15. Chaca Ingin Membongkar

1005 Words
 Pagi itu seorang anak kecil bersepeda dengan riangnya, dijalan raya yang cukup sepi. Bibir anak kecil itu tersenyum bahagia, saat sang mama menatapnya dari kejauhan. Masih sepi jalan ditepi rumahnya, menyeringai ia terus berusaha mengayuh sepeda yang baru kemarin ia pelajari, dengan bergoyang dan berguncang ia tetap berusaha. Namun, tanpa anak kecil itu sadari, dari kejauhan nampak sebuah mobil ferari melayu kencang, seakan sang pengemudi tak tahu bahwa ada seorang anak kecil yang tengah bermain sepeda. Kaget bukan kepalang, sang mama anak kecil melihat mobil itu yang terus melaju, dengan sigap sang mama berlari mencoba menggapai anaknya, dan disaat itu pun pengemudi ferari sadar dengan sendirinya. Ia mencoba menghindarinya, namun naas bukan kehindaran yang ia dapatkan, tapi bagian depan mobil ringsek menabrak tiang papan reklame. Kecelakaan! Kecelakaan! teriak seorang saksi yang melihatnya, sontak beberapa orang yang ada berlari menuju tempat kejadian. Sang mama bingung sambil mendekap kepada anak kecilnya, menangis tak kuat ia melihat kecelakaan itu. Jika seandainya sekilas saja ia tak cepat mungkin nyawa anaknya pun akan melayang. Semua orang telah memadati tempat itu, mobil ambulan pun telah datang, sang pengemudi ferari yang ternyata seorang wanita dikeluarkan dari dalam mobil, seluruh wajah dan sebagian tubuhnya bersimbah darah segar. Wajah anak kecil itu ketakutan, pelukan sang mama pun masih melekat padanya, ia serasa tak kuat melihat kejadian itu, walau ia masih kecil tapi ia tahu apa yang tengah terjadi. Anak kecil itu pun menagis. “Tidak, tidak! Itu bukan salah ku, aku tak melakukannya. Enfire mengigau ketakutan, keringat panas mengucur deras dari pori-porinya, wajahnya pucat pasih saat mimpi itu datang lagi. Padahal sudah hampir beberapa tahun lalu mimpi itu tak pernah datang padatidurnya. Ia masih benar-benar ketakutan walau semua itu hanyalah mimpi belaka. Kringgg Jam bekernya berbunyi tepat pukul 06.00 am, mimpi buruknya mulai sirna dengan sendirinya, ia mulai menjamah dunia nyata dimana seharusnya ia berada. Ia mencoba bangkit dari tempat tidur dengan kasur King sizenya, berjalan sempoyongan menuju kamar mandi. Dilepaskanya baju yang melekat pada tubuh atletisnya, semua itu berkat latihan beladirinya yang membuatnya mempunyai gelar Ban Hitam, Karate. Guyuran sower air hangat menyiram tubuhnya, perlahan dari ujung kepala menetes hingga batas kakinya. Pikirannya masih kacau. * * * Pukul 07.15 am, Enfire berjalan cepat sekali menuju kelasnya, ia tahu sudah sepuluh menit ia terlambat dan kini pelajaran olahraga sepertinya sudah dimulai. Ia terus memacu kakinya untuk melangkah. Brugh… Enfire menabrak seseorang, ia sedikit tersenggol tapi tidak sampai membuatnya jatuh. Namun orang yang ditabraknya seperti terjatuh dengan menghamburkan barang-barang bawaan yang ia bawa, sebagian ada barang beling yang langsung pecah. “Maaf aku gak sengaja, Kata remaja cantik yang Enfire tabrak tadi. Tak apa. Jawab Enfire sekilas, ia terbengong sendiri saat melihat yang ia tabrak adalah Enersent, gadis manis yang telah mencuri pandangannya. Aku bantu.” Terima kasih. “Kamu kok gak masuk kelas. Bukannya sudah telat? “Ini aku juga mau ganti baju, kan sekarang pelajaran olahraga. Aku Enfire. Kata Enfire memperkenalkan diri, sambil mengulurkan tangan. Dengan sedikit canggung Enersent pun meraih tangan itu perlahan.Enersent, Enersent Zanderweight. “Aku ke kelas dulu. Kata Enfire, Enersent mengangguk, kemudian mereka berlalu pergi. Dari kedua percakapan itu tanpa mereka sadari sejak tadi, sepasang