatlah, Ayah terlihat sangat lelah." David tidak pernah berpura-pura, dia bisa merasakan kegalauan ayahnya.
"Aku akan ke ruang kerjaku." Hadi berjalan dengan langkah gontai menuju ruang kerjanya.
David menatap punggung ayahnya. Hatinya merasa berat untuk Hadi. Baru kali ini dia melihat kemarahan dan kesedihan ayahnya.
Hadi Winoto telah melaporkan kehilangan Diandra pada polisi setempat. Sampai hari ketiga, pencarian polisi belum membuahkan hasil dan tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Diandra.
*****
Di sisi lain, Kartika terus menangis. Dia menghubungi Hadi setiap hari, setiap jam untuk menanyakan perkembangan pencariannya. Sementara Renata mencari di Kota A dan menghubungi teman-teman Diandra, tapi Diandra tidak mengabari mereka.
Kemana dia pergi? Dia bahkan tidak kembali dan tidak menghubungi teman-temannya. Kota B begitu asing baginya, apakah dia akan baik-baik saja di sana?
Renata memutuskan ke kota B untuk mencari Diandra. Dia berpendapat kalau Diandra akan pulang setelah ia membujuknya.
Begitu sampai di Kota B, Renata menghubungi sepupunya, Dinar untuk membantu mencari. Bagaimanapun dia tidak begitu familiar dengan Kota B.
Dinar, sepupu Renata anak dari pamannya Rangga Winoto yang tinggal di Kota B. Mereka telah mendengar kabar tentang Diandra yang kabur dari rumah. Di kediaman pamannya, Renata menceritakan semua apa yang terjadi, Rangga memahami dan memutuskan untuk membantu.
Setelah tinggal di Kota B selama tiga hari, Renata memutuskan untuk kembali ke Kota A. Diandra tidak terlihat di mana pun. Polisi bahkan akan menghentikan pencarian. Sudah seminggu mereka mencari tapi tidak ada kabar.
Dia begitu pandai menghilang. Apakah dia manusia? Polisi bahkan dengan mudah mencari penjahat kelas kakap, tapi kenapa mereka tidak bisa menemukan gadis berumur delapan belas tahun di kota ini?
Di Kota A, Kartika menunggu Renata dengan penuh kecemasan. Pukul 23.15 Renata tiba di rumah. Kartika menghampiri dan bertanya kepadanya, "Apakah kamu menemukannya?"
"Tidak, aku bahkan mencari di setiap sudut kota, tapi Andra tidak terlihat di mana pun." jawabnya dengan penuh kelelahan, lalu duduk di sofa.
"Bu, bisakah aku minta air? Aku bahkan sangat lapar." Renata mencoba membuat Kartika tidak terlalu memikirkan Diandra.
"Ibu terlihat tidak baik, aku sarankan Ibu tidak terlalu memikirkan Andra. Aku takut, kesehatan Ibu akan ...."
Sebelum Renata menyelesaikan ucapannya, Kartika memotong. "Ibu baik-baik saja, tapi bagaimana dengan Andra?" Dia meneteskan air mata untuk kesekian kalinya.
Saat berada di Kota B, Renata dapat melihat kalau Diandra sengaja menghindar dari pencarian polisi karena dia tidak ingin kembali. Setelah memahami situasi, dia memutuskan kembali dan tidak melanjutkan pencarian. Mencarinya hanya akan membuang waktu.
"Apakah dia akan kembali?" Kartika bertenaga dan menatap tajam Renata.
"Iya, dia hanya butuh waktu untuk sendiri. Dia tidak akan mengecewakan kita semua." Renata mencoba menenangkan Ibunya.
*****
Diandra tidak mempunyai tempat tinggal selama seminggu, di Kota B dia terlihat sangat buruk. Dia kelaparan. Dia tahu kalau Hadi Winoto mencari dan melaporkan kehilangannya, tapi dia tetap tidak ingin kembali.
Dia terlihat seperti pengemis. Dia berada di jalan selama seminggu, dia bahkan tidak mempersiapkan diri sebelum kabur dari rumah. Dia tidak memiliki uang dan tidak makan selama beberapa hari. Dan sesekali dia harus berlari menghindar dan bersembunyi dari polisi.
Jalan sepi di Kota B yang tidak memiliki kamera pemantau. Diandra terlihat menyeberang jalan tanpa melihat situasi, kepalanya terasa berat. Ia berjalan ke tengah, lalu sebuah mobil dengan kecepatan sedang tiba-tiba datang dan ....
'Bruuukkk' .... Dia tergeletak di jalan.
Apakah aku akan mati dengan kondisi seperti ini? batinnya. Lalu penglihatannya perlahan kabur dan dia tidak sadarkan diri.
Seseorang keluar dari mobil, memakai jas lengkap dengan kacamata bening.
"Masukkan ke mobil!"
"Tapi Tuan, aku tidak menabrak Nona ini," kata supirnya.
