Kenyataan Pahit
Dinginnya malam ini terasa sampai menembus ke tulang. Nadia sampai harus mengenakan jaket tebal, padahal dia sedang berada di dalam kamar. AC nya sengaja dimatikan agar tak menggigil seperti sebelumnya.
Matanya terus melirik ke arah jam yang tergantung di dinding kamarnya. Sudah pukul 10 malam, tapi suaminya belum juga pulang ke rumah. Lalu tak berapa lama, dia mendengar suara mesin mobil yang berhenti. Nadia sontak keluar kamar untuk membukakan pintu utama bagi suaminya.
Nadia tersenyum hangat pada Ardiansyah yang baru saja masuk. Dia mengambil alih tas dan jaket yang pria itu bawa. Belum sempat mengajaknya bicara, Ardiansyah sudah lebih dulu ke kamar.
"Akhir-akhir ini kamu sering banget pulang malem sih Mas? Weekend yang seharusnya di rumah juga kamu pergi sampai malem." seru Nadia begitu masuk ke dalam kamar. Meletakkan jaket dan juga tasnya ke atas ranjang.
"Jangan memancing perdebatan malam-malam begini, Nad. Aku kan sudah memberitahumu jika pergi untuk mengurus bisnis sampingan? Ini juga demi kamu kok. Jangan bawel deh jadi istri."
Ardi bangkit dari duduknya dan berjalan meletakkan sepatu pada tempatnya. Dia berbalik dan kembali mendapati Nadia mengikutinya di belakang.
"Apalagi sih Nad? Suami kamu ini lagi capek, jadi jangan bikin aku marah malam ini."
"Nggak ada yang mau bikin kamu marah atau pun ngajakin debat. Cuma mau bantu kamu lepas kemejanya." sahut Nadia, dan Ardiansyah sama sekali tidak menolak.
"Aku mandi dulu,"
"Ya, aku siapin makan ya? Kamu belum makan malam kan Mas?"
"Tidak usah, aku sudah makan malam di luar tadi sebelum pulang. Kamu langsung tidur saja, tidak perlu menungguku."
Belum sempat Nadia menyahut, Ardiansyah sudah lebih dulu melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Nadia lantas berjalan menuju keranjang kotor untuk meletakkan kemeja Ardi di sana. Tapi mendadak matanya menangkap sebuah noda yang ada di kerah kemeja sang suami.
Nadia mulai menelitinya. Sebuah noda merah yang Nadia tebak jika itu adalah lipstik. Nadia bahkan sampai membaui kemeja tersebut dan mendapati dua bau parfum yang sangat berbeda.
Dia hafal betul bau parfum milik Ardiansyah. Dan kini ada bau parfum lain yang wanginya begitu manis, namun tidak terlalu menyengat. Nadia pastikan jika itu adalah bau parfum milik seorang perempuan.
Kedua tangan Nadia mencengkeram erat kemeja pria itu. Dia berjalan cepat menuju kamar mandi dan hendak menggedor pintunya. Nadia ingin meluapkan amarah dan juga mempertanyakan apa yang dia temukan itu.
Tapi, ketika tangannya mengudara, Nadia mendadak berhenti. Dia lantas berbalik dan menggeledah tas kerja milik Ardiansyah. Dia mengobrak-abrik apa yang ada di dalam tas tersebut.
Nadia menemukan dua ponsel di dalam tas tersebut. Dia baru tahu jika Ardiansyah memiliki ponsel lain. Hal itu memperkuat dugaan Nadia jika suaminya berselingkuh.
Nadia selalu berpikir dengan logika. Tidak mungkin jika tidak ada sesuatu. Maka dari itu, dia memeriksa ponsel suaminya. Ponsel yang sepertinya sengaja disembunyikan darinya. Sebab Nadia tak pernah mengetahui ponsel tersebut.
Jemarinya mulai menggulir pesan masuk dengan satu orang yang nama kontaknya hanya diberi tanda love berwarna merah saja.
Mengetahui itu sudah membuat perasaan Nadia tidak karuan. Tapi dia harus membaca semua isi pesan suaminya dengan orang yang belum Nadia ketahui siapa.
Hatinya remuk seketika, saat di sana suaminya memanggil wanita lain dengan panggilan mesra. Bahkan dengannya saja tidak semesra itu.
"Astaga! Benar-benar menjijikan!" pekiknya yang terkejut saat menemukan keduanya saling mengirim gambar tak senonoh.
"Gila! Ini sangat gila! Menjijikkan!"
Nadia berusaha untuk merendahkan suaranya agar Ardi tak mendengar apa pun. Dadanya terasa begitu sesak mengetahui kenyataan pahit ini. Suaminya benar-benar bermain belakang.
Entah keberanian dari mana, Nadia mulai mengobrak-abrik galeri ponsel tersebut. Terdapat file yang sengaja disembunyikan. Dan saat Nadia membukanya, hancur sudah hatinya.
