Segelas ice americano habis tak bersisa. Dinginnya minuman tersebut mampu menyegarkan tenggorokan Nadia yang kering, sekaligus membuat rasa kantuknya menjadi berkurang.
Panasnya kota Jakarta sudah tidak dapat dijelaskan seperti apa. Nadia bahkan serasa ingin mengguyur tubuhnya dengan air es, karena memang saking panasnya.
Wanita itu memilih untuk beristirahat di dalam cafe, setelah melakukan interview panggilan kerja di sebuah perusahaan yang tidak jauh dari cafe yang saat ini dia singgahi.
Sudah lebih dari 2 bulan, Nadia mengurung diri dari kehidupan luar setelah perceraiannya. Kini, dia ingin memulai semuanya dari awal. Nadia ingin kembali bekerja seperti sedia kala. Menjadi wanita karir yang dia impikan.
Kali ini, Nadia tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan. Dia akan mencari pekerjaan dan hidup mandiri seperti semula. Meskipun harus memulai karirnya dari awal kembali.
"Eh, Nadia ya?"
Sang pemilik nama sontak mendongak untuk menyatukan tatapan dengan seseorang yang posisinya saat ini lebih tinggi darinya.
"Bener ‘kan? Nadia?"
"Loh, Siska?" sahut Nadia yang langsung berdiri dan memeluk sekilas teman kuliahnya dahulu.
"Udah gede aja perut kamu Sis, berapa bulan?"
"Masuk bulan 9 nih, hpl nya bentar lagi."
Seperkian detik tatapan Nadia nampak sedikit berbeda. Dia menyentuh perut Siska yang memang sudah membesar dan berakhir tersenyum.
Sebagai mantan pejuang garis dua, tentu saja perasaan Nadia sedikit sensitif, apalagi jika sudah mengingat kenyataan pahit yang sudah dia alami sebelumnya. Dihina sebagai wanita mandul oleh orang yang seharusnya menjaga dan melindunginya.
"Aku gabung di sini nggak apa-apa kan Nad?" tanya Siska dan dia langsung duduk ketika Nadia mengangguk mengizinkan. "Kamu sendirian aja Nad?"
"Iya nih, sendiri. Terus kamu sendiri gimana Sis? Suami kamu mana?"
"Lagi beli roti di toko sebelah. Antriannya panjang banget Nad, mana pengap aku nggak kuat. Jadi mau ngadem di sini. Kebetulan banget malah ketemu kamu di sini."
"Aku kira kamu sendirian Sis. Hampir aja mau ngomel karena kamu udah hamil tua masa pergi-pergi sendirian nggak ada yang nemenin."
Siska sontak tertawa kecil dan menyahut, "aman kok Nad, tenang aja."
Setelah mengatakan itu, Siska tak sengaja melirik stopmap milik Nadia yang ada di atas meja. Tentu saja hal tersebut menarik perhatiannya.
"Stopmap apaan itu Nad?"
"Oh, ini berkas-berkas CV yang mau aku ajuin ke perusahaan Sis. Aku lagi nyari kerjaan."
"Loh, emang dibolehin sama suami kamu Nad? Bukannya dulu kamu bilang berhenti kerja juga karena permintaan suami kamu ya?"
"Suami yang mana Sis? Aku udah nggak punya suami. Aku udah cerai sama Mas Ardi." ucap Nadia dengan senyuman tipisnya.
Siska yang mendapatkan jawaban tersebut tentu saja terkejut. Dia bahkan sampai menutup mulutnya dengan sebelah tangannya.
"Duh, Nad. Ini beneran?" tanyanya dan Nadia mengangguk sambil tersenyum lagi. Seketika Siska merasa bersalah karena sudah bertanya mengenai hal yang bagi Nadia begitu sensitif.
"Maaf Nad, aku beneran nggak tahu. Sumpah deh, aku kaget kamu bilang begitu. Maaf ya Nad, aku jadi nggak enak nih beneran."
Lagi-lagi Nadia tersenyum untuk menanggapi. "nggak masalah kok Sis. Justru ada bagusnya kamu nanya. Daripada nanti tahu dari orang lain yang justru ditambahin sama bumbu-bumbu yang nggak enak."