"Kita akan memeriksanya nanti." Kata orang itu.
Supir itu mengangkat dan membawa Diandra masuk ke dalam mobil, lalu kembali menjalankan mobil itu.
*****
Diandra tidak sadarkan diri selama dua hari. Setiap pagi dan sore hari, pelayan akan membersihkan kamarnya.
Pagi hari saat pelayan tengah sibuk, Diandra perlahan membuka matanya, menatap langit-langit kamar. Kepalanya masih terasa berat, dia mencoba untuk bangun. Tiba-tiba pelayan di depannya berkata ....
"Nona, Anda sudah bangun?"
Diandra duduk dalam kebingungan. "Apakah aku ada di rumah Ayah?"
Kemudian, dia memperhatikan di sekitarnya, itu bukan kamarnya. Setelah berandai-andai, dia bertanya kepada pelayan, "Di mana aku?"
Pelayan itu seakan tidak mendengar pertanyaan Diandra.
"Nona sudah sadar. Aku akan memanggil Tuan." Pelayan itu kemudian berlari keluar dari kamar.
Diandra belum selesai mengajaknya bicara. Tidak lama kemudian seseorang masuk. Diandra memperhatikan orang tersebut dengan seksama. Seorang kakek yang kira-kira berumur sekitar 60 tahun bersama seorang nenek yang umurnya hampir sama. Diandra berpikir mereka mungkin sepasang suami istri.
Diandra melihat ke pintu, tapi ia tidak melihat pelayan tadi. Nenek itu melihat kebingungan Diandra. "Siapa yang kamu cari?"
Diandra ragu. "Nenek siapa?" Hanya kalimat itu yang terlintas di benaknya.
Nenek itu lalu duduk di samping tempat tidur Diandra dan berkata, "Saya adalah Nyonya Abimanyu Nugroho, Nara Nuria. Sekarang kamu berada di rumah kami."
Diandra terdiam.
"Bagaimana keadaanmu?" Abimanyu Nugroho bertanya.
"Saya sudah membaik. Terima kasih sudah menolong saya, Tuan," jawab Diandra seraya menunduk.
"Bagus. Aku mendengar dari dokter yang memeriksamu, kamu sudah tidak tidur selama beberapa hari dan tidak memakan apa pun. Apakah kamu manusia? Kami bahkan hampir menabrakmu waktu itu," kata Abimanyu dengan tatapannya yang tajam membuat Diandra tidak berani memandangnya.
"Maafkan saya." Diandra merasa bersalah.
"Apakah kamu memiliki rumah?" tanya Nara Nuria.
Diandra menggelengkan kepalanya.
"Kamu masih muda. Apa kamu kabur dari rumah?" tanya Abimanyu.
"Dia akan takut. Kamu menginterogasinya seperti dia penjahat. Dia pasti memiliki alasan." Nara menegur Tuan Abimanyu.
"Tidak apa-apa, saya akan pergi sekarang." Diandra bangkit dari tempat tidur, tapi dia terjatuh lagi.
Bagaimana tidak, dia tidak makan dengan baik selama seminggu. Dia bahkan tidak sadarkan diri selama dua hari. Dia masih bertahan sampai sekarang karena cairan infus yang terakhir diberikan oleh Abimanyu Nugroho padanya.
"Kamu bahkan tidak memiliki tempat untuk pergi, dan tubuhmu masih sangat lemah. Tinggallah beberapa hari memulihkan tenagamu, lalu pergilah kemana pun kamu suka." Nara Naura sangat perhatian kepada Diandra.
"Terima kasih, Nenek. Tapi, saya tidak selemah seperti yang Nenek pikirkan." Diandra menolak dengan sopan.
"Kamu hampir mati di jalan, tapi kamu masih berkata seperti itu." Abimanyu Nugroho mulai tidak bisa menahan emosi melihat kekeras-kepalaan Diandra.
"Kami tidak pernah berpikir kamu lemah. Kami akan senang jika kamu tinggal bersama kami. Saya sudah lama menginginkan seorang anak perempuan yang cantik sepertimu." Nara menggenggam tangan Diandra dengan penuh harapan.
Dan menatap Abimanyu Nugroho mengisyaratkan sesuatu, kemudian ....
"Sayang, tidakkah kamu ingin mengatakan sesuatu padanya?"
Abimanyu membuka mulutnya dan berkata, "Dia benar. Tinggallah bersama kami. Pulihkan tenagamu dan kamu boleh pergi setelahnya. Kami tidak akan menghalangimu."
Diandra berpikir sejenak, lalu menyetujui. "Baik, terima kasih, Kakek."
Bagaimanapun, dia tidak tahu harus ke mana, dan tubuhnya pun masih sangat lemah. Berjalan tanpa arah hanya akan membuatnya berakhir dengan buruk.
"Keputusan yang bagus, Nak." Nara terlihat bahagia.
**Bersambung**