Pagi melenggang damai.
Enfire turun dari kamarnya menuju ruang makan. Ditempat itu ayah dan ibu tirinya telah menunggu, seperti hari-hari biasanya selama setahun ini ia tak memberi ucapan salam selamat pagi pada keluarga kecilnya. Ia hanya cukup diam dengan menyantap sarapannya, yang penting ia kenyang dan tenang.
“Enfire, hari ini kamu memasuki sekolah barumu, bukan? tanya tuan Londro memecahkan suasana pagi yang mulai menggantung sunyi.
Enfire diam tanpa ucapan.
“Ayah harap kamu bisa menerima semua ini, dan menjadi teman yang bagi sekolah barumu. Satu lagi, kamu jangan membuat masalah. Kata Tuan Londro, sedang anak laki-lakinya hanya diam sambil menyantap roti sarapannya.
“Kapan Ayah pernah tahu Enfire membuat masalah?awab Enfire dingin.
“Jika kamu tak pernah membuat masalah, tak mungkin kamu pindah sekolah sampai tiga kali dalam setahun.
Itu bukan masalah, Enfire.
“Bukan masalahmu, kamu bilang. Setelah kamu mematahkan tangan salah satu teman mu dan mengejek gurumu, itu masih bukan salah mu?!
Enfire hanya sekilas menatap ayahnya lalu memalingkan wajah.
“Dengar nak, ayah hanya ingin ini sekolah terakhirmu dalam tahun-tahun ini
“Memangnya apa peduli, Ayah.” Ucap Enfire datar, sambil meninggal ruang makan. Tanpa salam ia kemudian pergi keluar rumah.
Seorang supir telah menunggunya, lalu supir itu membukakan pintu untuk Tuan mudanya. Didalam mobil mewahnya ia tetap diam, sambil mengocek ponsel canggihnya yang tak mungkin ada pesan masuk untuknya. Meski begitu yang selalu ia buka adalah media sosial yang menyediakan berita harian bagi para peminat.
* * *
Pukul 07.00 am tepat. Mobil yang Enfire kendarai memasuki gerbang sekolah Sthradikven. Dan ketika mobil itu berhenti dengan lekas ia turun. Dengan gayanya yang cool dan wajah datarnya ia berjalan mencari ruang kantor guru. Saat ia berjalan ia bertemu seorang pria dewasa muda yang tengah menatapnya, seakan sedang melihat buronan.
“Kamu murid pindahan dari Gredia high school, bukan? tanya laki-laki itu ragu.
Enfire mengangguk pelan.
Wah kebetulan, saya Dave Saxon guru disni, dan sekaligus wali kelasmu. Mari ikut Bapak ke kelas. Ajak Dave pada Enfire yang telah menjadi muridnya.
Semua siswa telah masuk saat ini, tinggallah Enfire yang masih berjalan dibelakang Dave. Sambil berjalan ia melihat sekeliling sekolah, yang begitu cukup luas dibandingkan sekolah-sekolahnya yang dulu. Sekolah ini tingkat tiga, setiap tingkat di tempati oleh jenjang yang berbeda, kelasnya yang berada di lantai dua membuatnya harus menaiki tangga.
“Masih lama, pak? tanya Enfire datar.
Tidak. Ini kelasmu. Kata Dave, yang kemudian mereka berhenti di ruang kelas IPA 2A. lalu mereka memasukinya.
“Selamat pagi anak-anak! sapa Dave memberi salam pada murid-muridnya.
“Pagi, Pak! jawab semua murid.
“Kita kali ini kedatangan murid baru, pindahan dari Gredia high school. Silahkan perkenalkan namamu
“Nama ku Enfire Zilrweght. Kata Enfire datar.
“Cuma itu saja? Gak ada yang lain? tanya Dave.
Yang di tanya hanya menggeleng sesaat.
“Oke, oke. Tak apa mungkin Dia masih malu? Baik anak-anak sebelum Enfire duduk ada yang yang ingin bertanya.
Ditanya begitu semua murid hanya diam, namun salah satu murid mengangkat tangannya. Murid berkata mata minus 2,9 itu bertanya Kamu dari keluarga Zilrweght yang terkenal kaya raya itu kan, anak tunggal dari penguhasa mobil sukses?
“Pertanyaan yang bagus, gimana mau dijawab?
Iya. Jawabnya Enfire dengan wajah yang masih datar tanpa ekspresi.
“Baik semua, sudah cukup sesi perkenalannya. Sekarang biarkan Enfire duduk, kamu duduk di dekat Argiwel ya. Itu cowok yang berkaca mata, yang tadi bertanya pada mu.
Enfire berjalan menuju mejanya barunya, melewati teman-teman yang kini terlihat cukup ramah.
“H...hai, Aku Argiwel, Kata Argiwel memperkenalkan diri dengan sedikit gugup dan terbata, wajar saja ini perkenalan pertamanya.
“Apa setiap cowok berkaca mata itu cupu, dan metropolitan ngawur? tanya Enfire dengan gayanya yang cool, sedang yang ditanya hanya diam.