"Aku nggak akan nanya apa masalah kamu sampai bisa pisah sama Ardi, Nad. Aku cuma berharap kamu tetap bisa kuat dan lebih bahagia setelah ini."
Siska benar-benar tidak tertarik untuk bertanya apa penyebab Nadia dan Ardi sampai bisa pisah. Menurutnya, itu adalah masalah privasi yang tidak perlu dia ketahui.
Siska tahu betul jika setiap ujian rumah tangga tiap orang itu berbeda-beda. Dan dia tidak ingin menerka-nerka apa yang sudah dialami oleh Nadia saat ini.
"Thanks Sis, lagian aku lebih lega dan ngerasa bebas sekarang."
Siska tersenyum sebagai tanggapan. "oh iya, soal pekerjaan, sebenarnya di kantor tempat aku kerja ada lowongan Nad."
"Di bagian divisi kamu?" tanya Nadia dan Siska sontak menggelengkan kepalanya. "terus?"
"Di bagian divisiku udah ada yang ngisi buat gantiin aku. Yang aku maksud ini lowongan sekretaris. Cuman, udah dari lima hari yang lalu sih Nad. Tapi kamu coba aja masukin dulu CV nya."
"Boleh deh, masih di Skyline Corporation kan?"
Siska mengangguk, "iya, sekarang aja Nad kamu kirim CV nya lewat email."
"Wait, aku search dulu emailnya—"
"Ngapain search segala? Kan bisa nanya aku Nad. Sini ponsel kamu, aku ketikin email-nya."
Nadia sontak dengan cepat menyerahkan ponselnya pada Siska yang duduk di hadapannya sekarang. "aku kira kamu nggak hafal."
"Hafal dong, kan udah bertahun-tahun di sana Nad. Kalau nggak hafal ya kebangetan banget sih ya kan.... Nih, udah. Buruan apply CV nya."
"Iya, abis ini aku langsung kirim CV nya Sis. Thanks udah dikasih tahu soal ini."
"Sama-sama Nad. Semoga ada kabar baik ya. Lagian kamu juga pernah jadi sekretaris kan? Aku yakin pasti dapat poin plus. Soalnya banyak yang nglamar. Tapi nggak tau juga udah mulai interview atau belum. Kan, aku keburu udah ambil cuti melahirkan."
"Semoga ya Sis. Kalau nggak ya berarti belum rezeki aku aja sih,"
"Pokoknya semangat Nad! Nanti aku kabarin lagi deh kalau ada lowongan kerja di perusahaan lain."
Nadia kembali mengucapkan terimakasih berkali-kali pada Siska. Temannya yang satu itu memang tidak pernah berubah sejak dulu. Meskipun sudah lama tidak saling menghubungi, tapi Siska tetap saja baik hati seperti biasanya.
+++
Satu Minggu, setelah datang ke Skyline Corporation untuk melakukan interview kerja, akhirnya Nadia mendapatkan kabar yang membahagiakan.
Nadia tidak menyangka jika ternyata dialah pemenangnya. Dialah yang keterima menjadi sekretaris di perusahaan terkenal tersebut.
Dari banyaknya pelamar yang mengikuti interview, Nadia benar-benar merasa beruntung bisa mendapatkan pekerjaan tersebut.
"Akhirnya ya Tuhan, akhirnya dapat kerja juga! Oh my God! i'm happy today!!" teriak Nadia di dalam kamar apartemennya.
Dia benar-benar tidak merasa bersalah karena terus berteriak kegirangan karena kabar tersebut. Maklum, di dalam unit tersebut hanya dia saja.
Entah sudah berapa lama Nadia tidak bisa tertawa lepas seperti ini. Mendapatkan kabar ini pun bahagianya sungguh luar biasa. Bahkan untuk merayakannya, Nadia sampai pesan pizza dan ayam goreng untuk dimakan sendirian malam ini.
Nadia benar-benar menikmati kebahagiaannya yang kali ini.