Tangan Nadia bergetar dan air matanya luruh. Tepat ketika Ardiansyah keluar dari kamar mandi, Nadia menjatuhkan ponsel tersebut.
"Apa yang—"
"Sialan kamu, Mas!" teriak Nadia sembari melayangkan sebuah tamparan pada Ardiansyah.
Pria itu yang masih tidak mengerti sontak menatap Nadia dengan tajam. Tidak terima karena tiba-tiba Nadia menamparnya.
"Apa-apaan kamu ini, hah?! Berani kamu nampar suami sendiri?"
"Kenapa harus tidak berani? Bahkan sebuah tamparan saja belum cukup buat kamu, Mas!"
"Nad—"
"Siapa wanita itu?! Siapa selingkuhan kamu itu, Mas?! Siapa!" potong Nadia cepat, dengan nada bicara yang meninggi.
Dia melempar kemeja yang berbekas lipstik itu tepat pada wajah Ardiansyah. Hal yang membuat Nadia mengerutkan keningnya saat ini adalah, ketika melihat bagaimana reaksi Ardiansyah saat ini.
Pria itu tampak tersenyum smirk dan tampak tidak merasa ketakutan saat rahasia perselingkuhannya ketahuan.
"Kamu sudah tau? Baguslah. Jadi aku tidak perlu repot-repot bersembunyi jika ingin menemui Rosa."
"Mas?" seru Nadia yang tidak percaya dengan balasan Ardiansyah yang seperti ini.
"Kamu sadar tidak sih Mas kalau sudah membuat kesalahan?! Kamu—"
"Sadar! Sangat sadar. Kamu ingin tahu kenapa aku berselingkuh?" sela pria itu dan Nadia hanya bisa diam menatapnya dengan tatapan tidak percaya, terkejut, dan kecewa. "Karena aku sudah muak denganmu!"
"Mas, tapi ini salah! Kamu lupa sama janji kamu saat menikahiku dulu? Kamu janji tidak akan pernah menduakan aku Mas!"
"Aku menikahimu untuk mendapatkan keturunan. Tapi selama bertahun-tahun kamu sama sekali tidak bisa memberiku anak! Jadi, jangan pernah salahkan aku jika mencari wanita lain!"
Lagi?
Lagi-lagi alasannya karena dia belum juga bisa memberikan seorang anak. Nadia merasa hancur sehancur-hancurnya sekarang. Apa wanita yang belum bisa memberikan anak selalu direndahkan, di injak-injak dan disakiti seperti ini?
"Ini lagi alasannya, Mas? aku juga pengen cepet punya anak Mas! Siapa sih yang tidak mengharapkan anak dari pernikahan mereka?! Tapi tolong sabar dong Mas! Kamu tidak bisa nyebut hal ini sebagai alasan kamu berselingkuh Mas! Tidak bisa!"
"Kenapa tidak bisa? Memang itu alasan terkuat ku. Aku capek ya sama kamu. Sudah lima tahun tapi kamu tidak bisa memberikan anak ke aku Nad! Aku pengen punya anak! Capek aku ditanyain orang-orang kapan punya anak kapan punya anak terus! Kamu alasan kenapa aku berselingkuh!"
Kepala Nadia menggeleng dengan cepat, "tidak Mas! Yang namanya selingkuh ya selingkuh saja! Jangan bawa-bawa alasan kayak gini Mas! Kamu selingkuh karena tidak bisa jaga pandangan kamu!"
"Sudahlah, ngomong sama kamu muter-muter saja terus. Capek juga aku ngadepin kamu. Sudah berapa banyak uang yang dikeluarkan buat terapi-terapi tidak jelas itu? Ada hasilnya tidak? Kamu tetap tidak bisa memberiku anak! Atau memang benar kalau kamu itu mandul?"
"Mas!"
"Jangan nyalahin aku makanya. Salahin diri kamu sendiri kenapa tidak bisa memberiku anak? Ya wajar jika aku mencari wanita lain untuk mendapatkan anak."
Sumpah demi apa pun, Nadia tidak percaya dengan ucapan suaminya barusan. Setiap kalimat yang keluar benar-benar menyakitkan. Nadia bahkan sampai terperangah seperti ini.
"Jahat kamu, Mas! Tega kamu!"
"Sudahlah, ayo bercerai. Aku benar-benar sudah muak denganmu." ujar Ardiansyah dengan gampangnya.
Nadia tentu saja terkejut, dan bahkan pria itu tidak merasa bersalah atas apa yang sudah dilakukan. Pria itu justru merasa sudah melakukan sesuatu yang benar hanya karena tak mendapatkan anak darinya.
Sumpah demi apa pun, Nadia tidak menyangka hal seperti ini terjadi padanya. Harusnya dia yang marah-marah karena sudah dikhianati. Tapi Ardiansyah justru balik menyalahkannya sebagai penyebab utama pria itu berselingkuh.
Entah apa yang sudah Nadia lakukan di masa lalu, sampai akhirnya saat ini dia mendapatkan karma yang seperti ini.