Argiwel tak menyangka jika ia akan berkenalan dengan cowok yang super membosankan, cuek, dan berlagak sok cool, berlebihan. Berbeda sekali dengan dirinya yang cukup ramah dengan semua orang, namun hal itu tak sedikit pun membuatnya mendapatkan teman, mereka semua selalu mengejeknya dengan kata cupu, culun, dan si kutu buku.
Pelajaran dimulai dengan biasa, membosan kan. Ocehan Pak Dave terus terlontar, menjelaskan rumus sejarah yang tak ada habisnya. Mulai dari tahun-tahun yang membuat kepala botak di bagian atasnya, mematikan saraf-saraf otot yang bermula dengan kekakuan terlebih dahulu.
“Mitologi adalah suatu pembahasan tentang adanya Dewa-Dewi yang berasal dari berbagai Negara, kita ambil contoh dari India dan Eropa, khususnya didaerah Yunani. Dewa menurut beberapa Sekte Agama adalah perwujudan Tuhan dari bentuk yang kasap mata. Namun bagi Agama lain yang tak mempercayai adanya hal itu, menganggap Dewa-Dewi hanya sebuah epos, epik dan legenda. Namun, didunia ini hal itu mau tak mau harus bersanding dengan Sejarah yang tak seharusnya ada.” Jelas Pak Dave saxon panjang lebar, membuat semua murid serasa di dongengi.
Sebagian murid-murid ada yang tertidur, mengobrol satu sama lain, dan mengocek ponsel mereka. Hal itu pun yang dilakukan remaja cantik yang duduk dimeja pojok paling belakang sendiri. Ia lebih memilih membaca n****+ kesukaannya, yang bercerita tentang misteri-detektif, Fantasi, dan horor. Remaja cantik itu memang memiliki kebiasaan yang aneh, padahal jarang sekali ada seorang remaja yang mau repot-repot membuang waktunya hanya untuk membaca n****+ yang tebalnya hampir mirip kaki kursi. Lembaran demi lembaran ia buka, mencoba menghayati setiap kata yang ia baca, kadang ia tertawa, menyeringai, dan terdiam sendiri.
Kringg
Suara bel istirahat pertama dimulai, semua murid bersorak gembira, lalu dengan sekilas berhamburan keluar kelas, begitu pun yang akan dilakukan Enfire. Ia pun membereskan buku dan pena yang dulu tak pernah ia sentuh sedikit pun, tapi entah angin apa yang membuatnya mau memegangnya. Kakinya mencoba berjalan menuju luar kelas namun tiba-tiba matanya menatap remaja cantik itu, yang hanya terdiam didalam kelasnya. Ia terus tatap dengan tajam remaja itu, tapi dengan tak curiga remaja itu masih membolak-balik buku bacaannya.
Hei Seorang laki-laki menyerunya sambil menepuk pundak kirinya, kontan saja Enfire kagut bukan main.
Cupu. Kenapa? tanyanya datar.
“Kamu ngapain disini, pake bengong lagi?
Kantin yuk,” Ajak Enfire pada Argiwel, mengalihkan pembicaraan.
Perlahan mereka berjalan menuju kantin bersama, jarang sekali sejak SMP Enfire berjalan dengan seorang teman. Apalagi teman itu seorang laki-laki culun yang sering diejek teman-temannya.
Aku mau tanya, siapa cewek yang aku tatap tadi dikelas? tanya Enfire memecahkan kesunyian.
“Itu Enersent Zanderweight. Cewek manis itu sejak kelas satu sudah menjadi primadona sekolah. Tapi sayang Kata Argiwel menjawab.
Sayang. Kenapa?
“Ya, dia malah jatuh dalam pelukan laki-laki yang terlalu berlebihan energi, sok hiperaktif dan terlalu mencintai beladiri Wushu.
Lho baguskan,
Iya sih emang gak apa-apa. Jawab Argiwel sembarangan.
Cukup lama Enfire hanya diam sambil membayangkan pandangan pertamanya pada Enersent, belum pernah sejak dulu ia merasakan akan sebuah setruman yang membahagiakan dalam hidupnya, apakah ini cinta pandangan pertama? Mungkin masih dini untuk menyimpulkan hal itu, namun tak ada salahnya kan ia mencoba untuk jatuh cinta. Walau pada kekasih orang lain.
EhMalah bengong. Seru Argiwel, membuat bingkai bayangan Enfire retak semua.
Cupu. Ngapaian sih?
“Ngapain bengong? Atau jangan-jangan kamu mikirin Enersent ya?
“Heh, ngaco’.
Lama-lama nyebelin juga nih cupu, mungkin itu masalahnya sampai dia gak punya teman. Kata batinnya menyeringai.
“Enfire, ini pertama kalinya aku punya teman lho,
Sama
“Kenapa kok bisa? kamu ganteng, kaya, terkenal, dan anak pengusaha lagi, kenapa sampai gak punya teman? ditanya begitu Enfire hanya diam.