"Ah, bisa tidur nyenyak gue hari ini...."
+++
Pagi harinya, Nadia sudah sampai di Skyline Corporation tepat waktu. Dia bahkan langsung di ajak untuk berkeliling perusahaan atau visit ke divisi-divisi yang ada di perusahaan tersebut. Agar mengetahui bagian perbagian yang ada di sana.
Karena memang ada banyak divisi dan terdapat beberapa lantai di perusahaan tersebut. Sebagai seorang sekretaris, tentu saja dia harus mengetahui ruangan demi ruangan yang ada di sana.
Nadia merasa kagum dengan perusahaan tersebut. Benar-benar terlihat sangat cantik dan juga bersih di setiap bagian-bagian yang ada di sana. Karyawan-karyawannya juga cukup ramah, karena beberapa kali Nadia menyapa hanya dengan senyuman langsung balik dibalas dengan senyuman juga.
"Nah, Bu Nadia, ini yang terakhir ruang rapatnya."
Nadia melihat sebentar ruangan tersebut sambil mengangguk pelan. Ruang rapatnya sangat besar dan juga luas. Sangat berbeda dengan perusahaan tempatnya bekerja dahulu.
"Ada pertanyaan, Bu Nadia?"
"Tidak, Bu Dila. Terimakasih sudah di antar dan dijelaskan juga satu persatu ruangan yang ada di perusahaan ini."
"Sama-sama Bu Nadia. Sudah tugas saya, karena memang Pak Abimana sendiri yang meminta saya untuk membantu dan menjelaskan semuanya pada Anda, Bu."
Nadia tersenyum. "apa saya harus menemui Pak Abimana dulu sekarang Bu Dila?"
"Tentu Bu Nadia. Ayo, saya antar ke ruangan Pak Abimana. Sekalian nanti saya jelaskan berkas-berkas dan tugas yang harus kamu kerjakan."
Nadia langsung melangkah mengikuti Dila yang berjalan di depannya. Jantungnya lumayan berdebar. Maklum saja, karena sebentar lagi dia akan berhadapan dengan CEO Skyline Corporation.
Memasuki ruangan sang CEO tersebut, dinginnya AC langsung menyengat ke kulit tubuh Nadia. Bahkan rasanya sampai menembus tulang. Benar-benar dingin. Tidak seperti di ruangan lainnya yang terbilang normal.
"Selamat Pagi, Pak Abimana."
Sang pemilik nama langsung mendongak menatap Dila, sambil sedikit membenarkan kacamata bening yang bertengger di hidung mancungnya.
Di pertemuan yang pertama ini, Nadia cukup terkejut saat mengetahui jika sang CEO— Abimana Naratama ternyata masih muda. Dia kira, pimpinannya itu sudah berumur seperti yang sudah-sudah. Tapi ternyata apa yang dia pikirkan salah besar.
"Pak, ini Bu Nadia Kirana, sekretaris baru pengganti Bu Lina."
Nadia tersenyum ramah saat tatapan Abimana mengarah padanya. "selamat pagi, Pak Abimana. Senang bisa bertemu Anda dan bergabung di Skyline Corporation."
"Ya, selamat bergabung." sahut Abimana singkat. Lalu kemudian kembali berkata, "bisa bekerja sekarang? Saya butuh berkas-berkas yang sebelumnya dikerjakan oleh sekretaris yang lama. Kamu lanjutkan dan berikan pada saya sebelum jam makan siang."
"Baik Pak, akan saya selesaikan secepatnya." jawab Nadia dengan begitu semangat.
Mendengar jawaban tersebut, Abimana kembali menoleh ke arah Dila. "Dil, kamu beritahu dia berkas-berkas kemarin yang sudah saya jelaskan ke kamu. Setelah itu, kamu bisa kembali ke ruangan kamu sendiri."
"Siap Pak, kalau begitu kami permisi." sahut Dila.
Nadia juga berpamitan dengan sangat sopan pada Abimana. Tentu saja dia melakukan itu, sebab sudah sewajarnya dia berlaku sopan apalagi terhadap pimpinannya sendiri.