mata elang mengintai setiap gerakan mereka, mata sipitnya berbalut kaca mata minus itu mengambang getir-getir pahit. Dari balik pintu sebuah ruangan latihan beladiri matanya tak pernah berhenti melihat. Tatapan mata elang itu nanar, kemerahan penuh amarah. Ada rasa cemburu dan tak suka akan kehadiran Enfire, selain hal itu ada isyarat lain yang masih terpendam. Bibir bawahnya berguncang sambil menggerutu. Aku menemukanmu, tak sulit untuk ku melakukan proses adegan ulang itu. Kata mata Elang. Sedang Enfire sudah berlalu cukup jauh dari tempat kejadian itu, kakinya terus melangkah membawanya kedalam kelas. Dilorong sekolah lantai dua sudah sangat sepi, tak ada seorang yang lewat. Sepertinya semua sudah masuk. Kata hatinya menalar. Namun, ia terkejut kelasnya masih ramai beberapa murid bermain dengan seenaknya, ada pula yang pacaran di pojok ruang kelas. Sepertinya pelajaran belum dimulai sejak tadi, atau memang tak akan dimulai. Kok gak belajar, Cupu ? tanya Enfire, begitu belahan pantatnya sudah mulai membentur kursi. “Katanya sih gurunya pada rapat, jadinya gak belajar. “Tapi, aku lihat Enersent ganti pakaian olahraga. Aku juga kurang tahu. Enfire hanya mengangguk sendiri mendengar ucapan si cupu Argiwel yang kini mulai jadi teman akrabnya. Ya, semuanya berubah begitu saja sejak ke pindahannhya ke Sthradikven kemarin. Apalagi kini ia mulai jatuh hati pada wanita yang sudah memiliki pacar. Aneh bukan. “Baik semua, aku minta perhatian kalian sebentar! teriak seorang remaja laki-laki menghentikan keributan kelas. Remaja laki-laki jangkung, yang masih tersenyum itu berdiri dibagian bangku paling depan. Dengan spontan semua murid diam. Begini. Kami dari perguruan beladiri Wushu sekolah ingin mencari anggota baru. Kami harap bagi siapa pun yang ingin mengikuti perguruan ini harap daftar dengan mengisi formulir yang nanti akan kami bagikan. Kata remaja jangkung itu, sambil tangannya membagikan selembaran formulir ke semua murid. Para murid-murid ada yang spontan mengikutinya, ada yang garuk-garuk kepala karena bingung untuk daftar, dan ada pula yang langsung membuang lembaran-lembaran itu. Dia itu siapa sih? celetuk Enfire. “Itu pacarnya Enersent, namanya Virgosa. Dia itu ketua perguruan Wushu disekolah, selain itu dia juga ke tua tim basket, dan gitaris band. Heh? Kenapa? Diborong semuanya, sama dia, “Ya kan aku udah bilang, dia itu laki-laki yang hiperaktif, kelebihan energi dan sok ramah sama semua orang. Jadi itu pacarnya Enersent, lumayan cakep juga untuk ukuran cowok lokal. Kata batinya menyeringai lagi. Enersent kini sudah kembali dari ruang ganti baju, dengan masih mengenakan pakaian olahraga, ia mulai menempati kursinya, lalu mengambil sebuah novel thriller dari dalam laci. Matanya berjalan saat mulutnya membaca setiap kata-perkata yang ada pada novelnya. Batin Enfire tersenyum sendiri saat itu, ia masih penasaran akan sebuah rasa. * * * Jam pelajaran telah usai, semua smurid berhamburan keluar kelas termasuk Enfire, ia lekas-lekas menuju gerbang sekolah. Namun, sesampainya ia disana, ia bertemu Enersent, bibirnya kembali tersenyum sumringah melihat itu. Kok jalan sendirian? tanya Enfire memecahkan kesunyian. “Kamu juga kok sendirian?” “Aku nungguin supir. Mana pacar mu, kok gak nganterin kamu pulang? Itu dia diparkir. Enersent menunjuk arah parkir, dimana Virgosa berada. Terdiam Enfire melihat hal itu, kini Virgosa telah sampai didepan mereka dengan menaiki motor Byson berwarna Biru. Aku pulang dulu ya? ucap Enersent memberi salam. Sedang Enfire hanya mengangguk._
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD